Pekanbaru, (antarariau) - Taufan Andoso Yakin, selaku saksi persidangan kasus dugaan suap yang menyeret dua terdakwa, Eka Dharma Putra dan Rahmat Syahputra di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, Kamis siang mengakui "uang lelah" adalah hal yang biasa dikalangan anggota DPRD Riau.
Taufan sendiri merupakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus yang sama oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bersamanya yakni dua terdakwa, Eka Dharma Putra selaku Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau serta Rahmat Syahputra selaku pihak rekanan dari PT Pembangunan Perumahan (PP) pengerja proyek-proyek arena Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau.
Kemudian ditetapkan status tersangka juga untuk dua anggota DPRD Riau lainnya, Muhammad Dunir (PKS) dan Muhammad Faisal Aswan (Golkar).
Selanjutnya penetapan tersangka untuk atas Eka atas nama Lukman Abbas yang merupakan mantan Kepala Dispora Riau.
Taufan dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru juga menjawab "iya" dan "benar" ketika Ketua Majelis Hakim Krosbin Lumban Gaol menanyainya soal keterbiasaan anggota legislatif Riau dalam menerima uang lelah atas seluruh pekerjaan yang diprogramkan.
Taufan yang kembali ditanyai Majelis Hakim kembali membenarkan bahwa hal tersebut adalah tindakan pelanggaran hukum dan tata tertib (tatib) DPRD Riau.
"Namun saya tidak terlibat begitu jauh," katanya.
Namun demikian, untuk kasus dugaan suap proyek PON Riau, Taufan mengaku tidak begitu mengetahui siapa otak atas permintaan "uang lelah" dari pihak perusahaan pengerja proyek arena PON Riau.
Taufan hanya menjelaskan, bahwa penerimaan "uang lelah" senilai Rp1,8 miliar tersebut adalah sebagai imbal jasa atas revisi Peraturan Daerah (Perda) No.6/2010 dan No.5/2008 tentang Penambahan Anggaran Proyek Arena Menembak dan Stadion Utama Riau.