Pekanbaru, (antarariau.com) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan menyita aset perusahaan yang terlibat kejahatan korporasi kehutanan. Jika hal ini terlaksana, maka dapat dipastikan seluruh perusahaan HTI di Riau bakal gulur tikar.
Apakah bakal menyengsarakan rakyat ? Ragam aktivis dan pengamat menyatakan, penyitaan yang andainya dilakukan oleh negara, justru akan menguntungkan publik. Karena sangat dimungkinkan, perusahaan yang tadinya dikelola oleh asing, beralih menjadi badan usaha milik negara. Namun itu semua tentunya membutuhkan proses panjang.
"Untuk kasus dugaan korupsi kehutanan di Kabaupaten Pelalawan dan Siak, Provinsi Riau, jika pasal Undang-undang TPPU diterapkan, maka KPK akan mampu maksimal melakukan pengembalian uang negara yang memang begitu besar," kata Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Muslim Rasyid, di Pekanbaru, Selasa.
Muslim mengatakan, sangat tidak mustahil penyitaan aset dapat dilakukan jika KPK melakukan pendalaman kasus dan 'mencium' adanya upaya pencucian uang pada kasus ini.
Permasalahan utama pada kasus kehutanan di Riau menurut dia tidak pada perizinannya, namun sejauh mana kerugian negara dan aliran dana atas penyalahgunaan izin ilegal itu.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2004, demikian Muslim, Gubernur Riau menerbitkan sebanyak 10 Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja (BK) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) atau Hutan Tanaman Industri (HTI).
Dari perizinan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dan sejumlah Bupati di Riau, kata dia, tim survei Jikalahari hanya menemukan 7 dari 10 RKT/BK yang disahkan.
Antara lain, Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:242/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Pengesahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 untuk PT. Merbau Pelalawan Lestari seluas 2.634 hektar.
Kemudian Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS.236/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaaan Hasil Hutan Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 untuk PT. Citra Sumber Sejahtera seluas 2.858 hektar.
Selanjutnya Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:235/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Pengesahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT. Bukit Batabuh Sei Indah seluas 2.774 hektar.
Adapula RKT atau Bagan Kerja untuk PT. Putri Lindung Bulan seluas 1.950 hektar, PT.
Mitra Kembang Selaras Bulan seluas 2.396 hektar, PT. Rimba Lazuardi seluas 2.650 hektar, dan PT. Siak Raya Timber seluas 2.430 hektar.
Dari 7 Rencana Kerja Tahunan Bagan Kerja HTI-IUPHHKHT yang di terbitkan oleh Gubernur Riau 2004, kata dia, negara ini telah kehilangan hutan alam yang seluas 17.314 hektar atau kehilangan kayu alam sebesar 1.550.620,94 m3 dimana rata-rata 89,56 m3 per hektarnya.
Kerugian negara menurut Muslim akan lebih besar jika dilihat dari 10 RKT-BK dan jika jumlah potensi kayu melebihi dari yang disebutkan LHC. Kerugian Negara dihitung dari pungutan Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan nilai jual kayu.
"Seluruh hasil kayu dari sejumlah perusahaan tersebut sebelumnya dipasok ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP/APRIL Grup)," katanya.
Menurut undang-undang Kehutanan No.41 Tahun 1999 pasal 50 ayat (3) huruf (f), bahwa penerima dan pemberi sama-sama merupakan pelaku yang dapat dikatakan sebagai kejahatan korporasi atau berkomplot.
Menurut dia, selain PT RAPP, perusahaan penerima kayu hasil hutan alam atas izin ilegal Gubernur Riau adalah PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP/APP goup).
Juru bicara KPK Johan Budi dihubungi per telepon mengatakan, sejauh ini pihak penyidik masih fokus pada perizinan ilegal yang diterbitkan oleh Gubernur Riau HM Ruali Zainal.
"Sementara untuk TPPU, sejauh ini belum namun tidak menutup kemungkinan akan mengarah ke sana," katanya.
Akibat kasus kejahatan hutan ini, kawasan hutan alam di Provinsi Riau terus mengalami penyempitan luar biasa.
Data terbaru Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) menyebutkan, dari 9 juta hektar kawasan hutan yang ada di Riau, yang berstatus hutan lindung cuma 218.701 hektar atau sekitar 2,42 persen saja.
Sisanya merupakan Hutan Produksi Tetap 1,8 juta hektar lebih, Hutan Produksi Terbatas 1,5 juta hektar lebih, Hutan Produksi yang bisa dikonversi 2,9 juta hektar lebih, hutan suaka alam 600 ribu hektar lebih, area peruntukan lain 1,7 juta hektar lebih dan hutan perairan 100 ribu hektar lebih.