Mengenal Tradisi Ratib Kerambai, ritual tolak bala di Rokan Hilir

id Tradisi Ratib Kerambai,Ratib kerambai, ritual ratib kerambai

Mengenal Tradisi Ratib Kerambai, ritual tolak bala di Rokan Hilir

Salah satu prosesi tradisi Ratib Kerambai saat pembacaan doa saat di Tanjung Pulau. (ANTARA/dok)

Ratib Kerambai tidak boleh ditonton dan perempuan tak boleh ikut serta dalam ritual ini, sekalipun gadis kecil,
Rokan Hilir (ANTARA) - Indonesia dikenal memiliki berbagai ritual atau semacam upacarayang dilakukan untuk menghindarkan daerahnya dari berbagai bencana. Berbagai ritual itu, salah satunya dilandasi dengan ajaran agama, seperti di wilayah Kabupaten Rokan Hilir yang dikenal dengan Ratib Kerambai.

Tradisi tahunan Ratib Kerambai yang dilakukan pada hari ketiga usai Idul Fitri atau setiap 3 Syawal kembali dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Ratib
Kerambai atau sering disebut masyarakat setempat atib keambai merupakan tradisi yang dipercayai masyarakat sebagai ritual tolak bala, yang dilaksanakan di atas perahu dengan menyusuri sungai di Kubu menuju arah laut.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna ratib ialah puji-pujian atau doa kepada Tuhan yang diucapkan berulang-ulang. Sesuai namanya, dalam ritual ini masyarakat Kubu membacakan ayat-ayat suci Alquran guna mencegah bala dan musibah datang ke tanah Kubu.

Sekretaris Dewan Pengurus Harian Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, Zuhaifi, Rabu, menjelaskan tradisi ini telah dilakukan sejak 1940-an, saat terjadinya berbagai bala dan musibah di Kenegerian Kubu, salah satunya kolera yang menyebabkan banyak masyarakat yang meninggal tiap harinya. Ritual ini dilakukan atas petunjuk dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan.

Awal ratib dilakukan di salah satu makam keramat Tuan Syekh Haji Abdullah Pasai yang datang dari Pasai dan merupakan salah satu keturunan Baginda Rasulullah MuhammadSAW. Diceritakannya, beliau datang ke Kubu pada tahun 1890-an bersama saudaranya, Datuk Jenggot. Mereka merupakan alim ulama yang menyebarkan Islam di Kenegerian Kubu.

Lokasi makam tersebut dinamakan Rambai. Dinamai demikian sebab penyebar agama Islam tersebut selalu berteduh di bawah pohon rambai. Ia duduk dan bertafakur atau juga mencari tempat yang penduduknya masih banyak melakukan kemungkaran untuk diajak kembali ke jalan yang benar.

Saat berbagai bala terjadi pada 1940-an, Syekh Abdul Wahab Rokan mengarahkan murid-muridnya melakukan ritual Ratib Kerambai. Hulu sungai yang terdapat makam keramat tersebut menjadi tempat bertolaknya ritual yang dipimpin mursyid-mursyid yang paham akan proses tolak bala tersebut.

"Intinya tradisi ini bertujuan untuk menolak bala di Kenegerian Kubu. Dulu prosesnya dilakukan dengan mendayung sampan dari hulu sungai hingga ke tanjung pulau. Pada tahun 1980-an baru masyarakat mengenal sampan boat," ucap Zuhaifi.

Diceritakan Zuhaifi, ritual ini pernah tak diadakan selama dua tahun berturut-turut karena banjir yang cukup besar di daerah sekitar makam. Karena hal itu, banyak bala dan musibah yang datang kala itu.

"Oleh karena itu kami membentuk majelis tinggi kerapatan empat suku Melayu Kenegerian Kubu, dimana empat suku yang membentuk Kenegerian Kubu ini bergabung menjadi satu," terang pria bergelar Encik Wira Siak ini.

Lanjutnya, ritual ini bukanlah ajang untuk dijadikan tontonan. Ratib Kerambai tidak boleh ditonton dan perempuan tak boleh ikut serta dalam ritual ini, sekalipun gadis kecil. Ini merupakan pantangan dan larangan sedari dulu.

Dijelaskan Zuhaifi, ritual diawali dengan persiapan di makam, kemudian sambutan dari pimpinan ratib yang disebut syekh ratib, tokoh dan majelis-majelis di Kubu. Dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alquran, kemudian dijelaskan sejarah singkat ritual ini. Dilakukan pula tahlil dan doa, lalu dikumandangkan adzan oleh dua orang. Barulah para pria masuk ke sampan dan mulai bertolak.

"Hingga sampai ke Tanjung Pulau dekat laut, kalimat-kalimat tauhid dan dzikir terus dilafalkan. Di sana dilakukan lagi ratib, ayat pendek, tahlil, doa, dikumandangkan adzan kembali, dan acara pun selesai," jelasnya.

Untuk tahun 2022 sendiri, tradisi ini diperkirakan diikuti oleh 380 pria dengan mengendarai 70 sampan boat yang mengarah hingga ke Tanjung Pulau.

Menurut Zuhaifi, ia dan Dewan Pengurus Harian sebagai generasi penerus berkewajiban untuk melestarikan simpul-simpul tradisi yang ada di Kenegerian Kubu.

Pihaknya kemudian mendaftarkan tradisi ini ke Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, dan dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Berbuah manis, perjuangan mereka menjadikan tradisi Ratib Kerambai dinobatkan sebagai warisan budaya bukan benda.

"Alhamdulillah tahun 2021 Ratib Kerambai masuk ke dalam penghargaan warisan budaya tak benda. Ini suatu kebanggaan kami tentunya," pungkasnya.