Jakarta, (Antarariau.com) - Penilaian atas kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla oleh banyak pakar kerap didasari opini publik dan pemberitaan yang berkembang.
Tingkat popularitas pemerintahan pun naik turun sesuai pemberitaan. Akibat tekanan yang muncul, pengambil kebijakan cenderung melahirkan keputusan yang reaksioner demi menjaga popularitas tanpa basis bukti yang kuat.
Menurut Sekretaris Eksekutif Policy Research Network (PRN) Muhammad Ikhsan, seharusnya "stakeholder" kebijakan publik berpegang pada bukti dalam setiap proses kebijakan, baik ketika proses pengambilan keputusan maupun tahap monitoring implementasi kebijakan.
"Lembaga riset kebijakan seharusnya menjadi mitra bagi para aktor pembuat kebijakan publik," kata Ikhsan.
Terkait dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK dalam setahun terakhir, PRN berpendapat bahwa target capaian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo masih jauh dari harapan dalam setahun terakhir.
"PRN berpendapat target dan metode pembangunan yang digunakan pemerintah sebenarnya sudah jelas tertuang dalam RPJMN III, Nawacita dan Trisakti, namun targetnya masih jauh dari harapan," kata Ikhsan dalam seminar publik "Satu Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo: Tantangan dan Prospek" di Jakarta, Rabu (21/10).
Sebut saja visi membangun dari pinggir yang tertuang di dalam Nawacita belum terlaksana maksimal, meski ditunjang berbagai perangkat kebijakan, salah satunya UU No. 6 tahun 2014 mengenai desa.
"Menteri Marwan Djafar mengatakan dana desa sudah dicairkan sebanyak 80 persen menjelang akhir 2015. Meski sudah menerima dana, pemerintah desa belum memanfaatkannya secara maksimal karena masih minim perencanaan pada tingkat pelaksanaan dan pertarungan politik pada tingkat elit," katanya.
Selain itu target optimis pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN III, yaitu sekitar 6 sampai 7 persen masih sangat berat dicapai.
Bersambung ke hal 2 ...
Harapan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi-JK Masih Tinggi
