Imbauan MUI Bengkalis pada Generasi Muda, Bantengi Diri dari LGBT

id imbauan mui, bengkalis pada, generasi muda, bantengi diri, dari lgbt

Imbauan MUI Bengkalis pada Generasi Muda, Bantengi Diri dari LGBT

Bengkalis, (Antarariau.com)- Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, mengajak seluruh masyarakat Bengkalis untuk bersama membentengi generasi muda dari perilaku menyimpang seperti yang dikenal kini dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT.

Ketua Majlis Ulama Indonesai (MUI) Kabupaten Bengkalis, H Amrizal di Bengkalis, Senin, menyebutkan salah satu langkah untuk membentengi generasi muda dari perilaku menyimpang diantaranya dengan cara menumbuhkan kepedulian dan perhatian serius terhadap gerakan sosial yang mendidik dan melahirkan generasi muslim terbaik.

Sebagai contoh gerakan sosial dimaksud katanya, seperti Gerakan Seribu Generasi Qurani (GSGQ) yang digagas oleh Ustadz Suyendri yang sudah terbukti melahirkan banyak para penghafal al-Quran muda di Kabupaten Bengkalis.

"Akhir-akhir ini sangat banyak dibicarakan publik mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgende atau dikenal LGBT, maka perhatian semua pihak sangat dibutuhkan untuk terus membentengi generasi muda dari prilaku menyimpang tersebut," katanya.

Menurut dia, secara teologis, memang diakui agama manapun di dunia ini termasuk Islam menolak prilaku LGBT karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama.

"Maka perlu adanya pencegahan terhadap prilaku tersebut dengan terus memperhatikan pendidikan keagaman," jelas Amrizal.

Ia mengatakan, sebagai umat Islam, sudah selayaknya memiliki tanggung jawab moral untuk membina generasi muslim saat ini. Sehingga diharapkan bisa menjadi generasi yang berilmu pengetahuan dan berakhlak karimah.

"Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberikan dukungan moril terhadap usaha dakwah keagamanaan yang nantinya diharapkan dapat membentengi generasi muda dalam berbagai perilaku menyimpang di Negeri Junjungan ini," kata Amrizal.

Ia menjelaskan, pendekatan seperti ini lebih elegan untuk dilakukan ketimbang mengedepankan pendekatan hukum (fatwa) yang berpotensi menciptakan sikap "antipati" masyarakat terhadap mereka dan berakibat pada perlakuan diskriminatif secara sosial yang pada akhirnya menyebabkan mereka kehilangan hak-haknya sebagai manusia pada umumnya.