Pekanbaru (ANTARA) - Di tengah deru pengeboman dan krisis kemanusiaan akut yang memburuk setiap hari, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya berhasil menyalurkan sekitar 280.000 liter bahan bakar ke Gaza—pengiriman pertama setelah 110 hari blokade total atas energi vital ini.
Bagi jutaan warga yang terjebak dalam perang, pengiriman ini ibarat secercah cahaya di tengah gelapnya keputusasaan. Namun, PBB memperingatkan: bantuan itu hanyalah "napas sementara" yang jauh dari cukup untuk mempertahankan layanan penyelamat nyawa seperti rumah sakit, ambulans, dan instalasi air bersih.
Baca juga: Jerman: Israel tak bisa lagi berdalih berantas terorisme di Jalur Gaza
“Tanpa bahan bakar dari luar, semuanya akan berhenti. Dan itu berarti kematian,” ujar Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Sementara bantuan terbatas itu berjuang mencapai wilayah Gaza tengah, kabel serat optik yang rusak memperparah kondisi. Tiga hari tanpa jaringan komunikasi membuat warga kehilangan akses informasi bantuan, dan tim penyelamat buta arah dalam mengkoordinasi pertolongan.
Ironisnya, meski Israel awalnya menyetujui perbaikan kabel, tim perbaikan kemudian dicegah bergerak—menambah daftar panjang hambatan kemanusiaan yang membuat nyawa menjadi taruhan politik dan birokrasi.
Baca juga: WHO: Masih ada 10.000 warga korban agresi Israel di Gaza terkubur reruntuhan