Jakarta (ANTARA) - Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) meluncurkan perangkat khusus ke luar angkasa untuk mempelajari partikel debu serta potensinya pada iklim di dunia.
Adapun perangkat itu bernama Earth Surface Mineral Dust Source Investigation (EMIT) yang telah diluncurkan menggunakan pesawat ruang angkasa SpaceX Dragon dari Kennedy Space Center pada Kamis (14/7) waktu setempat.
Mengutip The Verge, Sabtu, NASA tertarik meneliti lebih dalam mengenai debu karena partikel tersebut memiliki kekuatan yang besar di atmosfer bumi karena bisa memerankan peran ganda entah sebagai penyebab dingin ataupun panas.
“EMIT diciptakan mempelajari debu mineral karena saat ini merupakan elemen yang tidak diketahui,” ujar peneliti utama EMIT Robert Green.
Salah satu alasan mengapa debu perlu dipelajari secara mendalam karena rupanya partikel debu terdiri dalam berbagai macam warna.
Misalnya seperti debu berwarna merah berpotensi memiliki kandungan zat besi, lalu debu yang mengandung tanah liat biasanya memiliki warna yang lebih cerah.
Partikel debu yang lebih ringan dinilai akan memantulkan sinar matahari, membantu mendinginkan planet ini.
Dari spektrum yang berlawanan, partikel debu gelap justru akan menyerap energi matahari dan memiliki efek pemanasan.
Dengan perubahan iklim yang telah memanaskan keadaan hingga tingkat berbahaya bagi kehidupan di Bumi, para ilmuwan benar-benar ingin tahu apakah debu membantu atau mengganggu upaya menstabilkan suhu global.
Maka dari itu para peneliti menghadirkan EMIT sehingga partikel debu dapat dipelajari dengan lebih mendalam menggambarkan pencitraan yang lebih luas dari atas Bumi.
EMIT akan mengumpilkan lebih dari satu miliar sampel pengukuran selama satu tahun ke depan mengambil komposisi debu di seluruh dunia.
Hal itu diharapkan dapat membantu peneliti mengukur spektrum cahaya yang dipantulkan debu dari permukaan Bumi.
Dengan demikian jumlah partikel debu gelap atau partikel debu ringan bisa terlihat dari segi porsinya berada di muka Bumi.
“Kami ingin mengirim [EMIT] karena kesenjangan dalam pengetahuan kami, ini terkait dengan iklim sekarang dan di masa depan, dan itu akan memungkinkan kami untuk memiliki informasi yang lebih baik untuk beradaptasi dengan perubahan iklim,” kata Robert.
Di luar perubahan iklim, data EMIT juga akan digunakan untuk mempelajari fenomena lain di Bumi yang dipengaruhi oleh debu.
Misalnya seperti fakta bahwa debu dapat melakukan perjalanan ribuan mil dari Afrika Utara ke hutan hujan Amazon, di mana ia menyediakan nutrisi bagi tanaman.
Debu juga memiliki andil dalam pembentukan awan, kualitas udara, dan bahkan ketersediaan air.
Orbit Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) di sekitar planet Bumi dinilai sangat ideal untuk pengukuran debu karena ia berputar di sekitar beberapa daerah paling gersang di Bumi yaitu gurun pasir.
EMIT dijadwalkan tiba di ISS pada Sabtu ini (16/7) dan ditargetkan sudah mulai bisa mengirimkan sampel kepada peneliti di akhir Juli 2022 ini.
Baca juga: NASA akan luncurkan roket dari Australia Utara untuk keperluan studi ilmiah
Baca juga: SpaceX akan luncurkan kru astronot ke Stasiun Luar Angkasa Internasional untuk NASA
Berita Lainnya
Menlu Retno: upaya Israel hambat bantuan kemanusiaan untuk Gaza sistematis
17 May 2024 14:54 WIB
TNI AU sambut kedatangan pesawat Hercules ke lima di Halim Perdanakusuma
17 May 2024 14:25 WIB
Film "Malam Pencabut Nyawa", melawan teror mematikan dari alam mimpi
17 May 2024 14:15 WIB
Pelabuhan Tianjin catat 100.000 lebih trip penumpang kapal pesiar Internasional pada 2024
17 May 2024 14:00 WIB
Korban tewas di Gaza telah mencapai 35.272 dan serangan Israel tak berhenti
17 May 2024 13:49 WIB
Warga 4 desa Halmahera Barat dievakuasi pasca-Gunung Ibu dinaikkan status jadi Awas
17 May 2024 13:43 WIB
Menko Marves Luhut bersama Panglima TNI-Kapolri pimpin TFG pengamanan WWF
17 May 2024 13:22 WIB
Mendagri Tito Karnavian resmi lantik lima penjabat gubernur
17 May 2024 13:11 WIB