Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 24 kerajinan batik dan ecoprint ragam motif karya Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) perempuan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Semarang akan dilelang secara daring dalam memperingati Hari Kartini pada tanggal 21 April 2022.
Lelang batik yang berlangsung mulai tanggal 18 hingga 21 April ini diselenggarakan dengan kerja sama dari Second Chance Foundation; United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC); UN Women; Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM serta didukung oleh perusahaan rintisan (startup) HiApp Indonesia.
Ketua Second Chance Foundation Evy Amir Syamsudin menuturkan, dengan tema Bringing Kartini`s Empowerment to Modern Day Prisons, masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam lelang tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap pemberdayaan warga binaan perempuan. Selain lelang, masyarakat juga bisa mengikuti sesi diskusi terkait pemberdayaan warga binaan perempuan bersama para pakar terkait.
Evy mengatakan perjuangan Kartini terhadap emansipasi perempuan masih bergema hingga saat ini dan nilai perjuangannya secara tidak langsung berkaitan dengan kehidupan warga binaan perempuan di lembaga pemasyarakatan saat ini.
Sosok Kartini memberikan pelajaran universal kepada kaum perempuan untuk bersuara agar bisa melepaskan diri dari belenggu yang membatasinya.
"Perjuangan Kartini yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan emansipasi perempuan mengingatkan kita bahwa selalu ada kesempatan untuk memberdayakan diri sendiri di tengah lingkungan yang penuh tantangan,” ujar Evy dalam keterangan resminya, Senin.
Evy memandang, warga binaan perempuan cukup banyak yang memiliki beragam talenta potensial untuk dikembangkan lebih jauh, salah satunya melalui program produksi batik dan eco-print.
Ia menjelaskan, produksi dua kerajinan itu merupakan salah satu program unggulan yang ada di Lapas Perempuan Semarang. Selain dipasarkan di Indonesia, hasil produksi warga binaan perempuan di sana juga ada yang diekspor ke luar negeri, seperti Jepang.
Second Chance Foundation juga bermitra dengan UNODC pada tahun 2019 silam untuk mendukung pengambangan produksi kerajinan batik dan eco printing di Lapas Perempuan Semarang.
“Ada satu nilai dari karya warga binaan yang sulit disaingi produk pada umumnya," kata Evy.
Menururt Evy, karya warga binaan bukan sekadar hasil kerajinan tangan biasa melainkan hasil olah rasa dan pikiran dari sekelompok anak bangsa yang sedang menjalani masa hukuman dan sedang berusaha keras untuk memperbaiki diri, memulai hidup baru dengan berkarya agar bisa diterima kembali masyarakat.
"Dengan memanfaatkan hasil produksi batik ini, kita secara tidak langsung mendukung mereka menjadi pribadi yang mandiri dan produktif, sekaligus mempromosikan batik sebagai salah satu kekayaan budaya nasional yang sangat potensial bagi pengembangan ekonomi kreatif dalam negeri,” ungkapnya.
Menurut dia, sebagian besar warga binaan perempuan di lapas dan rutan Indonesia berasal dari kelompok yang terpinggirkan secara sosial. Ada pula warga binaan perempuan yang terjerat masalah hukum karena desakan kebutuhan sosio-ekonomi.
Setelah bebas pun, kata Evy, mereka berisiko mendapatkan stigma buruk dari masyarakat dan sulit mendapatkan kesempatan pekerjaan untuk membangun lembaran kehidupan baru.
“Mencari pekerjaan setelah sekian lama dipidana bagi warga binaan perempuan ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Jangankan bagi mantan warga binaan yang berlatar belakang kelompok menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan rendah, mereka yang berpendidikan tinggi dan pernah memiliki kehidupan layak di masa lalu pun sulit mendapatkan kesempatan kedua,” kata dia.
Oleh karena itu, Evy menekankan peranan pemerintah, masyarakat dan swasta untuk memberikan kesempatan yang layak bagi mantan warga binaan perempuan yang berkemauan keras memperbaiki kehidupannya menjadi lebih baik.
Hal itu agar mantan warga binaan perempuan yang bebas tak kembali terjatuh dalam masalah hukum.
“Kita perlu bekerja sama untuk mendorong kesiapan warga binaan perempuan untuk kembali ke masyarakat dengan menciptakan kesempatan sosial, ekonomi, pendidikan, maupun budaya agar kehidupan mereka bersama masyarakat menjadi harmonis,” paparnya.
Maksimalkan kemitraan dan sumber daya
UNODC Indonesia Country Manager and Liaison to ASEAN, Collie F Brown mengatakan, saat ini terdapat program-program kejuruan peningkatan kemampuan yang baik bagi warga binaan perempuan dan cukup memberikan banyak harapan bagi mereka, seperti program lokakarya batik ramah lingkungan.
“Namun perempuan atau setiap orang dalam hal ini seharusnya tidak harus masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan terlebih dahulu untuk dapat belajar suatu kemampuan," tutur Collie.
Kemitraan dan sumber daya perlu digunakan untuk memberikan intervensi-intervensi di dalam masyarakat untuk mencegah dan mengalihkan perempuan dari sistem pemenjaraan, yang menyebabkan mereka kehilangan kebebasannya.
Menurut Collie, hal ini bukan merupakan suatu bentuk pendekatan lunak terhadap sebuah tindak kejahatan, melainkan merupakan suatu bentuk kebijakan publik yang baik. Ia menjelaskan, sebenarnya kita bisa mendapatkan pertanggungjawaban dari pelaku tindak kejahatan tanpa harus menempatkan mereka di dalam penjara.
“Di sisi lain, kita dapat memberikan ruang di dalam lembaga pemasyarakatan yang terbatas untuk para pelaku tindak kejahatan yang memang memiliki risiko tinggi untuk keamanan publik yang dengan demikian memang harus dipisahkan dari masyarakat,” jelasnya.
Collie memaparkan, ketika pihak-pihak terkait tidak mengalihkan para warga binaan perempuan dari bentuk pemenjaraan, maka anak-anak pun juga akan menjadi korban.
Kurangnya penyesuaian, rendahnya pencapaian di sekolah, terjadinya tindak kejahatan anak adalah akibat yang dapat muncul dari situasi ini.
Dalam jangka waktu yang panjang, hal ini akan mengakibatkan lebih banyak kerusakan terhadap masyarakat selain mengalihkan anggaran pemerintah dari prioritas yang lain, tutup Collie.
Baca juga: Belajar membatik dari pengrajin Yogyakarta di Dekranasda Siak
Baca juga: Batik Kuansing raih penghargaan cenderamata terfavorit