Pekanbaru, (Antarariau.com) - Keluarga almarhum Waklung, korban yang tewas akibat amukan gajah Sumatera liar di Provinsi Riau tidak akan menerima santunan karena pemerintah tidak lagi menganggarkan dana untuk korban konflik dengan satwa liar yang dilindungi.
"Kalau dari anggaran memang tidak ada," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Kemal Amas, ketika dihubungi Antara di Pekanbaru, Selasa.
Pemerintah Indonesia sebelumnya memang pernah mengalokasikan dana untuk korban konflik manusia dengan satwa liar melalui pos anggaran Kementerian Kehutanan.
Seperti pada 2010, sebuah keluarga di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, mendapat santunan dari Kementerian Kehutanan setelah anggota keluarganya yang bernama Ahmad Rafi tewas akibat terkaman harimau Sumatera liar.
Saat itu pemerintah memang menganggarkan uang ganti rugi kepada korban keganasan satwa liar yang dilindungi seperti gajah dan harimau. Santunan diberikan untuk perawatanan rumah sakit, ataupun uang duka bagi korban yang meninggal dunia.
Namun, Kemal mengatakan layanan seperti itu sudah tidak ada lagi, meski tidak menjelaskan apakah hal ini terjadi karena penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kehutanan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kemal Amas menjelaskan, semua pihak perlu mencermati kasus kematian warga di Bengkalis yang terjadi pada Sabtu lalu (21/3). Menurut dia, ada indikasi kuat bahwa kasus itu terjadi juga karena dipicu pembukaan lahan perkebunan sawit masyarakat di jalur lintasan gajah Sumatera liar.
"Dan itu kan bukan gajah yang kami pelihara," kata Kemal.
Seorang warga bernama Waklung tewas dengan mengenaskan akibat amukan gajah Sumatera liar di Desa Serai Wangi Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada Sabtu lalu (21/3).
Korban tewas yang berusia 52 tahun itu adalah penjaga kebun sawit milik seorang pemodal.
Menurut informasi dari masyarakat, kawanan gajah yang mengamuk berjumlah 20-30 ekor. Sebelum kejadian itu, warga melakukan pengusiran terhadap kawanan gajah itu karena melintasi kebun sawit mereka.
Penghalauan itu tidak sengaja mengarah ke kebun yang dijaga oleh Waklung.
Gajah liar tersebut merupakan kawanan gajah liar dari kantong gajah Kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja yang kini hutannya sudah porak-poranda akibat pembangunan.
Humas WWF Program Riau Syamsidar mengatakan, kasus kematian warga akibat konflik dengan gajah Sumatera liar di Riau pada tiga tahun terakhir tidak terjadi.
Dengan begitu, kasus ini adalah yang pertama pada tahun 2015 jatuh korban dari manusia dari konflik warga dengan satwa dilindungi itu.