Dokter Jelaskan: Imunisasi Wajib yang Tak Boleh Dilewatkan untuk Anak

id Dokter

Dokter Jelaskan: Imunisasi Wajib yang Tak Boleh Dilewatkan untuk Anak

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin campak kepada anak saat imunisasi campak massal gratis di kawasan Wanasari, Denpasar, Bali, Rabu (8/10/2025). Imunisasi massal itu dilakukan kepada anak berusia 9 bulan hingga 7 tahun untuk mencegah penyebaran penyakit campak di kawasan yang sempat terdampak bencana banjir Bali beberapa waktu yang lalu tersebut. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/bar.)

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Prof. DR. dr Rini Sekartini, SpAK mengingatkan orang tua pentingnya imunisasi pada anak sebagai kebutuhan dasar.

“Imunisasi salah satu kebutuhan dasar anak yang wajib orang tua berikan pada anak. Sangat bermanfaat untuk melindungi dan mencegah anak terpapar oleh penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi,” kata Prof. Rini, ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Dita Karang Debut, IDI Serukan Pemerataan Dokter

Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu mengatakan anak yang menerima pemberian imunisasi lengkap sesuai usianya sampai 2 tahun akan memiliki perlindungan terhadap penyakit tertentu dan mencegah terjadinya komplikasi serius.

Namun, anak yang tidak mendapatkan imunisasi tidak memiliki kekebalan dalam tubuhnya sehingga rentan akan terhadap penyakit.

“Sehingga bila terkena penyakit akan menjadi berat bahkan dapat menyebabkan kematian,” ujar Prof. Rini.

Prof. Rini mencontohkan reaksi tubuh yang normal setelah imunisasi campak yang diberikan pada usia 9 bulan terkadang dapat menimbulkan dampak yang disebut KIPI (kejadian ikutan pascaimunisasi), seperti demam yang tidak tinggi atau timbul ruam, biasanya ringan dan dapat diberikan obat penurun.

Sebaliknya, anak yang tidak mendapat imunisasi campak, lanjut Rini, berisiko terkena penyakit campak yang dapat menjadi berat sakitnya, bahkan menimbulkan komplikasi seperti radang paru (pneumonia) atau radang otak (ensefalitis) dan harus dirawat di rumah sakit.

Lebih lanjut, Prof. Rini menekankan bahwa jika ada keterlambatan pemberian imunisasi pada anak masih tetap bisa diberikan.

“Tidak ada kata terlambat untuk pemberian imunisasi. Bahkan bila sudah diberikan imunisasi pertama misalkan DPT 1 lalu terlambat lebih dari jadwalnya, tetap dapat diberikan imunisasi selanjutnya dan tidak diulang dari awal lagi,” tegas dia.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan pada tahun ini baru empat provinsi yang cakupan imunisasinya lengkap, sedangkan sebanyak 13 provinsi selama tiga tahun terakhir tidak mencapai target cakupan minimal yakni 90 persen.

Anggota Satgas Imunisasi IDAI dr. Soedjatmiko mengatakan dalam webinar di Jakarta, Kamis, kurangnya cakupan imunisasi tersebut berujung pada kejadian luar biasa campak dan rubella di 31 provinsi dan 181 kabupaten pada 2025, dengan total lebih dari 2.000 kasus.

Baca juga: Dokter Ungkap Bahaya dan Alasan Kehamilan di Usia Remaja Tak Disarankan

Setiap tahunnya, lanjut dr Miko, 20-30 persen bayi dan balita Indonesia berisiko sakit berat hingga mengalami kecacatan, bahkan sampai meninggal, karena imunisasinya belum lengkap. Kemudian, hampir satu juta bayi Indonesia belum pernah mendapatkan imunisasi sama sekali.

"Padahal untuk bisa melindungi semua anak-anak itu minimal cakupan harus 90 persen, kalau bisa 95 persen. Artinya kalau ada 10 anak, sembilan semua imunisasinya lengkap," katanya.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.