Keterangan Saksi Ahli Bertentangan Tentang Terdakwa Pembakar Lahan PT LIH

id keterangan saksi, ahli bertentangan, tentang terdakwa, pembakar lahan, pt lih

Keterangan Saksi Ahli Bertentangan Tentang Terdakwa Pembakar Lahan PT LIH

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Para saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang dugaan pembakaran lahan oleh PT Langgam Inti Hibrindo di Pengadilan Negeri Pelalawan, Riau, menyampaikan informasi yang saling bertentangan.

Saksi ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Basuki Wasis MS, dalam kesaksiannya menyatakan tata kelola air (water management) PT Langgam Inti Hibrindo (LIH) dalam kondisi airnya kurang baik pada penataan kanalnya.

"Berdasarkan hasil kunjungan saya ke lahan PT LIH pada 14-15 Agustus 2015, kondisi water management disana kurang baik. Sehingga kondisi gambut yang harusnya tetap basah kurang terjaga," kata Basuki saat bersaksi dalam persidangan dengan tersangka Manager Operasional PT LIH, Frans Katihotang.

Hanya saja, Basuki dipersidangan tersebut meralat pernyataannnya dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) dari semula menyebut lahan LIH dibakar, menjadi lahan perusahaan tersebut terbakar.

Namun pernyataan Basuki tersebut disanggah oleh Kuasa Hukum PT LIH, Stefanus Haryanto yang mengutip BAP dari saksi ahli lainnya dari IPB, yakni Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, yang juga dihadirkan oleh JPU. Menurut Stefanus, berdasarkan BAP Bambang Hero, "water management" LIH relatif baik.

Menurut Basuki, di lahan PT LIH terdapat kanal yang memisahkan dengan lahan bukan milik PT LIH. Kanal ini berguna untuk menjaga kadar air untuk lahan gambut yang menjadi lahan tempat ditanaminya pohon kelapa sawit PT LIH. PP No.4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan menyebutkan bahwa semua pihak baik pengusaha perkebunan maupun masyarakat perorangan harus menaati peraturan mengenai lahan gambut, yaitu menjaga lahan gambut tetap basah.

Basuki juga menyampaikan bahwa pembakaran lahan gambut dapat meningkatkan unsur keasaman atau PH tanah menjadi level 6-7, yakni level normal yang dibutuhkan tanah untuk menjadi subur. Saat melakukan pemeriksaan lapangan lahan LIH memiliki PH 4. "Menurut hitungan kami, total biaya dari awal pembukaan lahan, tanam, pemupukan hingga berproduksi sekitar Rp 50 juta per ha. Dengan membakar lahan, biaya ini bisa lebih murah. Namun tingkat PH nya 6-7 hanya sementara, untuk menjaganya tahan lama ya tetap harus diberi pupuk dan kapur," kata Basuki.

Sementara itu, Direktur Utama PT Provident Agro Tbk, Tri Boewono, menyatakan perusahaan induk usaha dari PT LIH itu ecara konsisten menerapkan ketentuan tanpa membakar (zero burning) dalam pembukaan lahan. Pembukaan lahan perseroan dilakukan dengan cara stecking mekanis menggunakan alat berat excavator yang membutuhkan biaya sekitar Rp5 juta per hektare (Ha). Sementara total biaya pengembangan kebun kelapa sawit mencapai Rp60-Rp70 juta¿/Ha. Biaya tersebut meliputi perizinan, pembebasan lahan, pembukaan lahan, bibit, penanaman, infrastruktur, dan pemeliharaan tanaman dari bibit sampai tanaman tersebut menghasilkan.

"Biaya pembukaan lahan hanya tujuh persen dari total biaya pengembangan kebun sawit. Karena itu sungguh tidak masuk akal jika kami berani mempertaruhkan risiko yang begitu besar hanya untuk menghemat biaya yang tidak seberapa itu," tutur Tri.

Tri menambahkan, lahan gambut yang terbakar memang akan mengalami peningkatan PH tanah yang akan meningkatan kapasitas kation tanah yang menyebabkan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman menjadi lebih baik. Tetapi lahan gambut yang terbakar bukan berarti PH nya akan tetap tinggi selamanya. Dalam waktu cepat, PH tanah akan kembali rendah karena lingkungan gambut. Untuk menaikkan PH tanah, selama ini LIH menggunakan kapur pertanian seharga Rp 400/kg.

"Jadi tidak logis jika sebuah perusahaan perkebunan mengambil risiko yang besar (risiko hukum dan denda yang besar) dengan membakar lahanya hanya untuk menaikkan kesuburan tanah. Jika lahan terbakar yang terjadi mikroorganisme tanah mati sehingga tanah menjadi tidak subur," tuturnya.

Bambang Hero dalam kesaksiannya menyampaikan berdasarkan PP No.4/2001, perusahaan wajib mencegah dan menyediakan sarana dan prasarana untuk mencegah dan memadamkan kebakaran, seperti menara yang harus sesuai dengan spesifikasinya dari pedoman dari regulator. Harus ada alat pencegah, SOP, organisasi dan pelatihan.

"Saya langsung ke lokasi kebakaran bersama dengan penyidik untuk mengambil sampel dan untuk mengetahui apa saja yang dimiliki PT LIH untuk dapat mengambil kesimpulan apakah kebakaran di PT LIH ini karena kesengajaan atau kelalaian," tutur Bambang.

Menurutnya, di areal lahan PT LIH, terdapat areal yang sudah dibuka tetapi belum ditanami. Ini sangat sensitif terhadap kebakaran. Begitu juga diareal itu ada tanaman sawit yang kualitasnya kurang baik.

Kuasa Hukum PT LIH Hendry Mulyana mengatakan dari persidangan-persidangan sebelumnya, seluruh saksi fakta menyatakan bahwa PT LIH telah menjalankan Standar Prosedur Operasi ketika kebun milik perusahaan di Gondai terbakar pada tanggal 27¿31 Juli 2016. Perusahaan juga terbukti tidak melakukan pembakaran terhadap lahannya sendiri.

"Sampai hari ini sebanyak 18 saksi fakta yang dihadirkan di persidangan menyatakan bahwa kebakaran di kebun Gondai tidak dilakukan oleh LIH. Perusahaan justru telah menjalankan SOP sehingga api segera tertangani dan dalam tempo empat hari sudah padam seluruhnya," ujar Hendry.

Hendry menampik pernyataan Bambang Hero tentang kualitas tanaman sawit PT LIH yang kurang baik. Hendry pun mempertanyakan keahlian saksi dalam menilai kualitas tanaman sehingga tidak tepat jika keahlian saksi yang sebenarnya sebagai penilai kebakaran hutan, juga menilai kualitas tanaman sawit.

Ketua Safety Health Environment (SHE) PT LIH, Saut Sangkap Nauli Situmeang, dalam kesaksiannya pada 23 Februari 2015 menyatakan pihaknya sudah melakukan patroli 24 jam di seluruh area LIH dan memiliki alat-alat pemadam sesuai dengan pedoman yang disampaikan oleh Dinas Perkebunan pada pelatihan yang diikutinya.

Untuk melakukan pemadaman, LIH bekerja nonstop selama 24 jam dengan menggunakan standar peralatan yang dimiliki yaitu dua unit Max3, satu unit Tohatsu dan 13 unit alkon beserta selang penyedot dan selang penyemprot.