Selatpanjang (ANTARA) - Belakangan beredar soal isu oknum kiai berinisial MM (50) di Kabupaten Kepulauan Meranti melakukan dugaan pencabulan terhadap salah anak seorang santriwati di bawah umur.
Kasus ini terungkap setelah sepekan lalu beredar tentang informasi tersebut di media sosial. Oknum kiai ini merupakan pemilik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an Desa Mantiasa, Kecamatan Tebingtinggi Barat.
"Isu ini sudah bergulir satu minggu. Namun penyidikan dan penyelidikan masih berjalan," ungkap Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Andi Yul LTG dalam konferensi pers di Polsek Tebingtinggi, Selatpanjang, Selasa.
Kapolres Andi membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan tersebut pada 13 Maret 2023 yang dilaporkan oleh orang tua korban. Saat pemeriksaan, penyidik mengumpulkan alat bukti dan dilakukan gelar perkara terhadap MM.
"Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, kami harus memenuhi dua alat bukti untuk membuktikan dugaan tersangka yang dilaporkan. Hasilnya, kuat dugaan MM melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur, sehingga dilakukan penahanan pada 21 Maret 2023," jelas Andi.
Saat ini MM telah mengakui perbuatan keji yang dilakukan terhadap anak didik yang menimba ilmu di Ponpes-nya. Menurut keterangan MM, kata Andi, aksi itu dilakukan didasari dengan sejumlah motif.
Sebelumnya, perbuatan dugaan pencabulan ini sudah sebanyak sembilan kali dilakukan MM, sejak Jumat3 Februari sampai dengan 22 Februari 2023.
MM memberikan sejumlah uang kepada korban dengan menjanjikan dan menggratiskan biaya perpisahan, karena korban saat itu sudah menginjak kelas 3 SMA. Selain itu, MM juga akan memberikan kemampuan atau ilmu menyembuhkan orang lain yang kesurupan kepada korban.
"Tersangka melakukan (pencabulan) itu dengan motif memanfaatkan jasa orang lain. Artinya, korban itu dijadikan pembantu di rumahnya dengan menjanjikan akan meringankan biaya sekolahnya. Kemudian korban dijanjikan ilmu atau kemampuan untuk mengobati orang sakit," jelas Kapolres Andi.
"Atas perkara itu, tersangka disangkakan Pasal 82 ayat 1 dan 2 Jo Pasal 76E tentang UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal pidana penjara 20 tahun," lanjut Andi.
Terbongkarnya kasus dugaan pencabulan ini setelah korban bercerita tentang peristiwa kelam yang dialami kepada bibinya, yang merupakan salah seorang tenaga pengajar di sekolah Ponpes tersebut.
Korban diminta untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya selama di pondok pesantren. Tanpa pikir panjang, paman korban (salah seorang ASN di Pemkab Meranti) memanggil orang tua korban yang berada di Kecamatan Rangsang Pesisir untuk datang ke Selatpanjang.
Pihak keluarga yang tidak terima atas perlakuan terhadap korban, akhirnya melaporkan pengasuh Ponpes tersebut kepada aparat Polres Kepulauan Meranti agar diproses hukum.
Berita Lainnya
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB
Sejumlah Produk Kosmetik Dan Makanan Kadaluarsa Disita Pihak Polres Bengkalis
16 December 2016 23:15 WIB