Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian mendorong para pelaku industri kecil menengah (IKM) di sektor kerajinan batik untuk menggunakan pewarna alam ramah lingkungan, sehingga bisa menarik minat generasi Z atau milenial, mengingat potensi pasar di segmen ini cukup besar.
"Oleh karena itu, kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita di Jakarta, Selasa.
Menurut Dirjen IKMA, penggunaan pewarna alam ramah lingkungan, merupakan bentuk adaptasi pelaku IKM batik tanpa mengesampingkan pakem sejarah pembuatan. Hal tersebut dikarenakan para generasi Z menyukai konsep fesyen yang berkelanjutan dan inklusif, sehingga perlu transisi metode perajin batik guna memanfaatkan potensi pasar di segmen anak muda.
Konsep ini, lanjut Reni, mengedepankan nilai-nilai dari seluruh aspek atau pihak yang terlibat dalam industri tersebut, seperti aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta bisa diaplikasikan di berbagai rantai pasok, misalnya di sektor produksi (hulu) yaitu dengan menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Sementara di sektor hilir, dengan memanfaatkan limbah sisa produksi fesyen.
"Dengan mengedepankan konsep berkelanjutan tersebut, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah,” katanya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan guna memacu penggunaan pewarna alam batik untuk mendominasi pasar Gen Z, pada 13-17 Juli 2024, pihaknya bersinergi dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) menggelar program pendampingan teknis produksi pewarnaan alam di Sentra IKM Batik Tasikmalaya
Acara tersebut juga merupakan bagian kegiatan yang diadakan dalam rangka menyambut Hari Batik Nasional yang digagas dan dilaksanakan bersama YBI. Sebanyak 25 peserta perajin batik diberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik pewarnaan alam, sekaligus cara pemasaran batik.
Ia mengatakan penggunaan warna alam di industri batik membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang. Hal terpenting dalam penggunaan zat warna alam, yaitu adanya pencatatan hasil warna yang dihasilkan dari komposisi bahan baku yang tepat.
“Inilah tantangannya, bagaimana bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Industri Aneka dan IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan Kemenperin Alexandra Arri Cahyani mengungkapkan, selain pengenalan pewarna alam, para peserta pelatihan juga diberikan materi terkait permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), cara pembuatan Nomor Induk Berusaha (NIB), dan potensi diversifikasi produk.
"Ditjen IKMA juga memberikan fasilitasi mesin peralatan yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok perajin di Sentra IKM Batik Kota Tasik, yaitu berupa peralatan pembuatan pasta warna alam dan kompor batik listrik,” kata dia.
Baca juga: Membangun Kepulauan Meranti dengan sagu
Baca juga: Kemenperin boyong 11 IKM kerajinan ikut serta dalam pameran ke Jerman
Berita Lainnya
UNIFIL berduka atas tewasnya petugas penjaga perdamaian akibat tabrakan di Lebanon
16 November 2024 16:25 WIB
Indonesia mulai integrasikan bioenergi dan CCS guna kurangi emisi karbon
16 November 2024 16:10 WIB
Presiden China Xi Jinping ajak anggota APEC promosikan ekonomi inklusif
16 November 2024 15:57 WIB
Mike Tyson kalah dari Paul Jake dalam pertarungan selama delapan ronde
16 November 2024 15:49 WIB
BPBD DKI sebut genangan banjir rob di Jakarta Utara mulai berangsur turun
16 November 2024 15:25 WIB
Ketua MPR Ahmad Muzani lelang 1 ton sapi untuk disumbangkan korban Gunung Lewotobi
16 November 2024 15:10 WIB
Presiden Prabowo: APEC harus jadi model solidaritas dan kolaborasi Asia Pasifik
16 November 2024 14:49 WIB
Nelayan di Flores Timur NTT mulai lakukan aktivitas memancing
16 November 2024 14:01 WIB