Alumni 20 Universitas Nyatakan Sikap Terkait "Bioremediasi"

id alumni 20, universitas nyatakan, sikap terkait bioremediasi

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Wakil dari ribuan alumni 20 universitas terkemuka di Indonesia yang bekerja di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menandatangani pernyataan sikap mereka yang akan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo terkait kasus bioremediasi.

"Sebagai warga negara Indonesia dan pekerja profesional di bidang gas dan minyak bumi, kami menyatakan sangat prihatin atas kriminalisasi rekan-rekan mereka dalam kasus bioremediasi Chevron," kata Dwihandoko Deni, alumnus Universitas Gajah Mada di Pekanbaru, Sabtu.

Dwihandoko Deni adalah satu dari ribuan profesional yang ikut menandatangani pernyataan sikap.

Para alumni yang menyetujui pernyataan sikap untuk presiden itu adalah lulusan dari berbagai Perguruan Tinggi, antara lain Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Lancang Kuning, Universitas Diponegoro, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas, Universitas Syiah Kuala, Universitas Sumatra Utara, Universitas Trisakti, dan Universitas Padjadjaran.

Kemudian juga ada Universitas Parahyangan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Politeknik Caltex Riau, Universitas Pembangunan Nasional, Akamigas-Cepu, Universitas Islam Riau, Universitas Terbuka, Universitas Riau, dan Universitas Muhammadiyah Malang.

Pernyataan sikap ini dipicu oleh keprihatinan mereka atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang baru-baru ini menolak permohonan kasasi dari rekan seprofesi mereka, Bachtiar Abdul Fatah. Sebelumnya, MA juga telah mengeluarkan putusan penolakan atas permohonan kasasi Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo, dua kontraktor CPI pada proyek bioremediasi.

Dalam pernyataannya, ribuan profesional alumni dari berbagai kampus ini menyatakan bahwa seluruh proses pekerjaan dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, baik yang ada di dalam kontrak maupun peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah.

Seluruh rekan kami dalam kasus ini telah bekerja sesuai dengan tugas pokok fungsi dan prosedur standar operasi," kata Dwihandoko Deni.

Deni menambahkan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan, baik perdata maupun pidana.

Hal itu menurut dia didasarkan pada fakta-fakta, kesaksian dari institusi-instusi yang berwenang seperti SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan ESDM. Kesaksian dari para pakar lingkungan dan pakar hukum independen yang dihadirkan dalam persidangan juga menyatakan hal yang sama.

"Kami adalah putra-putri bangsa Indonesia yang telah belajar dengan sungguh-sungguh. Bekerja dengan penuh semangat dan kehati-hatian, di bidang yang hasilnya menyumbang lebih dari 10 persen APBN untuk pembangunan bangsa," kata Deni.

Sementara itu, Azumar, alumnus Universitas Indonesia, menyatakan bahwa pernyataan sikap ini sejalan dengan upaya Presiden Jokowi dalam memberantas korupsi dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Kami bangga terhadap sikap Pak Bachtiar. Meskipun yakin tidak bersalah, sebagai warga negara yang taat hukum, ia dengan sukarela dan kepala tegak menyerahkan diri ke LP Sukamiskin," kata Azumar.

Kasus bioremediasi juga telah menjerat beberapa profesional perusahaan migas lain, yaitu Endah Rumbiyanti, Kukuh Kertasafari dan Widodo, yang kini tengah menunggu hasil putusan MA.

Dengan berpedoman kepada UUD 1945, lanjutnya, bahwa seluruh warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan, keadilan dan kepastian hukum, maka para profesional ini menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan segera pemenuhan hak Peninjauan Kembali kepada Bachtiar Abdul Fatah, Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo, dengan proses seadil-adilnya.

Kemudian, kata dia, memastikan bahwa proses kasasi di Mahkamah Agung untuk Kukuh Kertasafari, Widodo dan Endah Rumbiyanti berjalan dengan melihat fakta-fakta dan memutuskan dengan seadil-adilnya

Selanjutnya, untuk memberikan kepastian hukum kepada para pekerja yang melaksanakan pekerjaannya sesuai tugas pokok fungsi dan prosedur standar operasi di bidang profesinya masing-masing.

Dan terakhir melakukan segala upaya koordinasi dan evaluasi menyeluruh antar lembaga pemerintahan agar tidak terjadi lagi kriminalisasi profesi di Republik Indonesia, katanya.

"Kami ingin keadilan dapat ditegakkan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan melihat fakta-fakta yang terungkap dan diputuskan dengan hati nurani," tutur Azumar.