Artikel: Reservoir Solusi Cegah Karhutla Riau

id artikel reservoir, solusi cegah, karhutla riau

Artikel: Reservoir Solusi Cegah Karhutla Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Peneliti dari Universitas Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat, Rasmi RS St, MSi menyarankan Pemerintah Provinsi Riau agar membangun reservoir atau tempat penampungan air di daerah rawan kebakaran untuk mengantisipasi cuaca ekstrim atau kemarau.

"Cuaca ekstrim dapat dimaknai dengan perubahan cuaca yang cenderung luar biasa, baik suhu yang meningkat atau pun curah hujan yang tinggi," kata Rasmi R.

Saran demikian disampaikannya terkait untuk kesekian kalinya sejak tahun 1997, kebakaran hutan dan lahan di Riau terus terjadi. Bahkan sejak dua bulan terakhir hingga kini luas Karhutla hingga menghantam Cagar Biosfer di Riau mencapai 18.752 Hektare. Namun pemadaman secara bertahap bisa dilakukan.

Menurut lulusan S2 Universitas Bung Hatta, Padang, Sumbar jurusan pengelolaan sumberdaya perairan, pesisir dan kelautan itu, kalau suhu yang tinggi seringkali menyebabkan kebakaran pemukiman, hutan atau perkebunan, namun sebaliknya kalau curah hujan yang tinggi akan menyebabkan banjir bandang atau tanah longsor.

Lalu bagaimana menyikapi dan meminimalisir bencana yang timbul oleh suhu yang tinggi khusus untuk daerah provinsi Riau yang kini dilanda suhu panas --hingga kebakaran hutan dan lahan terjadi--. Untuk itu perlu dilihat potensi energi yang ditimbulkannya.

"Karena itu upaya yang bisa dilakukan bermacam-macam di antaranya membangun reservoir atau tempat penampungan air di daerah rawan kebakaran, kalau terjadi kebakaran kita hanya tinggal memompa air tersebut," katanya.

Atau, katanya lagi, jika perlu dibangun helipad di tengahnya agar mudah mengangkat air untuk pemadaman api. Ia menjelaskan secara alami panas adalah energi yang ditimbulkan oleh sinar matahari, dan energi tersebut bisa dimanfaatkan untuk meredam kebakaran yang terjadi atau pun yang sedang terjadi.

Sedangkan cara menangkap energi tersebut adalah dengan menggunakan panel surya sebagai penggerak pompa air untuk penanggulangan kebakaran terutama di tempat terpencil.

"Akan tetapi memang diperlukan program jangka panjang yang harus dilakukan mencegah kebakaran hutan yaitu, sosialisasikan dampak kebakaran hutan bagi lingkungan, seperti kekurangan pangan karena berkurangnya debit air irigasi atau kekurangan air bersih," katanya.

Bagian upaya lainnya adalah dengan menciptakan ketergantungan bahan pangan masyarakat terhadap hutan, selain membangun dan mensosialisasikan sistem hujan buatan dengan menggunakan sprinkler untuk daerah yang dialiri listrik atau dari energi panas matahari (panel surya) bagi daerah yang terpencil.

Untuk daerah hutan yang berbukit dapat menggunakan tekanan air dari sumber yang tinggi.

"Sebab diketahui bahwa terik matahari pada suhu tinggi sangat berpotensi sebagai pembangkit daya listrik sebagai penyeimbang antara energi yang lepas dan yang dapat meredam suhu tinggi. Kenapa harus begitu, karena Tuhan telah menciptakan keseimbangan, namun yang merusak adalah manusia," ujarnya.

Untuk itu, tambahnya, perlu dicermati potensi dari suhu yang ekstrim guna memicu keseimbangan alam, disamping membuat suatu program sosialisasi pemanfaatan panas matahari dengan menggunakan panel surya sebagai suplai energi masyarakat.

Kejadian Luarbiasa

Sementara itu Riau sejak dua minggu terakhir dengan kondisinya sudah sangat luar biasa menjadi "darurat pencemaran udara" menyusul penderita ISPA mencapai 55 ribu orang lebih.

Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kabut Asap Riau yang sudah menjatuhkan bom air sebanyak belasan ribu liter di kawasan lahan terbakar di sejumlah wilayah kabupaten/kota. Bahkan hujan buatan pun terus diupayakan untuk memadamkan api.

"Kebakaran hutan secara luas di Provinsi Riau telah menyebabkan pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi sekaligus mengancam keselamatan kehidupan manusia dan lingkungan hidup," kata Konsultan Lingkungan Riau, Komala Sari, ST, M.Si.

Menurut Komala --yang sedang menyelesaikan program doktoral ilmu lingkungan UNRI-- ancaman ini muncul karena asap biomassa yang keluar akibat kebakaran hutan mengandung berbagai komponen yang berbahaya, yang terdiri dari gas maupun partikel-partikel.

Ia menyebutkan komponen gas yang besar peranannya mengganggu kesehatan adalah karbon monoksida (CO) dan Aldehid.

Selain itu akibat merugikan dari ozon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon sebagai dampak Karhutla itu. Dalam kebakaran hutan, berbagai jenis zat dapat terbang jauh dan dalam transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau berubah menjadi partikel seperti spesies nitrat dan oksigen organik.

"Partikulat dalam asap kebakaran hutan punya peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan manusia," katanya dan menambahkan bahwa partikulat berukuran kecil paling berpotensi besar mengancam kesehatan, yaitu PM 10, PM 2,5, PM 1,0 atau Total Suspended Particulate (TSP).

Parahnya, katanya lagi, kabut asap akibat kebakaran hutan yang berlangsung lama ini, maka dapat diperkirakan, banyak komponen polutan utama biomassa yang dihirup oleh manusia.

Secara ekologi dampak karhutla itu telah mengganggu fungsi hidrologi hutan padahal hutan mempunyai peranan penting terkait fungsi hidrologi seperti meningkatkan curah hujan, aliran sungai, mengatur fluktuasi aliran sungai meningkatkan aliran rendah musim kemarau, mengurangi erosi, mengurangi banjir, meningkatkan mutu pasokan air," katanya.

Selain itu gangguan terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan yakni hilangnya --akibat terbakar--sejumlah spesies karena asap terperangkap dan mengepung mereka dari segala penjuru. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir.

"Mirisnya kebakaran hutan juga telah mengakibatkan perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan. Fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi," katanya.

Dampak lainnya, katanya lagi, dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut. Kebakaran hutan juga menyebabkan perubahan kualitas air karena faktor erosi yang muncul di bagian hulu.

Bagian lainnya, tebalnya asap juga mengganggu pertumbuhan ekosistem terumbu karang, karena tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan dan mengakibatkan terumbu karang dan beberapa spesies lainnya terhalang melakukan fotosintesa.

Sementara itu, UU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengisyaratkan bahwa, setiap orang wajib menjaga lingkungan hidup termasuk pemilik lahan juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab menjaganya.

"Jadi tidak ada alasan membakar hutan secara sengaja atau tidak, pelaku pembakaran hutan dan lahan di Riau bisa diproses hukum dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar, jika pembakaran tersebut menimbulkan korban jiwa," katanya.

UNRI Petakan Masalah

Pembantu Rektor IV Universitas Riau (UNRI), Dr Adhi Prayitno mengatakan perguruan tinggi negeri Riau ini bersama pakar internasional dari Kyoto University melakukan pemetaan masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang dampaknya sangat merugikan masyarakat di bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan.

"Secara ekonomi dampak Karhutla, Riau mengalami kerugian belasan triliun lebih sedangkan pada masalah kesehatan penduduk provinsi ini pada jangka panjang akan mengalami gangguan paru-paru," kata dia di sela seminar internasional solusi tuntas bencana asap, dengan tema "aksi nyata dan prioritas penelitian pengendalian kebakaran di gambut, di Pekanbaru, Jumat.

Dalam kerja sama tersebut, menurut Adhi, pakar gambut dari Kyoto University yakni Prof Dr. K Mizuno justru telah melakukan penelitian di daerah Tanjung Uban tentang rawa gambut gersang.

Ia mengatakan dalam penelitian tersebut K Mizuno memberikan saran antara lain rawa gambut gersang yang sangat rawan terbakar maka perlu diberikan penyiraman dengan teknologi sederhana.

"Hasil penelitian pakar internasional ini, ke depan akan memberikan solusi konkrit tuntaskan bencana asap di Riau katanya dan menambahkan Karhutla Riau yang telah terjadi sejak 1997 diharapkan pada tahun mendatang tidak akan terulang lagi.

Ia memandang bahwa untuk menghentikan kasus Karhutla ini diperlukan penegakkan hukum dengan menekan semua perusahaan besar dan kecil di Riau harus mematuhi aturan agar tidak membakar lahan.

Disamping itu, katanya lagi, sosialisasi juga perlu digencarkan ke masyarakat agar meningkatkan kepedulian dalam menjaga kelestarian hutan.

Kerugian Rp10 triliun

Wakil Ketua Umum Bidang Ekonomi dan Kerja sama Internasional Kamar Dagang dan Industri Provinsi Riau, Viator Butar Butar SE, MA, PhD menyebutkan, dampak kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan mengakibatkan Riau mengalami kerugian sekitar Rp10 triliun lebih.

"Kerugian sebesar Rp10 triliun tersebut muncul antara lain akibat penurunan produktivitas usaha, mobilisasi barang dan orang melalui transportasi darat, udara, dan laut yang tertunda dan terganggu akibat kabut asap itu," katanya.

Kabut asap di Riau sudah masuk dalam kejadian luar biasa, karena tujuh kabupaten/kota di daerah ini sudah menyatakan daerah mereka dalam status tanggap darurat.

Menurut Viator, bila dihitung PDRB Riau setiap tahun yang mencapai Rp342,69 triliun lebih, diperkirakan dalam sebulan saja terjadi gangguan aktivitas usaha sebagai dampak kabut asap, berarti 30 persen dari total produktivitas dikalikan dengan Rp342,69 triliun PDRB Riau menimbulkan kerugian sebesar Rp10 triliun tersebut. Dan 55 ribu jiwa terkena ISPA.

Oleh karena itu, sudah lah dampak luar biasa akibat Karhutla yang terjadi sangat luar biasa itu, maka Presiden SBY harus membantu Riau dengan cara-cara yang luar biasa pula.

"Cara-cara luar biasa ini diperlukan karena penanggulangan kabut asap di Riau dalam sebulan terakhir masih biasa-biasa saja, sedangkan pencemaran udara pada beberapa wilayah di Riau sudah berbahaya dengan ISPU bahkan jauh di atas 300, dan ini mengancam keselamatan manusia," katanya.

Pendidikan Masyarakat

Viator Butar Butar memandang bahwa pemerintah perlu memberikan pendidikan pada masyarakat tentang akibat pembakaran lahan sekaligus pelarangan pembakaran "Zero Burning Policy".

"Pendidikan ini diperlukan agar kasus Karhutla di Riau tidak berulang sepanjang tahun karena kerugian yang dialami kini cukup besar dan dampaknya sangat luar biasa terhadap alam, pendidikan, investasi, kesehatan dan perekonomian," katanya.

Presiden SBY telah mengambil alih kempimpinan dalam upaya pemadaman api di Riau dengan menargetkan lenyapnya api selama tiga pekan dalam penanganan darurat asap saat ini harus diarahkan pada pemadaman secepatnya.

Selain itu penindakan tegas kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dan HTI yang terbukti melakukan pembakaran untuk pembukaan lahan dan atau gagal menjaga kebakaran pada lahan yang mereka kuasai itu.

Penindakan dan penegakkan hukum harus mencapai pimpinan tertinggi dan pemodal yang bertanggung jawab, tidak bisa hanya pada level operasional manajemen perusahaan saja.

"Dari sisi masyarakat sipil supaya dilakukan gugatan "Class Action" kepada perusahaan besar yang terbukti membakar dan atau gagal menjaga dari kebakaran atas lahan yang mereka kuasai," katanya.

Ini perlu untuk menambah efek jera ke depannya dan Indonesia membutuhkan investasi yang peduli keseimbangan terhadap lingkungan.

KADIN Riau, katanya kasus Karhutla Riau memang sudah terjadi dengan sangat lar biasa dan tentunya membutuhkan cara-cara yang luar biasa untuk menghentikannya, oleh karena itu keseimbangan dan keserasian lingkungan penting dijaga dan dipertahankan dalam pengembangan bisnis tentunya.