Ekspedisi PWI Riau, melihat pohon berusia 200 tahun di TNBT

id pwi riau

Ekspedisi PWI Riau, melihat pohon berusia 200 tahun di TNBT

Pohon mersawa berumuru 200 tahun merupakan salah satu lokasi yang menjadi tujuan ekspedisi PWI Riau di Taman NAsional Bukit Tiga Puluh (TNBT) Kabupaten Inhu dan sebanyak 18 peserta ditambah 4 orang pemandu sampai keloaksi di berada dikawasan hutan Bukit Lengkung TNBT. (ANTARA/dok)

Rengat (ANTARA) - Pohon Mersawa merupakan salah satu tumbuhan terbesar yang ditemukan di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau. Pohon ini berumur 200 tahun dengan tinggi 40 meter. Butuh sekitar 12 orang dewasa merentangkan tangan pada banir (akar yang menjorok dan menonjol ke luar menyerupai dinding pada bagian pangkal) untuk bisa memeluk pohon berdiameter lebih dua meter ini.

Pohon mersawa dengan nama ilmiahAnisoptera Marginata Korthtermasuk dalam jenis tumbuhan Dipterocarpaceae. Lokasi tumbuhan raksasa ini merupakan satu di antara tujuan ekspedisi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau di TNBT dan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sempena HUT Riau ke-64 dan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) ke-12, selama tiga hari dari Jumat (6/8) hingga Minggu (8/8).

Dari 45 peserta, 18 orang ditambah 4 orang pemandu Pusat Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPPLHK) Camp Granit TNBT menyatakan ikut dalam ekspedisi yang dibilang cukup menantang. Track yang dilalui selain jalan terjal dengan kemiringan 40 derajat, juga akan menghadapi kondisi jalan licin akibat daun yang berserak menutup lintasan. Batang kayu tumbang sesekali dilalui peserta.

Setiap peserta harus mempersiapkan fisik yang kuat dan membawa minuman serta makan ringan selama perjalanan yang akan ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang 4 kilometer dari camp granit ke lokasi pohon mersawa yang berada di ketinggian 500 meter dari permukaan laut tersebut.

Sekitar pukul 07.00 WIB di hari Sabtu (7/8) yang cerah, 18 peserta melakukan pemanasan senam bersama di Camp Granit dan kemudian mendengarkan arahan dari pemandu agar setiap peserta menjaga sikap dan mematuhi arahan selama dalam perjalanan, karena track yang akan dilalui merupakan lintasan satwa, seperti harimau dan beruang seperti yang pernah terekam dalam kamera yang dipasang di sejumlah titik.

Menempuh perjalanan selama dua jam, 18 orang peserta ekspedisi PWI Riau dengan wajah yang terlihat lelah dan bercucuran keringat akibat tenaganya terkuras mendaki lintasan, akhirnya sampai di lokasi pohon mersawa yang berada di Desa Talang Lakat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten IndragiriHulu. Walaupun sempat ada peserta yang mengalami cedera kram pada kaki, dengan semangat dan kekompakan akhirnya rasa sakit dan lelah itu terobati ketika melihat pohon besar dan tinggi yang tidak pernah dilihatselama ini.

"Pohon marsawa ini diperkirakan umurnya 200 tahun dengan pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 1 centimeter. Saya melihat pertama kali pada tahun 2000 dan sampai sekarang ukurannya tidak bertambah banyak sampai saat ini," ujar Andi Moenandar Staf TNBT yang mendampingi ekspedisi tersebut.

Dikatakan Andi, pohon mersawaberukuran besar juga dapat ditemui di lokasi lainnya di Hutan Bukit Lancang TNBT. Meski mersawa bukanlah termasuk pohon yang dilindungi, tetapi spesies ini harus tetap dijaga kelestariannya dan dilindungi dari aksi pembalakan liar.

"Pohon ini belum pernah diteliti namun juga bisa menjadi objek wisata yang unik bagi yang ingin melihat langsung ke lokasi, bahkan pihak tetap akan menjaga dari aksi pembalakan liar yang bisa berdampak menghancurkan ekosistem hutan di TNBT ini," ungkapnya.

Sembariberistirahat dengan disuguhi secangkir kopi hangat, peserta berdiskusi dan mengambil dokumentasi. Belasan peserta ekspedisi akhirnya memutuskan kembali, dan pemandu tetap mengingatkan bahwa trak yang akan dilalui menurun dan perlu ekstra hati-hati dan tetap menjaga sikap serta mengikuti petunjuk sampai ke CampGranit.

Pembalakan liar

Kepala Balai TNBT Fifin Jogasara mengungkapkan dalam mengelola kawasan akan ada selalu upaya pengamanan dari illegal logging. Pembalakan liar itu dieliminasi sebesar mungkin sehinggamasyarakat dengan kesadarannya tidak melakukan tindakan melanggar hukum yang bisa merusak ekosistem di TNBT.

"Kita akui pembalakan liar hingga saat ini masih ada," kata Fifin.

Selain itu, perburuan liar juga masih ada dengan ditemukan jerat-jerat yang dipasang saat patroli, dan itu harus dieliminir sebisa mungkin sehingga tidak terjadi lagi. Petugas juga mengajak masyarakat bekerjasama menjaga kawasan di TNBT.

"Mereka yang yang mengetahui orang-orang yang keluar masuk dalam kawasan dan tetap menjalin kerjasama dalam menjaga kawasan dan kelestarian ekosistem dan satwa yang ada di dalam kawasan ini," harap Fifin.

Penunjukan TNBT sebagai kawasan Taman Nasional pertama pada pada 5 Oktober 1995 melalui SK Menteri Kehutanan No:539/Kpts-II/95 seluas 127698 Hektar. Pada tahun 2002 TNBT ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tanggal 21 Juni dengan SK Menteri Kehutanan No. 6407/Kpts-II/2003 seluas 144.223 hektare.

Dari luas 144.223 hektare ini terbagi di empat lokasi di antara Kabupaten Inhu 88.608 Ha (61 persen), Kabupaten Inhil 19.577 hektare (14 persen), Kabupaten Tebo Provinsi Jambi 24.518 hektare (17 persen) dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi seluas 11.520 hektare (8 persen).

Fifin juga sedikit mengeluhkan keterbatasan personil yang sebanyak 85 orang, tidak sebanding dengan luas kawasan yang ada saat ini mengingat fungsinya sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen bagi kehidupan.

Angkat potensi yang ada

Sementara itu Ketua PWI Riau Zulmasyah Sekedang mengatakan bahwa peserta Ekspedisi sebanyak 45 orang dari anggota PWIRiau dan juga perwakilan dari PWIkabupaten/kota yang ada dengan agenda selama tiga hari dua malam di TNBT dan TNTN.

”Karena tujuan ekspedisi ini mengambil peran wartawan terhadap lingkungan dengan membuat tulisan tentang TNBT dan TNT, maka kita beri kesempatan kepada teman-teman untuk eksplorselama ekspedisi. Mulai dari ngecamp di Camp Granit, jelajah rimba sampai ke Bukit Lancang di TNBT hingga berbincang langsung dengan para Mahout di TNTN.SIlakan tulis semua yang bisa ditulis,” kataZulmansyah Sekedang.

Tulisan dan foto yang dihasilkan wartawan dari ekspedisi ini dan sudah terbit di media masing-masing ini nanti akan dibukukan.

”Sebagai jurnalis inilah yang bisa kami lakukan dalam rangka turut peduli lingkungan,” sambung Zulmansyah.