Pekanbaru (Antarariau.com) - Kepala Bank Indonesia Perwakilan Riau, Ismet Inono memprediksi dampak dari kebijakan amnesti pajak akan mulai dirasakan pada bulan September 2016 sehingga diharapkannya bisa menambah dana untuk pembangunan di daerah.
"Bulan Juli tidak bisa diharapkan karena masih tahap sosialisasi. Baru pada Agustus kita lihat dampak dari sosialisasi kebijakan ini, dan pada September itu barulah mereka berbondong-bondong untuk laporkan harta kekayaan," kata Ismet Inono kepada wartawan di Pekanbaru, Selasa.
Menurut dia, agak sulit untuk memprediksi berapa besar secara nominal dari kebijakan amnesti pajak yang bisa masuk dari Riau. Dari target pemerintah untuk setoran atau uang tebusan dari program amnesti pajak sebesar Rp165 triliun, ia menilai bisa sekitar lima persen dari Riau sudah merupakan pencapaian.
"Terus terang saya sulit berandai-andai berapa yang akan dinikmati Riau dari amnesti pajak, namun kalau bisa lima persen saja dari target itu masuk ke Riau sudah bagus," ujarnya.
Ia mengatakan dana yang terkumpul dari kebijakan itu yang akan diendapkan selama tiga tahun di bank yang ditunjuk pemerintah akan sangat membantu untuk pendanaan pembangunan di daerah.
Selain itu, kebijakan amnesti pajak juga menguntungkan bagi pelapor karena terbebas dari pemeriksaan hukum.
"Dana itu bakal dipakai untuk penyaluran kredit perbankan, bahkan suku bunga bisa bergerak turun," katanya.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau-Kepulauan Riau Jatnika menyatakan bahwa setiap orang yang membocorkan data wajib pajak dalam program amnesti pajak akan dijatuhi sanksi pidana penjara lima tahun. Hal ini untuk memberikan jaminan bahwa kebijakan tersebut memberikan kepastian keamanan bagi wajib pajak yang berpartisipasi.
"Kami memberikan ruangan khusus bagi wajib pajak, di mana semua pegawai kami pakai seragam dan tidak boleh membawa alat komunikasi. Bahkan, kalau ada pegawai kami kalau berani selfie (swafoto) di dalamnya saja ketika melayani wajib pajak, akan kena sanksi pidana sampai lima tahun penjara," tegas Jatnika kepada Antara.
Kebijakan amnesti pajak mulai berlaku sejak 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017. Ia mengatakan, kebijakan amnesti pajak ini memberikan penghapusan sanksi, baik administrasi dan pidana. Selain itu, semua data mengenai wajib pajak yang berpartisipasi akan dirahasiakan dengan sistem yang ketat dan tidak bisa digunakan untuk kepentintan lainnya.
"Tidak sembarangan orang bisa mengaksesnya, bahkan juga saya karena aturannya sangat ketat. Ini ibaratnya seluruh tangan dan kaki pegawai pajak diikat, tidak bisa macam-macam," katanya.
Ia memastikan bahwa wajib pajak yang berpartisipasi akan mendapat fasilitas penghapusan sanksi mulai dari sanksi administrasi, penghentian penyelidikan dan penyidikan, kecuali kasusnya sudah tahap penuntutan atau P21. Ini artinya semua data wajib pajak yang direkam tidak boleh digunakan oleh pihak manapun untuk kepentingan penuntutan dalam aspek hukum.
"Amnesti pajak ini bukan jebakan," katanya.
Menurut dia, sejauh ada cukup banyak wajib pajak yang menyambangi Kantor DJP Riau-Kepri namun masih ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam program amnesti pajak. Karena itu, Jatnika memastikan bahwa kebijakan tersebut lebih banyak manfaatnya untuk wajib pajak sendiri dan membantu pembangunan pemerintah.
"Di saat Republik Indonesia butuh uang untuk pembangunan, ini saatnya kita membantu karena kita hidup di Indonesia, mencari nafkah di Indonesia, tapi kenapa uangnya disimpan di luar negeri," katanya.