Pekanbaru (ANTARA) - Forum Perjuangan Penyelenggaraan Haji Daerah (FPPHD) bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, tokoh masyarakat, dan akademisi Riau menyatakan sikap mendukung desentralisasi penyelenggaraan haji dan umroh melalui pembentukan badan khusus di daerah.
Pernyataan itu disampaikan dalam agenda yang digelar di Ballroom Mutiara Merdeka Hotel, Pekanbaru, Jumat, sebagai hasil kajian mendalam terhadap revisi regulasi haji dan persoalan panjangnya antrean calon jemaah.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Riau, Drg. H. Burhanuddin Agung memaparkan antrean haji reguler di Riau telah mencapai 119.662 orang dengan masa tunggu hingga 26 tahun.
Selain itu, banyak masalah yang dialami jemaah di tanah suci seperti tertinggal rombongan, terpisah dari pasangan, hingga terusir dari tempat istirahat.
“Berbagai persoalan ini menuntut solusi konkret, salah satunya dengan desentralisasi agar layanan lebih dekat dan cepat,” katanya.
Adapun usulan FPPHD meliputi pembentukan Badan Otonom setingkat menteri di bawah presiden, penggabungan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Umroh, penambahan klausul desentralisasi, serta penetapan badan layanan umum penyelenggaraan haji di daerah.
Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), Chaidir, menilai revisi regulasi mendesak dilakukan demi memperluas kuota dan memperbaiki tata kelola.
"Jika tidak segera diubah, kuota haji akan semakin sedikit, masalah pun akan terus bertambah,” ujarnya.
FPPHD juga menyoroti kebijakan terbaru Kerajaan Arab Saudi dalam Visi 2030, yang memprioritaskan digitalisasi layanan, pengetatan regulasi kesehatan, hingga komersialisasi dan privatisasi, sehingga diperlukan pembenahan serius di tingkat nasional dan daerah.
Selain dihadiri pimpinan ormas Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, MUI, hingga PERTI, kegiatan itu juga diikuti akademisi dan tokoh adat Riau, termasuk perwakilan Zuriat Kerajaan Siak Sri Indrapura.