Pekanbaru, (Antarariau.com) - Guru Besar Lingkungan Hidup Universitas Riau (UNRI) Prof Adnan Kasri menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap keberadaan lembaga nonpemerintah World Wildlife Fund (WWF) tidak hanya di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), tetapi di Indonesia.
"Kita perlu mengevaluasi keberadan WWF. Bukan hanya Tesso Nilo, tetapi seluruh kegiatannya di Indonesia terutama menyangkut dengan hutan lindung seperti taman nasional, suaka alam dan lain sebagainya," kata Adnan di Pekanbaru, Sabtu.
Menurut dia, tidak pantas jika pemerintah khususnya Kementerian Kehutanan (Kemehut) menyampaikan rasa kekecewaan pada kinerja WWF yang sebelumnya ditunjuk sebagai pengelola Tesso Nilo secara kolaboratif sejak tahun 2004.
Indonesia seharusnya mengucapkan rasa terimakasih kepada pihak asing terutama WWF karena telah membantu menjaga hutan lindung, sebab yang lebih diuntungkan bukan hanya negara ini, tetapi negara-negara di dunia.
Kehadiran WWF di Indonesia sebenarnya untuk kepentingan dunia karena menyangkut dengan hutan cukup besar dan tersisa saat ini hanya ada pada tiga negara yang merupakan paru-paru dunia yakni di Indonesia, Brasil dan Kongo.
"Jadi kalau menteri kehutanan (menhut) menyatakan kecewaannya pada media, saya kurang bisa memahami rasa kecewa itu. Tesso Nilo di Riau kan, merupakan taman nasional dan harus bertanggung jawab penuh Kemenhut, bukan WWF," katanya.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pekan lalu mengaku kecewa dengan pengelolaan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau yang dilakukan oleh organisasi World Wildlife Fund karena cagar alam tersebut telah dirambah para petani sawit secara liar.
"Pengelolaan Tesso Nilo oleh WWF saya akui kurang berhasil. Cagar alam ini kan rumahnya berbagai satwa seperti beruang, gajah Sumatra malah dirusak dan ditanami sawit juga. Sudah 50.000 hektare yang dirambah. Sekarang saya tertibkan semua," ucapnya.
Seperti diketahui, awalnya luas TNTN 38.576 hektare berdasarkan surat keputusan menhut No.255/Menhut-II/2004. Lewat inisiatif WWF, kawasan itu diperluas menjadi 83.068 hektare dengan memasukkan areal hutan produksi terbatas yang berada di sisinya.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan No.663/Menhut-II/2009 dan kemudian TNTN dikelola secara kolaboratif antara Kementerian Kehutanan (Kemehut) khususnya Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan bersama WWF.
Namun berdasarkan analisis citra landsat tahun 2012 menunjukkan hutan alam di TNTN sudah hilang sekitar 64 persen, sementara pada areal perluasan hutan yang hancur akibat aksi perambahan liar telah mencapai 83 persen.
Tesso Nilo juga dikenal sebagai habitat bagi beraneka ragam jenis satwa liar langka seperti Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), berbagai jenis Primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang.