Mewaspadai Trombosis Si "Silent Killer"

id mewaspadai trombosis, si silent killer

Mewaspadai Trombosis Si "Silent Killer"



Sambungan dari hal 1 ...

"Dari kasus stroke dan jantung tersebut, sekitar delapan puluh persennya disebabkan oleh trombosis. Ini yang sering menyebabkan kematian tiba-tiba, karena itu disebut "silent killer", gejalanya sangat minim," kata Karmel, yang juga seorang guru besar penyakit dalam Universitas Indonesia.

Sementara kalau pembekuan darah terdapat dalam pembuluh vena (disebut dengan trombo emboli vena atau VTE - Venous Thrombo Embolism), dapat menyebabkan "deep vein thrombosis" (DVT) yaitu penyumbatan pembuluh darah lazimnya terjadi di kaki dan kalau tidak segera disembuhkan maka dapat terjadi "pulmonari embolism" (PE) atau emboli paru yang menyebabkan sesak napas hingga kematian.

Hampir Tanpa Gejala

Profesor Karmel menambahkan bahwa gejala DVT dan PE, sama seperti semua kasus trombosis, hampir tidak menimbulkan gejala.

Namun jika bagian kaki mengalami sakit, bengkak (di salah satu kaki bukan keduanya), kemerahan, pelebaran pembuluh vena di kulit dan kulit terasa hangat bila diraba, ada kemungkinan pasien bersangkutan mengalami DVT.

"Gejala PE bisa ditunjukkan dengan sesak, nyeri dada (terutama jika menarik napas), detak jantung cepat, batuk darah dan kehilangan kesadaran," ujar Karmel.

Ahli Hematologi dan Onkologi Medik RSCM dr. Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM, FINASIM, menyatakan dari sekian banyak kasus pembekuan darah, hanya sekitar 30 persen yang bergejala.

Oleh karena itu, Cosphiadi meminta masyarakat dapat mengantisipasi trombosis dengan mengetahui faktor-faktor yang berisiko sebabkan bekuan darah.

Usia lanjut (terutama lebih dari 40 tahun), obesitas atau kegemukan, kehamilan, operasi besar, faktor genetik atau keturunan (terutama dari silsilah keluarga stroke dan jantung), kebiasaan merokok hingga kondisi medis khusus seperti adanya kanker, adalah situasi yang perlu diperhatikan demi mencegah trombosis.

Selain itu, Cosphiadi juga mengimbau agar melakukan relaksasi atau gerakan tubuh ringan setelah melakukan perjalanan jauh atau diam (seperti duduk di meja kantor), paling sedikit 90 menit.

Begerak setelah dalam posisi diam selama beberapa waktu, meski terdengar sepele, memang sangat disarankan oleh para pakar kesehatan demi hindari trombosis.

Sebagai gambaran, Profesor Karmel bercerita tentang teman sejawatnya meninggal dunia beberapa jam setelah jatuh pingsan begitu tiba di bandara ketika melancong ke Amerika Serikat.

Sahabatnya ini kemudian diketahui mengalami pulomonary embolism (PE) atau emboli akibat trombosis yang menyumbat peredaran darah di paru-paru. PE merupakan salah satu dampak dari trombosis vena (venous thromboembolism-VTE), setelah duduk selama 12 jam tanpa melakukan peregangan yang berarti di dalam kabin.

Pernah juga ditemukan kasus seorang anak berumur 20 tahun di Inggris meninggal dunia secara tiba-tiba usai bermain konsol game selama 12 jam non-stop. PE juga menjadi penyebab terjadinya peristiwa pada tahun 2011.

Pengobatan dan Kurangnya Kesadaran

Trombosis, walau gejalanya hampir tidak terlihat dan mematikan, sebenarnya bisa dicegah. Menurut Karmel, ada dua terapi yang bisa dilakukan yaitu terapi pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) yang bisa dilakukan di seluruh rumah sakit di Indonesia.

Bentuk pencegahan sudah disebutkan di atas, yaitu menghindari risiko penyebabnya bagi yang sedang dalam keadaan sehat. Sementara untuk pasien kasus medis tertentu disarankan untuk berinteraksi aktif dengan dokter.

Dokter Cosphiadi memisalkan, pasien dapat melakukan diskusi dengan dokter sebelum menjalani operasi besar. Selain itu kalau menjalani perawatan di rumah sakit, atau sedang dalam perawatan luka cukup berat, tanyakan kepada dokter apa yang dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya trombosi vena.

"Berikan informasi kepada dokter apabila pasien memiliki risiko terjadinya trombosis vena dalam.Selalu ikuti perintah dokter," ujarnya.

Terapi pengobatan sendiri termasuk pemberian obat antiplatelet yang dapat mencegah penggumpalan keping darah, anti koagulan penghambat pembekuan darah dan trombolitik untuk melarutkan gumpalan darah.

Meskipun trombosis sudah masuk kajian kesehatan internasional, terbukti dengan dirayakannya Hari Trombosis Dunia setiap 13 Oktober 2015, Cosphiadi menyayangkan rendahnya kesadaran masyarakat mengenai hal ini.

"Penting bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan informasi melalui publikasi media untuk meningkatkan kesadaran mengenai penyebab dampak, penyembuhan dan pencegahannya," tutur dia.