Target 35.000 MW Di Tengah Krisis Energi

id target 35000, mw di, tengah krisis energi

Target 35.000 MW Di Tengah Krisis Energi



Sambungan dari hal 1 ...

Daerah yang mengalami defisit, antara lain, Aceh dan Sumatera Utara dengan pasokan sebanyak 1.821 megawatt (MW) dan defisitnya 5,22 persen. Kemudian daerah lainnya, Sumatera Barat, Riau dan Jambi (SBT) pasokannya sebanyak 1.277 Mw, namun mengalami defisit 9,79 persen.

Sedangkan di Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung (SBS) kapasitas pasokannya 1.721 MW dan defisitnya 8,19 persen. Lalu, Kalimantan Timur 459 MW defisit 1,04 persen, Kalimantan Barat 362 MW defisit 8 persen, sedangkan Belitung 35 MW defisitnya 14,90 persen.

Daerah lain yang mengalami defisit juga adalah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Jumlah pasokannya 504 MW, namun defisit 9,15 persen Lombok 204 MW defisitnya 17,35 persen, Sulawesi Utara dan Gorontalo 307 MW defisit 22,94 persen, Kendari 69 MW tetapi defisitnya 22,38 persen serta Jayapura dengan pasokan masih 69 MW.

Karena itu, untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik dan target rasio elektrifikasi, diperlukan tambahan kapasitas terpasang sebesar 35.000 MW (di luar 7.400 MW yang dalam kontruksi) pada 2015-2019.

Dalam lima tahun ke depan kebutuhan listrik akan tumbuh sebesar rata-rata 8,7 persen per tahun, dengan target rasio elektrifikasi sebesar 97,35 persen pada akhir tahun 2019.

Proyeksi 2015-2024

Kebutuhan listrik dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN hingga 2024 diprediksi selalu meningkat.

Saat ini sebaran kebutuhan di Pulau Sumatera adalah 11,6 persen, Jawa-Bali 7,8 persen, Kalimantan 10,4 persen, Sulawesi 12,4 persen, Nusa Tenggara 9,6 persen, Maluku 10,3 persen dan Papua 9,4 persen.

Berdasarkan sebaran persentase tersebut PLN memprediksi kebutuhan listrik pada tahun 2024 mencapai 464 TWH dan rasio elektrifikasi baik dari PLN dan non PLN adalah 99,99 persen.

Melalui kebutuhan tersebut untuk membangkitkan daya tambahan sebanyak 35.000 MW perlu banyak dibangun infrastruktur pendukung pembangkit.

Di Sumatera secara rinci akan dibangun daya 11.327 MW dengan jumlah 76 pembangkit memiliki total nilai investasi 14.282 juta dolar AS. Kemudian transmisi sepanjang 19.305 kms dengan jumlah 210 transmisi memiliki total investasi 3.840 juta dolar Amerika. Sedangkan gardu induk sebanyak 398 dengan daya total 32.406 MVA total 2.475 juta dolar Amerika.

Kalimantan 40 pembangkit dengan daya 2.852 MW total 4.000 juta dolar AS, transmisi membutuhkan 68, panjang 7.883 kms dengan nilai investasi 1.222 juta dolar AS. Gardu induk 115, dengan daya 3.910 MVA dengan nilai investasi 324 juta dolar AS.

Sulawesi dan Nusa Tenggara, 83 pembangkit dengan kapasitas 4.159 MW dengan nilai investasi 5.434 juta dolar AS. Jumlah transmisi 90 dengan panjang 7.207 kms, nilai investasi 1.169 juta dolar AS. Jumlah gardu 165 dengan data 5.620 MVA dan nilai investasi 412 juta dolar AS.

Maluku dan Papua, jumlah pembangkit 43 dengan daya 739 MW dan nilai investasi 992 juta AS. Kemudian transmisi 15 dengan panjang 1.017 kms dan nilai investasi 148 juta dolar AS. Untuk jumlah gardu 25 dengan kapasitas 770 MVA dan nilai investasi 61 juta dolar AS.

Jawa-Bali investasi pembangkit senilai 28.995 juta AS dengan jumlah 49 pembangkit dengan daya 23.863 MW. Kemudian transmisi 349 dengan nilai 11.185 kms investasinya 4.615 juta dolar AS. Jumlah gardu induk 672 dengan kapasitas 66.083 MVA dan nilai investasi 5.114 juta dolar AS.

Dengan demikian total di seluruh Indonesia targetnya, 291 pembangkit dengan daya 42.940 MW dan nilai investasinya 53.663 juta dolar AS. Jumlah transmisi total 732, dan panjang 46.597 kms dengan nilai investasi 10.893 juta dolar AS.

Sedangkan, gardu induk sebanyak 1.375 dan kapasitas 108.789 MVA serta nilai investasinya 8.386 juta dolar AS.

Total keseluruhan investasi adalah 72.942 juta dolar AS dengan belum termasuk kebutuhan dana untuk tanah, "interest during construction" (IDC) dan pajak-pajak.

Listrik Pedesaan

Peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Ekonomi LIPI Maxensius Tri Sambodo mengatakan bahwa pembangunan listrik perdesaan skala kecil baik di wilayah perbatasan, terpencil ataupun pulau-pulau terluar juga menjadi bagian tidak terpisahkan dalam usaha meningkatkan rasio elektrifikasi.

Pemerintah, swasta dan lembaga ataupun organisasi masyarakat seharusnya turut terlibat dalam membangun listrik skala kecil. Namun demikian, sisi keberlanjutan pengelolaan masih menjadi masalah besar dan banyak pembangkit skala kecil yang belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Iskandar Zulkarnain mengatakan bahwa berkaca dari berbagai tantangan yang dihadapi program percepatan (fast track) tahap I dan tahap II, muncul keraguan dari berbagai kalangan masyarakat akan kemampuan pemerintah untuk mewujudkan target 35.000 MW dalam lima tahun ke depan.

Berbagai permasalahan mulai dari perijinan, pembebasan lahan, kasus-kasus hukum, hingga aspek paska operasi pembangkit menjadi tantangan pemerintah, PLN beserta para aktor lainnya.

Dalam Laporan Satu Tahun Pembenahan Sektor ESDM secara umum pemerintah telah menyebutkan berbagai capaian dalam bidang ketenagakerjaan antara lain percepatan proses perizinan, penguatan kelembagaan dan organisasi dan capaian investasi.

Pada sektor ketenagalistrikan, pemerintah juga menyampaikan capaian dalam bidang pembangkitan dan transmisi, pembangkitan dari energi terbarukan, dan rencana pemberian subsidi listrik yang lebih terarah bagi rumah tangga miskin dan rentan.

Capaian tersebut perlu mendapat apresiasi, namun menurut dia, pemerintah perlu bekerja lebih keras mengingat begitu kompleksnya permasalahan di sektor ketenagalistrikan.