Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru, Menjaga Iklim Investasi dan Nasib Buruh

id dewan pengupahan, kota pekanbaru, menjaga iklim, investasi dan, nasib buruh

Kota Pekanbaru mengalami kemajuan ekonomi dan pembangunan yang pesat dalam satu dasawarsa terakhir, yang membuatnya kini menjadi salah satu kota termasyhur di Pulau Sumatera bahkan di Indonesia. Ibukota Provinsi Riau,

yang pada bulan Juni 2014 akan berusia 230 tahun ini, ibarat sebongkah gula manis yang mengundang ribuan semut untuk mencicipinya.

Pekanbaru yang dahulu hanya sebuah bandar kecil ditepi Sungai Siak, kini menjadi kota metropolis yang mengandung magnet bagi para investor untuk menanamkan modalnya dalam sektor bisnis dan jasa. Puluhan hotel, restoran dan perkantoran tumbuh subur karena ditunjang dengan infrastruktur dan iklim investasi yang kondusif. Lapangan kerja pun bermunculan yang meningkatkan kesejahteraan dan daya beli masyarakat.

Kemajuan kota ini tidak lepas dari kecakapan pemerintah daerah setempat yang kini dipimpin oleh Wali Kota Pekanbaru Firdaus MT, dan Ayat Cahyadi sebagai Wakil Wali Kota. Bukan hal yang mudah untuk memimpin kota yang kini sedang melaju kencang disaat jumlah penduduknya sekitar 1 juta jiwa, yang membuatnya menjadi daerah dengan populasi terbesar di Riau.

Ya, Pekanbaru sebagai "tanah harapan" juga memiliki tantangan besar di masa depan. Laju pertumbuhan penduduknya rata-rata 3,9-4,18 persen per tahun, jauh diatas angka rata-rata nasional yang tidak sampai 3 persen per tahun.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini disumbangkan oleh laju migrasi yang tinggi. Dengan begitu, Pekanbaru adalah kota tujuan yang menarik bagi orang-orang yang tinggal di sekitarnya maupun dari provinsi lain.

Tingginya tingkat migrasi menunjukan makin banyak warga angkatan kerja yang kebutuhannya perlu diperhatikan oleh pemerintah, dengan tetap menjaga iklim investasi tetap menarik bagi pelaku usaha untuk terus membuka lapangan

kerja di Pekanbaru. Sebab, aspek ketenagakerjaan menjadi perhatian utama bagi investor untuk menanamkan modal di suatu daerah.

Kita bisa melihat apa yang terjadi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang dalam beberapa tahun terakhir iklim investasinya terus memburuk akibat masalah buruh dengan perusahaan. Rentetan demonstrasi buruh besar-besaran dan dibarengi aksi mogok kerja kerap melanda Batam, yang akhirnya membuat banyak perusahaan menutup pabrik mereka untuk hengkang dari sana.

Demonstrasi yang awalnya sebagai media untuk menyuarakan aspirasi buruh yang selama ini tersumbat untuk memperjuangkan nasib mereka, malah menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku bisnis dan calon investor.

Kondisi di Pekanbaru memang masih jauh dari yang terjadi di Batam, namun potensi tersebut tetap ada. Salah satu solusi bagi Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menjembatani kepentingan buruh-pengusaha adalah melalui Dewan Pengupahan.

Pada akhir Mei lalu, Wali Kota Pekanbaru Firdaus MT telah melantik 19 pengurus Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru periode 2014-2017. Bagi Wali Kota Firdaus, Dewan Pengupahan ibarat sebuah jembatan yang harus kokoh untuk menjaga keseimbangan kepentingan pelaku bisnis dan kepentingan buruh. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menjamin agar setiap warganya yang menjadi pekerja mendapat gaji yang layak, dengan tetap mencegah terdistorsinya pasar dan iklim usaha.

"Keberadaan Dewan Pengupahan sangat penting dan strategis dalam dunia hubungan industrial, karena fungsi yang terpenting dari Dewan Pengupahan untuk menetapkan lalu mengusulkan upah yang pantas kepada Pemerintah agar

ditetapkan menjadi Upah Minimum kota Pekanbaru," kata Firdaus saat melantik 19 pengurus Dewan Pengupahan di Aula Walikota Pekanbaru, Rabu (28/5).

Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 menjelaskan, Dewan Pengupahan didefinisikan sebagai suatu lembaga non-struktural yang bersifat tripartit. Peraturan itu mengamanatkan agar Dewan Pengupahan tidak hanya dibentuk di

tingkat Nasional, melainkan juga perlu adanya Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Tujuannya adalah untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 98 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Intinya, Dewan Pengupahan berwenang untuk memberikan saran, pertimbangan, masukan, serta rekomendasi

kepada pemerintah dalam menetapkan besaran upah minimum setiap tahunnya.

Dengan begitu, penentuan maupun penyesuaian upah buruh dapat dibahas melalui musyawarah secara damai tanpa perlu buruh menggelar demonstrasi dan aksi mogok kerja. Lembaga tersebut menjadi wadah komunikasi dan konsultasi antara serikat buruh, pemerintah, dan asosiasi pengusaha dalam rangka memecahkan masalah ketenagakerjaan, perburuhan yang termasuk dalam pengawasannya, dengan harapan bisa terciptanya ketenangan berusaha dan ketenangan bekerja.

Guna menciptakan ketanangan kerja itu, maka setipa proses penetapan upah minimum harus diawali dengan melakukan survey yang dilaksanakan secara bersama oleh unsur tripartit yang terdiri dari pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah, melalui Dewan Pengupahan. Dalam penetapan upah minimum itu, Dewan Pengupahan harus melakukan survei pasar mengenai harga terhadap 46 komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Menurut Firdaus, Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru harus proaktif dalam mengkaji kenaikan UMK yang bisa menyelaraskan semua kepentingan tanpa ada yang harus dirugikan. "Kenaikan UMK yang drastis akan merugikan dunia usaha begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu penetapan UMK harus dilakukan secara makro dan diketahui oleh semua pihak, baik itu dunia usaha, para buruh, dan Pemerintah," katanya.

Hal senada juga diutarakan oleh Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi, bahwa Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru yang baru ssaja dilantik diharapkan mampu menghasilkan solusi kongkret tentang kenaikan upah tanpa harus

menimbulkan persoalan yang muncul dikemudian hari.

"Dewan Pengupahan harus dapat memberikan solusi terbaik untuk pemerintah Kota Pekanbaru dalam membahas dampak dari berbagai persoalan, yang berhubungan langsung dengan upah para buruh. Seperti persoalan kenaikan harga sembako sebagai dampak kenaikan UMK," kata Ayat Cahyadi.

Ketua Dewan Pengupahan Pekanbaru, Jhoni Sarikun, menyatakan pihaknya siap menjalankan tugas untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah dalam menentukan besaran UMK, sekaligus menjembatani kepentingan buruh-pengusaha untuk menjaga iklim investasi Pekanbaru tetap kondusif.

Pada prinsipnya ia mengatakan, UMK Kota Pekanbaru yang kini mencapai Rp1.775.000 per bulan dipastikan bakal meningkat lagi. Karena itu, Dewan Pengupahan akan tetap menunggu hasil dari rapat Dewan Pengupahan Provinsi Riau dalam penentuan Upah Minimum Provinsi dan menyesuaikannya dengan kondisi daerah dalam perumusan UMK Pekanbaru selanjutnya.

"Dewan pengupahan ini akan melakukan survei kelapangan terhadap kebutuhan-kebutuhan sehari-hari seorang lajang, ada banyak komponen yang disurvei untuk menetapkan berapa sebenarnya kebutuhan hidup layak di Pekanbaru, biasanya angka UMK tidak jauh beda dari KHL yang kita rekomenasikan," kata Jhoni Sarikun.

(Advertorial/FB Anggoro)