CIFOR: Aksi Pencegahan Karhutla Harus Dapat Dukungan Dalam Pendanaan

id cifor aksi, pencegahan karhutla, harus dapat, dukungan dalam pendanaan

CIFOR: Aksi Pencegahan Karhutla Harus Dapat Dukungan Dalam Pendanaan



Oleh Diana Syafni

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pusat Penelitian Kehutanan Internasional atau Center for International Forestry Research (CIFOR) menyatakan perlu peraturan daerah untuk meningkatkan anggaran pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Aksi-aksi pencegahan karhutla harus mendapat dukungan regulasi di tingkat lokal agar terjamin pendanaannya dan dilakukan secara terencana dan sistematis," kata peneliti CIFOR Dr Herry Purnomo, di Pekanbaru, Jumat.

Herry mencontohkan, Masyarakat Peduli Api (MPA) di berbagai tempat mengeluhkan keterbatasan dana untuk memadamkan api. Mereka hanya mendapatkan dana sporadis yang tidak memadai dari pemerintah desa setempat.

Padahal, katanya lagi, dinas-dinas sektoral mengeluhkan nomenklatur pemadaman karhutla yang belum jelas antarpusat dan daerah, seperti pada kasus dana Rp15 miliar milik BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang tidak terpakai pada 2015.

"Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mengeluhkan kurang dukungan basis legal untuk alokasi dana pemadaman dan pencegahan kebakaran, seperti kebutuhan pembangunan sekat-sekat kanal secara sistematis," ujarnya lagi.

Sedangkan, perusahaan swasta mengeluhkan tanggung jawab berlebih yang mereka pikul untuk memastikan tidak hanya areal konsesi yang tidak terbakar, tetapi juga areal di luar konsesinya.

"Petani di lahan Areal Penggunaan Lain berharap pemerintah mampu menyediakan dukungan peralatan pemadaman kebakaran, yang terlalu mahal untuk dimiliki perorangan ketika kelembagaan kolektif petani belum berfungsi dengan baik," ujarnya pula.

Ia melanjutkan, Badan Restorasi Gambut (BRG) mendorong koordinasi di tingkat tapak antarmasyarakat, perusahaan, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk

aksi restorasi gambut 600 ribu hektare pada tahun 2016.

Dia menyebutkan, Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pada pasal 49 menyatakan bahwa pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadi kebakaran hutan pada areal kerjanya.

Selanjutnya, UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pasal 17 dengan jelas menyatakan larangan membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.

UU 39/2014 tentang Perkebunan, pasal 57 menyatakan setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan membakar dan berkewajiban memiliki sistem, sarana, dan prasarana pengendalian kebakaran.

Namun pada ayat ketiga, dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan lahan tanpa membakar diatur dengan peraturan menteri.

Sedangkan Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budi Daya Kelapa Sawit menyatakan bahwa gambut bisa dikeringkan dan kanalisasi untuk perkebunan sawit.

Undang Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 69 ayat 1 dan 2 dengan jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Disebutkan bahwa ketentuan ini harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal pada daerah masing-masing.

Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah dimungkinkan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal dua hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Provinsi Riau telah menerapkan aturan berisikan tentang pendirian Pusdalkarhutla ini dan larangan membakar. Namun pada pasal 9 terdapat izin pembukaan lahan dengan membakar dari skala 2 ha hingga 50 ha.

Sebelumnya Pergub Kalteng Nomor 15 Tahun 2010 juga ada pengecualian perizinan untuk pembakaran skala kecil.

Kedua Pergub ini menjadi sasaran kritik publik atas terjadi

kebakaran dan kabut asap tahun 2015.

Selain itu, terdapat empat provinsi yang mempunyai Perda/Pergub Karhutla yaitu Perda Kalbar Nomor 6/1998, Pergub Bengkulu Nomor 31/2015, Perda Kalsel Nomor 1/2008, dan Perda Kaltim

Nomor 5/2009.