Jakarta (ANTARA) - Pada usia dewasa lumrah terjadi semakin kesulitan mendapatkan tidur yang berkualitas, namun proses biologis yang mendasar hal ini masih kurang dipahami.
Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat berisiko meningkatkan penyakit seperti hipertensi, serangan jantung, diabetes, depresi, dan penumpukan plak otak yang terkait dengan Alzheimer.
"Lebih dari separuh orang berusia 65 dan lebih tua mengeluh tentang kualitas tidur," kata profesor Universitas Stanford Luis de Lecea kepada AFP, dikutip Jumat.
Baca juga: BOR di 140 rumah sakit rujukan di Jakarta naik menjadi 61 persen, waspadalah!
Tim ilmuwan asal Amerika Serikat, termasuk de Lecea, kini telah mengidentifikasi bagaimana sirkuit otak yang terlibat dalam mengatur tidur-terjaga menurun dari waktu ke waktu pada sejumlah tikus. Studi diterbitkan di jurnal Science.
Untuk studi baru tersebut, de Lecea bersama rekannya memutuskan untuk menyelidiki hipokretin (hypocretin).
Hipokretin adalah zat kimia utama yang dihasilkan oleh sekelompok kecil neuron di hipotalamus, bagian otak yang terletak di antara mata dan telinga. Dari miliaran neuron di otak, hanya sekitar 50.000 yang menghasilkan hipokretin.
Pada 1998, de Lecea dan ilmuwan lain telah menemukan bahwa hipokretin mengirimkan sinyal yang memainkan peran penting agar seseorang tetap terjaga.
Oleh karena banyak spesies mengalami proses tidur yang terpotong-potong seiring bertambah usia, maka dihipotesiskan bahwa mekanisme yang sama juga berlaku di seluruh mamalia.
Penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya hipokretin menyebabkan narkolepsi pada manusia, anjing, dan tikus.
Tim peneliti de Lecea memilih tikus muda (usia tiga hingga lima bulan) dan tua (usia 18 hingga 22 bulan). Mereka menggunakan cahaya yang dibawa oleh serat untuk merangsang neuron tertentu dan merekam hasilnya menggunakan teknik pencitraan.
Tim menemukan tikus yang lebih tua telah kehilangan sekitar 38 persen hipokretin dibandingkan dengan tikus yang lebih muda.
Mereka juga menemukan bahwa hipokretin yang tersisa pada tikus tua lebih aktif dan mudah dipicu sehingga membuat hewan tersebut lebih rentan untuk bangun. Hal ini mungkin dikarenakan kerusakan "saluran kalium" yang terjadi dari waktu ke waktu.
"Neuron cenderung lebih aktif dan menyala lebih banyak. Jika neuron menyala lebih banyak, Anda lebih sering bangun," kata de Lecea.
Laura Jacobson dan Daniel Hoyer dari Institut Ilmu Saraf dan Kesehatan Mental Florey Australia dalam komentar di artikel terkait mengatakan bahwa mengidentifikasi jalur spesifik yang bertanggung jawab atas penurunan kualitas tidur dapat menghasilkan obat yang lebih baik.
Obat-obatan yang menargetkan saluran tertentu masih memerlukan uji klinis. Namun, de Lecea mengatakan obat retigabin, yang saat ini digunakan untuk mengobati epilepsi dan menargetkan jalur serupa, bisa menjanjikan.
Baca juga: Memulihkan diri kembali akibat kurang tidur ternyata tak mudah
Baca juga: Lahan tidur bisa dimanfaatkan untuk tingkatkan ekonomi masyarakat
Berita Lainnya
Presiden Prabowo Subianto tiba di Abu Dhabi dan sempat dikawal pesawat tempur
23 November 2024 16:52 WIB
Bawaslu ingatkan pukul 00.00 malam ini alat peraga kampanye mulai ditertibkan
23 November 2024 16:36 WIB
Bappenas targetkan pertumbuhan ekonomi menyasar ke kelompok bawah
23 November 2024 16:20 WIB
Masa kampanye berakhir, Risma-Gus Hans sampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Jatim
23 November 2024 16:08 WIB
Begini upaya Lampung untuk mendukung program swasembada pangan nasional
23 November 2024 15:59 WIB
Pengamat: TNI berperan penting dalam menciptakan suasana kondusif saat pilkada
23 November 2024 15:53 WIB
Menkes: Pemerintah fasilitasi masyarakat lakukan skrining awal penyakit kanker
23 November 2024 15:48 WIB
BBMKG sebut bibit siklon tropis terpantau di Samudera Hindia
23 November 2024 15:33 WIB