Pekanbaru, (Antarariau.com) - Badan Pengawas Pemilihan Umum Riau kembali menelan kekecewaan atas penguatan vonis bebas terhadap calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) setempat atas nama Maimanah Umar dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi setempat.
"Kami kecewa dengan ditolaknya banding Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau di PT Pekanbaru. Walau demikian, kita harus tetap hormati proses hukum," kata komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Riau, Rusidi Rusdan di Pekanbaru, Jumat.
Perjalanan kasus Maimanah Umar sendiri dilakukan bersamaan dengan putrinya Maryenik Yanda, calon anggota legislatif (caleg) DPRD Provinsi Riau daerah pemilihan Kampar.
Awal persidangan, keduanya dituntut hukuman oleh JPU Hasnah SH selama enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Selain itu, keduanya juga dikenakan hukuman denda sebesar Rp10 juta atau subsidair enam bulan.
Namun pada vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai JPL Tobing menyatakan, Maimanah Umar bebas dari dakwaan jaksa. Sedangkan putrinya dijatuhi hukuman selama empat bulan dengan delapan bulan masa percobaan.
Hal ini membuat JPU Kejati Riau mengajukan banding ke PT Pekanbaru. Kemudian, pada Kamis (22/5), PT Pekanbaru kembali menguatkan keputusan vonis bebas tersebut.
"Ya kemarin sore kami telah terima salinan putusan PT Pekanbaru atas pemohonan banding terhadap putusan vonis Maimanah Umar dan putrinya Maryenik Yanda. Dalam amar putusannya, PT Pekanbaru menguatkan putusan vonis dari kita," terang Panitera Muda (Panmud) Pidana PN Pekanbaru, Efrizal SH.
Rusidi Rusdan menyatakan Kekecewaannya menjadi semakin besar oleh putusan PT tersebut. Karena dari awal di tingkat PN, ia menilai putusannya aneh karena tuntutan kepada dua terdakwa sama, tapi vonis berbeda.
"Ini tuntutannya sama, tapi kenapa hukumannya berbeda. Jangan-jangan sudah ada yang mempolitisir kasus ini," katanya.
Ia menegaskan, Bawaslu Riau telah berupaya dengan keras melakukan fungsi pengawasan hingga proses yang tertinggi. "Namun, apa mau dikata, itulah realitas pemilu kita," ujarnya.
Meski demikian, pihaknya mengatakan kasus tindak pidana pemilu masih tetap ada di tingkat kabupaten/kota. Contoh, katanya, kasus joki pemilu di Kota Pekanbaru masih tetap diproses.