Data Laju Deforestasi Banyak Kekeliruan

id data laju, deforestasi banyak kekeliruan

Pekanbaru, (antarariau.com) - Data laju kerusakan hutan atau deforestasi yang dirilis sejumlah pihak asing dinilai banyak kekeliruan yang menyudutkan pemerintah di dunia internasional.

"Data deforestasi yang dikeluarkan pihak asing banyak ngawur. Saya mempertaruhkan jabatan saya, bahwa semua itu keliru," kata Staf Ahli Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim pada Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Dr Yetti Rusli, pada kunjungannya ke konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper di Kabupaten Pelalawan, Riau, Rabu.

Menurut Yetti, sejumlah organisasi pemerhati lingkungan dinilai kerap membuat data laju deforestasi yang tidak sesuai dengan kenyataan dan pemetaan pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah memasukan data pembukaan lahan pada hutan produksi untuk hutan tanaman industri dan kelapa sawit.

"Padahal, kenyataannya lahan itu ditanami kembali namun oleh mereka tidak diperhitungkan. Dengan data semacam itu, bagaimana itu bisa dipercaya," katanya.

Dalam kenyataannya, Yetti menunjukan bahwa usaha pemerintah melalui sejumlah kebijakan telah berhasil menekan laju deforestasi. Menggunakan data citra satelit Landsat, lanjutnya, bisa dilihat bahwa laju deforestasi di Indonesia terus menunjukan tren penurunan dari periode 2000 hingga 2011.

Pada periode 2000-2003, ia mengatakan merupakan puncak dari deforestasi di Indonesia karena laju kerusakan mencapai 3,51 juta hektare (ha) per tahun. Rinciannya yakni kerusakan di kawasan hutan 2,83 juta ha per tahun, dan kerusakan di kawasan nonkehutanan 0,68 ha.

Namun, ia mengatakan laju deforestasi sudah menurun drastis pada 2011 yakni tinggal 0,45 juta ha per tahun. Bahkan, pemerintah Indonesia berharap bisa terus menekan deforestasi.

"Saya katakan, negara mana yang bisa menekan laju deforestasi sedrastis Indonesia," katanya.

Ia menilai, kebijakan-kebijakan untuk menekan laju deforestasi pemerintah Indonesia sudah terbukti. Salah satunya dengan memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu log, serta moratorium kehutanan.

Namun, ia menyayangkan banyak pihak dari luar negeri yang meragukan data laju deforestasi yang dirilis pemerintah. Ia menilai hal itu sangat sarat dengan motif bisnis untuk menjegal kebangkitan ekonomi nasional dari sektor industri kehutanan dan kelapa sawit.

"Bagi pihak yang meragukan turunnya laju deforestasi Indonesia, silakan mengukurnya sendiri tentunya dengan cara yang sesuai dan benar," katanya.

Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Tim MRV (measurement, reporting dan verification) Kementerian Kehutanan, Prof Budi Indra Setiawan, bahwa banyak LSM dari lokal dan asing yang sering salah merilis data estimasi pelepasan karbon. Hal tersebut dinilainya hanya menimbulkan kerugian bagi pemerintah, dan menimbulkan penyesatan informasi bagi publik.

"Kekeliruan estimasi pelepasan karbon yang kerap terjadi adalah dengan mengambil sampel disejumlah titik, dan mengkonversinya jadi perhitungan untuk satu tahun. Padahal, penghitungan semacam itu keliru karena pelepasan karbon nilainya akan sangat fluktuatif tidak bisa dirata-ratakan," ujarnya.

Ia mengatakan, Pemerintah membentuk Tim MRV untuk melakukan kajian salah satunya mengenai pelepasan emisi di lahan gambut yang dikelola untuk hutan tanaman industri di Semenanjung Kampar, Riau. Dalam hal ini, ia mengatakan penghitungan dilakukan di konsesi PT RAPP yang selama ini menggunakan manajemen tata kelola ketinggian air gambut.