Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyampaikan bahwa dalam penyelesaian sengketa pertanahan, pihaknya selalu mengedepankan mediasi guna menyelesaikan konflik yang terjadi.
Dalam Kunjungannya di Bogor, Senin, AHY menjelaskan hal itu karena penyelesaian sengketa tanah di Indonesia tak hanya melibatkan lembaga yang dipimpinnya saja, melainkan juga kementerian lain yang kebetulan memiliki kewenangan di lahan yang dipermasalahkan.
Menurut dia, dari sengketa yang didata oleh Kementerian ATR/BPN, rata-rata permasalahan yang terjadi di lapangan yakni adanya 'tumpang tindih' kepemilikan sertifikat tanah.
"Dari urusan tumpang tindih lahan warga sesama warga bersengketa, antar warga dengan perusahaan atau korporasi, antara warga dengan pemerintah, lalu tiba-tiba ada yang tumpang tindih dengan aset negara, belum lagi kita bicara seringkali ada yang masih masuk ke kawasan hutan, dan ini yang perlu kita juga tengahi, mediasi," ucapnya.
Lebih lanjut AHY mengatakan, penggunaan prinsip mediasi dilakukan kepada masyarakat yang memiliki kepemilikan dari tanah itu, namun tidak dengan mafia tanah.
Ia menyampaikan pihaknya berkomitmen untuk terus memberantas dan memberikan sanksi tegas kepada mafia tanah agar persoalan terkait pertanahan di Indonesia dapat diminimalisasi.
"Saya ingin sekali kita sama-sama semakin kuat, semakin tegas menghadapi dan memberantas mafia tanah karena banyak sekali korbannya, dan ini mengerikan sekaligus juga tidak berperi kemanusiaan," kata dia.
Sebelumnya AHY mengatakan perlu kerja sama lintas sektoral untuk memberantas mafia tanah di Indonesia.
Menurut dia, urusan pertanahan merupakan hal yang kompleks dan meliputi berbagai aspek, mulai dari wilayah hutan, laut, serta pantai.
Sehingga ia menilai penanganan masalah mafia tanah perlu bantuan dari instansi lain supaya pemberantasannya lebih optimal.