Ketua MPR Jadi Saksi Untuk Gulat Manurung Di Pengadilan

id , ketua mpr, jadi saksi, untuk gulat, manurung di pengadilan

  Ketua MPR Jadi Saksi Untuk Gulat Manurung Di Pengadilan

Jakarta, (Antarariau.com) - Ketua Majelis Permusyawaratan Raktyat (MPR) Zulkifli Hasan menjadi saksi untuk terdakwa Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau Gulat Medali Emas Manurung yang didakwa memberikan uang sejumlah 166.100 dolar AS (sekitar Rp2 miliar) kepada Gubernur Riau 2014-2019 Annas Maamun.

Zulkifli datang ke gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin sekitar pukul 09.30 WIB bersama dengan para pengawalnya.

Namun politisi Partai Amanat Nasional yang mengenakan kemeja safari warna hitam itu tidak berkomentar apapun dan langsung masuk ke ruang tunggu lantai 1.

Dalam dakwaan Gulat, Zulkifli Hasan disebut memberikan tanda centang terhadap persetujuan perubahan luas Kawasan Bukan Hutan di provinsi Riau.

"Pada pertemuan itu Zulkfili Hasan memberikan tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut," kata anggota JPU KPK Ikhsan Fernandi pada 15 Desember 2014 lalu.

Pertemuan yang dimaksud terjadi antara Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau Yafiz, Kepala dinas Kehutanan Riau Irwan Effendy dan Kabid Planalogi Dinas Kehutanan Cecep Iskandar yang memberikan Surat Gubernur Riau No 050/Bappeda/58.13 tangal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di provinsi Riau dalam Keputusan Penunjukkan Kawasan Hutan Sesuai hasil Rekomendasi tim terpadu kepada Zulkifli Hasan pada 14 Agustus 2014.

Peruntukan SK tersebut antara lain untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan rakyat miskin seluas 1.700 hektare di kabupateng Rokan Hilir.

"Selain itu Zulkifil Hasan secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan provinsi Riau maksimal 30 ribu hektare," tambah Ikhsan.

Zulkifli sebelumnya sudah menerbitkan SK Menhut tertanggal 8 Agustus 2014 bernomor SK.673/Menhut-II/2014 berisi Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 hektar dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektare di Provinsi Riau.

Zulkifli memberikan surat tersebut pada acara peringatan hari ulang tahun provinsi Riau pada 9 Agustus 2014 di Riau.

"Dalam pidatonya pada acara HUT Provinsi Riau, Zulkifli Hasan memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo.

Revisi dari Annas sebagai respons atas SK Menhut itulah yang disetujui oleh Zulkifli pada 14 Agustus 2014.

Karena Gulat mengetahui ada revisi terhadap SK Menhut tersebut, maka Gulat menemui Annas untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya dimasukkan dalam usulan revisi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Padahal, setelah dilakukan pengukuran ternyata ada beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung, tapi Gulat meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan.

Annas tetap menandatangani SK Gubernur Riau No 050/Bappeda/8516 yang telah memasukkan areal perkebunan sawit untuk diubah dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan/APL sebagaimana diminta Gulat.

Annas pun memerintahkan Cecep untuk mengantarkan SK tersebut pada 19 September 2014 kepada Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut Mashud di Jakarta.

Sebagai imbalannya, Annas meminta agar Gulat memberikan uang sebesar Rp2,9 miliar terkait pengurusan usulan revisi tersebut.

"Untuk memenuhi permintaan Annas, terdakwa hanya mampu menyiapkan uang sejumlah 166.100 dolar AS atau setara Rp2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar 125.000 dolar AS atau setara Rp1,5 miliar dan sisanya sebesar sekitar 41.100 dolar AS atau setara Rp500 juta adalah uang milik terdakwa sendiri, terdakwa membawa uang tersebut ke Jakarta untuk diserahkan kepada Annas Maamun," ungkap anggota JPU Agus Prasetya Raharja.

Edison Marudut Marsadauli adalah Direktur utama PT Citra Hokiana Triutama yang bergerak di bidang konstruksi yang juga wakil bendahara Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Riau.

Penyerahan uang 166.100 dolar AS yang dimuat dalam tas hitam merek Polo dilakukan pada 24 September 2014 oleh Gulat ditemani temannya, Edi Ahmad di rumah Annas di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 No 2 Cibubur Jawa Barat.

Namun Annas meminta Gulat untuk menukarkannya menjadi dolar Singapura sehingga Gulat pun menukarkan uang itu menjadi 156 dolar Singapura ditambah Rp500 juta pada 25 September 2014.

Setelah sampai di rumah Annas, Gulat membawa tas ransel warna hitam merek Bodypack dan tas itu disimpan di dalam kamar Annas.

"Beberapa saat kemudian, Annas keluar dari kamar dan menyerahkan sebagian dari uang yang telah diterimanya tersebut yaitu sejumlah Rp60 juta kepada terdakwa," ungkap jaksa.

Tidak lama kemudian, datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan Annas Maamun dengan barang bukti 156.000 dolar AS di rumah Annas dan Rp60 juta dari dalam tas Gulat.

Atas perbuatan Gulat tersebut, ia diancam pidana dalam pasal 5 ayat 1 huruf b subsider pasal 13 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.