Warga Tuntut Ganti Rugi Proyek Jalan Pekanbaru

id warga tuntut, ganti rugi, proyek jalan pekanbaru

Warga Tuntut Ganti Rugi Proyek Jalan Pekanbaru

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Sejumlah warga memprotes tindakan Pemerintah Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, yang langsung melakukan pembersihan lahan untuk proyek Jalan Lingkar Luar Pekanbaru tanpa memberi kepastian ganti rugi tanah di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya, Kamis.

Berdasarkan pantuan Antara, warga memprotes tindakan pemerintah kota yang langsung mendatangkan alat berat jenis eskavator untuk membersihkan lahan pada Kamis pagi sekitar pukul 10.00 WIB. Warga sempat bersitegang dengan Lurah Sail Sultahar dan Camat Tenayan Raya Abdul Rahman, sehingga proses pembersihan lahan terpaksa dihentikan.

"Saya mendukung proyek pembangunan jalan lingkar luar ini, tapi cara pemerintah melakukan pembebasan lahan sudah semena-mena. Tanpa ada kesepakatan ganti rugi tanah, mereka langsung datangkan alat berat membuka lahan. Tanah ini saya beli dengan uang hasil keringat kerja saya, pemerintah jangan semena-mena kepada rakyat," kata seorang pemilik lahan, Syahnan.

Ia mengatakan sebagian besar warga yang lahannya akan dilalui proyek jalan lingkar luar keberatan dengan kebijakan Wali Kota Pekanbaru Firdaus yang menerapkan sistem konsolidasi tanah dalam pembebasan tanah, bukan memberikan ganti rugi terhadap lahan. Akibatnya, warga hanya mendapat pergantian uang untuk tanaman produktif dan bangunan, sedangkan tanah dihibahkan untuk proyek jalan.

"Saya kecewa dengan pemerintah karena untuk proyek jalan ini tidak mau menganggarkan ganti rugi, padahal ada hak rakyat yang dipertaruhkan. Padahal, semua orang juga tahu Wali Kota Pekanbaru Firdaus bisa menganggarkan Rp2 miliar untuk tenda mewah di rumah dinasnya, dan belum lagi anggaran mobil mewah buat pimpinan DPRD senilai Rp5 miliar," katanya.

Seorang warga lainnya, Syamsidar, juga meminta hak ganti rugi tanah dan menolak sistem konsolidasi tanah. Ia menilai sistem pembebasan lahan yang diberlakukan seakan tidak menghargai jerih payahnya yang bertahun-tahun membanting tulang untuk membeli tanah di daerah itu. Menurut dia, sebagian besar warga pemilik tanah di daerah itu adalah pengrajin batu bata yang berpenghasilan pas-pasan. Ia mengatakan dalam sosialisasi pembangunan proyek itu yang dilakukan pemerintah setempat, warga sudah berulang kali menolak sistem konsolidasi tanah tapi seperti tidak digubris.

Bersambung...