Istanbul (ANTARA) - PBB dan mitranya mengumumkan mereka sedang mencari dana sebesar 934,5 juta dolar AS (Rp15,47 triliun) untuk mendanai rencana penanganan krisis kemanusiaan Rohingya yang sedang berlangsung di Bangladesh.
Rencana untuk tahun 2025 tersebut bertujuan untuk mendukung hampir satu juta pengungsi Rohingya dan membantu lebih dari 390.000 warga Bangladesh yang rentan di komunitas tuan rumah, menurut laporan dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Senin (24/3).
Ini merupakan pertama kalinya Bangladesh menerapkan rencana tanggapan selama dua tahun, mencerminkan berlarut-larutnya krisis serta memburuknya kondisi di kamp-kamp pengungsian.
Anggaran yang diperluas itu menargetkan peningkatan ketahanan pangan, mengatasi masalah gizi buruk, serta meningkatkan keamanan. Prioritas utama mencakup peningkatan infrastruktur, pembangunan tempat tinggal sementara yang lebih aman, serta program ketahanan untuk mengurangi kerentanan pengungsi.
Penambahan anggaran itu juga akan membantu menangani kasus malnutrisi yang parah serta risiko perlindungan, sekaligus memastikan akses berkelanjutan terhadap bantuan pangan dan langkah-langkah keamanan di kamp-kamp.
Selain itu, rencana tersebut mencakup penyediaan peluang ekonomi, pengembangan keterampilan, serta solusi tempat tinggal sementara guna mengatasi kesenjangan pendanaan. Upaya ini juga mendukung repatriasi sukarela serta meningkatkan keamanan kamp melalui pelatihan penegakan hukum dan inisiatif keterlibatan komunitas.
Saat ini, sekitar 50.000 pengungsi baru telah melarikan diri dari kekerasan yang kembali terjadi di Myanmar -- negara tempat Rohingya menghadapi upaya genosida pada 2017 -- dan mereka membutuhkan perlindungan serta bantuan kemanusiaan segera.
PBB dan mitranya juga mendesak komunitas global untuk mempertahankan komitmen pendanaan mereka dengan memperingatkan bahwa tanpa dana yang memadai, jatah makanan dan layanan penting lainnya bisa mengalami pengurangan drastis.
Mereka menambahkan bahwa tanpa solusi politik jangka panjang, krisis Rohingya bisa memburuk, menyebabkan meningkatnya ketidakamanan dan ketidakstabilan regional yang lebih besar.
Direktur Jenderal Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Amy Pope mengatakan bahwa organisasinya seharusnya tidak berada dalam situasi pengungsian yang berlarut-larut hingga delapan tahun.
“Dan sekarang, jika kami berada dalam situasi di mana, jika kita menghadapi pemotongan dana sebagai organisasi, masyarakat Rohingya tidak akan makan, tidak akan mendapat perlindungan, atau kebutuhan dasar mereka tidak akan terpenuhi," katanya
Menyoroti memburuknya keamanan di kota Cox’s Bazar, ia memperingatkan: "Jika pendanaan dikurangi tanpa ada alternatif, orang-orang akan mati."
Sementara itu, Khalilur Rahman, perwakilan tinggi untuk penasihat utama dalam krisis Rohingya, menekankan tekanan akibat menampung lebih dari satu juta pengungsi dan menyerukan tanggung jawab internasional yang lebih besar.
Kepala UNHCR Filippo Grandi menegaskan kembali bahwa solusi yang langgeng terletak di Myanmar dan menekankan perlunya perdamaian di negara bagian Rakhine di Myanmar, tempat pengungsi Rohingya melarikan diri.
Dia memperingatkan konsekuensi dari kekurangan dana dengan mengutip lonjakan malnutrisi ketika Program Pangan Dunia mengurangi jatah.
“Ada korelasi langsung antara bantuan dan kelangsungan hidup,” tegasnya.
Baca juga: 832 pengungsi Rohingya di Pekanbaru agar dipindah
Baca juga: Pengungsi Rohingya di Pekanbaru kerap curi hasil kebun hingga bawa sajam, warga resah
Sumber: Anadolu