Akademisi: Indonesia berpotensi tinggi kembangkan industri dirgantara dalam negeri
Jakarta (ANTARA) - Profesor Bidang Aerodinamika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (FTMD ITB) Lavi Rizki Zuhal menilai Indonesia berpotensi tinggi dalam mengembangkan industri dirgantara dalam negeri.
Prof Lavi saat ditemui di Jakarta, Selasa, menekankan Indonesia dengan wilayahnya yang luas sangat berpotensi dapat mengembangkan industri dirgantara dalam negeri, terlebih dengan meningkatnya permintaan dunia di bidang kedirgantaraan.
"Potensinya sangat besar, terutama dengan adanya prediksi peningkatan aerospace dunia, dari 350 miliar dolar AS pada tahun ini, dan akan menjadi 790 miliar dolar AS pada 10 tahun mendatang," katanya.
Penerima Nurtanio Award Tahun 2024 itu menegaskan bahwa Indonesia harus mampu memaksimalkan potensi tersebut sebaik-baiknya, agar manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya juga turut menyambut upaya tersebut, salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan kapabilitas talenta riset dirgantara dalam negeri.
Salah satunya, kata dia, dengan menciptakan wadah besar, tidak hanya di bidang aktivitas riset, namun juga praktik kolaborasi dengan internasional, seperti industri dirgantara asal Turki, Türk Havaclk ve Uzay Sanayi A.. (TUSA).
"Kami memanfaatkan skema mobilitas periset, untuk kemudian bisa menciptakan skema kerja sama yang basisnya diawali dengan internship, yang basisnya co-development," jelasnya.
"Ini yang bisa kami lakukan untuk transfer knowledge dan transfer teknologi, secara sistematis bersama dengan belanja yang dilakukan oleh pemerintah kepada mitra," lanjutnya.
Di samping itu Handoko menekankan pihaknya juga berkoordinasi dengan industri dalam negeri, termasuk dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertahanan, sebagai pemasok kebutuhan industri atau offtaker di bidangnya.
"Saat ini bagaimana kita sama-sama memperkuat industri pertahanan, karena di industri itulah kini satu-satunya offtaker kita, khususnya di bidang kedirgantaraan," tutur Laksana Tri Handoko.
Prof Lavi saat ditemui di Jakarta, Selasa, menekankan Indonesia dengan wilayahnya yang luas sangat berpotensi dapat mengembangkan industri dirgantara dalam negeri, terlebih dengan meningkatnya permintaan dunia di bidang kedirgantaraan.
"Potensinya sangat besar, terutama dengan adanya prediksi peningkatan aerospace dunia, dari 350 miliar dolar AS pada tahun ini, dan akan menjadi 790 miliar dolar AS pada 10 tahun mendatang," katanya.
Penerima Nurtanio Award Tahun 2024 itu menegaskan bahwa Indonesia harus mampu memaksimalkan potensi tersebut sebaik-baiknya, agar manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya juga turut menyambut upaya tersebut, salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan kapabilitas talenta riset dirgantara dalam negeri.
Salah satunya, kata dia, dengan menciptakan wadah besar, tidak hanya di bidang aktivitas riset, namun juga praktik kolaborasi dengan internasional, seperti industri dirgantara asal Turki, Türk Havaclk ve Uzay Sanayi A.. (TUSA).
"Kami memanfaatkan skema mobilitas periset, untuk kemudian bisa menciptakan skema kerja sama yang basisnya diawali dengan internship, yang basisnya co-development," jelasnya.
"Ini yang bisa kami lakukan untuk transfer knowledge dan transfer teknologi, secara sistematis bersama dengan belanja yang dilakukan oleh pemerintah kepada mitra," lanjutnya.
Di samping itu Handoko menekankan pihaknya juga berkoordinasi dengan industri dalam negeri, termasuk dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertahanan, sebagai pemasok kebutuhan industri atau offtaker di bidangnya.
"Saat ini bagaimana kita sama-sama memperkuat industri pertahanan, karena di industri itulah kini satu-satunya offtaker kita, khususnya di bidang kedirgantaraan," tutur Laksana Tri Handoko.