Anggota Komisi VII DPR minta tinjau ulang kenaikan PPN jadi 12 persen

id Komisi VII DPR, Pajak pertambahan nilai, PPN 12 Persen

Anggota Komisi VII DPR minta tinjau ulang kenaikan PPN jadi 12 persen

Anggota Komisi VII DPR Daerah Pemilihan Riau 1 Hendry Munief. (ANTARA/dok)

Pekanbaru, (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RIHendry Munief meminta pemerintah meninjau ulang rencanakenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen karena mendapatkan penolakan lantaran dinilai memberatkan usaha mikro kecil menengah.

Anggota DPR asal Riau ini meminta agar kenaikan itu dipikirkan lagi oleh pemerintah jika ingin ekonomi Indonesia selamat setidaknya di tahun 2025 nanti. Saat ini, menurutnya, bukan saat yang tepat untuk menaikkan pajak di kala semua pihak berjuang menyelamatkan ekonomi nasional.

"Pasca COVID-19 ekonomi kita tidak bertumbuh. Itu dibuktikan dengan pendapatan pajak tahun 2024 yang tidak sesuai target. Jika tahun 2025 PPN dinaikkan, bukan ekonomi saja yang tidak bertumbuh, tapi Indonesia gagal jadi negara maju ke depannya," kata Hendry Munief dalam pernyataannya diterima di Pekanbaru, Ahad.

Dia menyebut peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, denganjumlahnya mencapai 99 persen dari keseluruhan unit usaha. Pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM mencapai sekitar 66 juta dan kontribusinya 61 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp9.580 triliun.

"Yang pertama merasakan dampak kenaikan pajak ini sektor UMKM. Baik sektor UMKM mandiri atau UMKM sebagai mitra dan instrumen pendukung industri skala besar. Logikanya ini akan mempengaruhi 61 persen pendapatan ekonomi nasional," kata Hendry Munief.

Ketua Forum Bisnis (Forbis) Riau ini menegaskan, efek lain dari kenaikan pajak yaitu menurunkan daya beli atau konsumsi masyarakat. Hampir 60 persen ekonomi Indonesia yang masih ditopang oleh sektor konsumsi, utamanya dari kelas menengah bawah yang sebagian karakternya "hobi belanja". Jadi dampak PPN ini bisa menurunkan konsumsi kelas menengah.

"Penurunan daya beli ini akan mempengaruhi kelas menengah, bahkan bisa membawa kelas menengah bawah turun kelas, menjadi kelas bawah. Faktanya dalam lima tahun terakhir kita kehilangan 9,48 juta kelas menengah. Kalau jadi dinaikkan, maka otomatis akan menambah kelas bawah. Dan ini bahaya untuk ekonomi kita, " kata Ketua Kapoksi Fraksi PKS Komisi VII ini.

Baca juga: Terima kunjungan Pengurus Genpro, Hendry Munief ajak kolaborasi dan sukses bersama

Dia menegaskan, kenaikan PPN Januari 2025 ini, bukan yang pertama dalam 5 tahun kenaikan PPN. Sebelumnya juga sudah terjadi kenaikan PPN 2022 dari awalnya sebesar 10 persen menjadi 11 persen dan tahun 2025 menjadi 12 persen.

"Kalau ditotal kenaikan PPN ini sebesar 20 persen dalam 5 tahun, jadi bukan 2 persen kenaikannya. Angkanya bener 2 persen tapi persentase kenaikannya adalah 20 persen," sebutnya.

Implikasi lain lanjutnya membuat harga produk akan meningkat jika pilihan dari perusahaan adalah mempertahankan tenaga kerjanya. Konsekuensinya adalah keuntungan dari sektor privat berkurang, dan pada gilirannya adalah investasi pada selanjutnya berkurang. Pada gilirannya juga pada penyerapan tenaga kerja yang turun pada periode selanjutnya.

"Sebaiknya pemerintah menunda kenaikan PPN ini, di tengah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia. Itu ditandai dengan deflasi 5 bulan berturut-turut, yang mengindikasikan hal tersebut. Masih ada instrumen lain untuk peningkatan pendapatan nasional yang lebih elegan dan tidak berisiko." tutupnya.

Baca juga: Anggota DPR : Kawal kebijakan Presiden terkait penghapusan utang UMKM agar tepat sasaran