Kasus Bioremidiasi Akibat Ketertutupan PMA

id kasus bioremidiasi, akibat ketertutupan pma

Kasus Bioremidiasi Akibat Ketertutupan PMA

Pekanbaru, (AntaraRiau) - Pakar hukum dari Universitas Islam Riau (UIR) Dr Syahrul Akmal Latif berpandangan mencuatnya kasus dugaan bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) adalah akibat dari ketertutupan Perusahaan Modal Asing (PMA) itu.

Menurutnya, kontrol dan evaluasi proyek bioremediasi juga diduga sangat lemah sehingga menyebabkan munculnya kecurigaan oleh para penegak hukum.

Terlebih, menurut dia, kebanyakan proyek di "tubuh" PT CPI kebanyakan memang tidak diketahui secara utuh oleh masyarakat umum atau hanya orang-orang tertentu saja.

"Atau bisa jadi, kejahatan menggerogot uang negara dengan modus penyelenggaraan proyek tertutup ini senagaja diciptakan oleh oknum penguasa," katanya.

Terlebih, demikian Syahrul, sejauh ini proyek biremediasi tersebut tidak banyak ketahui oleh kalangan umum.

"Hal ini yang kemudian memunculkan kecurigaan banyak pihak, khususnya para penegak hukum seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sekarang tengah menangani secara utuh kasus tersebut," katanya.

Walau demikian, Syahrul mengharapkan semua pihak tidak terjebak dengan azas duga menduga yang tentunya sangat merugikan pihak-pihak tertentu.

"Lihatlan sebuah permasalah secara obyektif sehingga tidak menyudutkan pihak-pihat tertentu yang belum tentu melakukan kesalahan seperti yang diinformasikan," katanya.

Manajemen PT Chevron Pacific Indonesia sebelumnya sempat menyatakan bahwa proses penyidikan Kejaksaan Agung dalam kasus bioremediasi di Provinsi Riau telah menimbulkan kegundahan di kalangan bisnis, yang bisa mengganggu iklim investasi pada sektor minyak dan gas (migas) di Indonesia.

Implikasinya sangat mengganggu investasi migas di Indonesia, padahal industri ini sangat ketat, sangat diatur oleh pemerintah, kata General Manager Policy, Government, and Public Affair PT Chevron, Usman Slamet.

Menurutnya, Chevron beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract/PSC) sebagai landasan hukumnya.

Dalam PSC juga dijelaskan bahwa apabila ada permasalahan dalam proyek Chevron, maka hal yang seharusnya ditempuh adalah melalui proses audit oleh lembaga negara dan juga melalui proses arbitrase.

Apabila proyek bioremediasi Chevron diduga bermasalah, lanjutnya, maka kasus tersebut seharusnya masuk ke ranah hukum perdata. Karena itu, ia mengaku heran karena penyidikan yang dilakukan pihak Kejaksaan Agung justru diarahkan ke hukum pidana.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan tujuh tersangka kasus bioremediasi Chevron di Riau, yakni ER, W, K, H, RP, AT dan BAF. Kejaksaan Agung hingga kini terus menyidik kasus tersebut yang diduga fiktif sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp200 miliar.

Pewarta :
Editor: Fazar Muhardi
COPYRIGHT © ANTARA 2012

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.