Pekanbaru (ANTARA) - Erna Listia Dewi, perempuan muda itu tersenyum renyah hingga menorehkan lembah tajam di keningnya. Ia tak menyangka produk camilan ringan berbahan dasar ikan yang diproduksi rumahan merambah lidah konsumen hingga ke negeri jiran.
Erna, ibu rumah tangga berusia 36 tahun beranak empat itu memproduksi kerupuk atom berbahan tenggiri dan ikan sisik. Rasanya yang asik membuat produknya diterima konsumen dengan baik.
Sembilan tahun sudah Erna dan suaminya Doni Fajri (41) terjun ke bisnis kuliner. Kepada Antara di Pekanbaru, Selasa, Doni mengisahkan memulai usaha kuliner sejak 2011 silam.
Namun, kala itu usahanya tak begitu berkembang. Bisnis itu pun tak lebih dari sekedar hobi karena pada saat bersamaan dia bekerja di salah satu perusahaan swasta. Modal menjadi masalah awal yang harus dia hadapi.
Baru pada 2014, ia mengatakan usaha mereka semakin menggeliat. Usaha rumahan itu dilirik PTPN V. Perusahaan sawit dan karet milik negara terbesar di Bumi Lancang Kuning tersebut menyuntik modal sebesar Rp15 juta. Modal itulah yang menjadi titik balik kehidupan Doni dan istrinya, Erna.
Dengan modal itu, dia pun fokus dengan usahanya. Berhenti menjadi karyawan adalah langkah pertama yang dia lakukan. Keyakinannya berhenti dari karyawan semakin meningkat karena PTPN V tak hanya membantu modal, melainkan juga pendampingan hingga pemasaran.
Bagi seorang pengusaha, kata Doni, pemasaran ibarat ruh. Pemasaranlah yang akan membuat produknya dikenal, hingga dibeli banyak orang.
Kini, nyaris seluruh pusat jajanan, pertokoan di Pekanbaru menjajakan produknya. Bahkan, tak jarang usahanya dibawa hingga ke negeri jiran, Singapura dan Malaysia oleh para wisatawan.
Doni mengatakan usaha kerupukAtom “Hanafa Food” sekarang mampu meraih omzet hingga Rp30 juta per bulan. Selain itu, dia juga mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi para tetangga.
Bukan kehidupan namanya jika tanpa ujian. Di saat usahanya tengah berkembang pesat, Doni mengaku usahanya sempat terseok-seok di awal pandemicorona. Omzetnya bahkan sempat anjlok hingga 50 persen dari kondisi normal. Tak hanya itu, karyawan tidak tetapnya pun sempat dirumahkan sementara.
Akan tetapi, dia tidak berkecil hati. Dengan pendampingan PTPN V, dia mulai merajut satu per satu benang kusut. Penjualan secara daring atau online menjadi salah satu strateginya. Meski penjualan tak sebesar dulu, namun usahanya mengalami pertumbuhan positif.
“Alhamdulillah kami terus dibantu PTPN V. Perusahaan selalu melibatkan kami di setiap ada agenda sehingga penjualan kami terbantu,” kata dia.
Usaha yang dijalankan Doni dan Erna merupakan satu dari sekian banyak UMKM yang dibantu PTPN V melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Secara garis besar, program itu bertujuan meningkatkan taraf hidup Mitra Binaan serta masyarakat di lingkungan perusahaan.
Program tersebut bertujuan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan sosial di lingkungan mitra binaan dan masyarakat sekitar, yang pada gilirannya dapat memberikan iklim kondusif bagi perusahaan. Dan itu menjadi makna sebenar 'tumbuh bersama' bagi PTPN V.
“Kami percaya, meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Perusahaan, menjadikan 'tumbuh bersama' tersebut sebagai wujud nyata BUMN untuk UMKM,” kata Direktur Utama PTPN V, Jatmiko K Santosa.
Sejak berdiri di tahun 1996, PTPN V telah menyalurkan tak kurang Rp94,2 miliar untuk delapan sektor. Tak kurang 4.600 mitra ataupun UMKM binaan yang ada di Provinsi Riau dan sekitarnya terjamah dan terbantu dengan program itu.
Selain usaha kerupuk ikan Hanafa Food, ada banyak usaha yang juga berhasil berkat program kemitraan PTPN V. Pengembangan kain tenun misalnya.
Tenun adalah teknik dalam pembuatan kain secara tradisional yang dibuat dengan prinsip sederhana, yakni menggabungkan benang secara memanjang dan melintang atau dengan kata lain bersilangnya antara benang secara bergantian. Kain tenun biasanya terbuat dari serat kayu, kapas, sutra, dan lainnya.
Di Riau, kain tenun adalah jenis kain premium yang banyak dimanfaatkan dalam hajatan besar. Namun, tak dipungkiri usaha tenun tradisional semakin meredup akibat tergeser teknologi, meski ada banyak
Usaha Tenun Siak Anisa, yang berada di kabupaten Siak, Provinsi Riau menjadi satu dari UMKM yang tersentuh PKBL PTPN V. Adalah Zurna Tutnifeni, pemilik usaha tenun Siak Anisa.
Perempuan menginjak paruh baya itu setia dengan usaha kain tenun tradisional sejak 2005 silam. Meski terjadi pergeseran zaman dan teknologi, Zurna tetap percaya bahwa tenun masih menyimpan asa.
Bagi Zurna, kain tenun adalah wujud seni bernilai tinggi yang tak akan pernah mati. Perempuan mandiri yang tinggal di Semampura Kabupaten Siak itu memproduksi baju pengantin, kain mama papa, dan beragam jenis pakaian lainnya dari tenun.
Usaha yang diawali dari kecintaannya pada kain tenun itu kian berkibar setelah dilirik PTPN V. Berbekal selembar kertas yang berisi informasi dari Dinas Koperasi Kabupaten Siak, Zurna mengajukan proposal dana kemitraan kepada PTPN V. Diapun dinilai berhak mendapat bantuan modal pengembangan usaha sebesar Rp15 juta.
Pinjaman lunak itu berhasil ia kembalikan dengan baik. Dengan penuh percaya diri, dia pun kembali mengajukan proposal kedua sebesar Rp35 juta. Kini, Zurna berhasil meraup penghasilan bersih hingga Rp5 juta rupiah.
Bagi Zurna, PKBL PTPN V tidak hanya sebatas modal, melainkan pendampingan hingga pemasaran. Rasa bangganya terus menggema ketika produk kain tenun yang ia hasilkan terus melalang buana hingga seantero Bumi Lancang Kuning.
“Perasaan bangga saya lainnya adalah ketika usaha saya terus berkembang dan membuka lapangan pekerjaan bagi ibu-ibu tetangga,” ujarnya.
Suardi Tombang, lelaki 34 tahun itu juga mengumbar senyum ramah. Suardi menjadi salah satu pengusaha yang merasakan manfaat besar PKBL PTPN V. Usaha madunya semakin manis saat masyarakat mulai sadar pentingnya menjaga kesehatan di saat pandemi.
Misriah (30), istri Suardi mengatakan di awal pandemi melanda, permintaan madunya melonjak drastis. Tak kurang dari Rp15 juta per bulan berhasil ia kantongi dari usaha madu miliknya. Sama seperti Doni dan Erna, usaha pasangan suami istri yang berjalan sejak 2015 itu sempat jalan di tempat karena hambatan modal.
“Alhamdulillah, kami kemudian dibantu oleh PTPN V sebesar Rp15 juta. Sekarang, produk kemasan madu asli kami menjangkau hampir seluruh toko obat di Pekanbaru hingga Sumbar,” kata Misriah ramah.
Dengan mengambil merek dagang Istana Madu Tesso, nyatanya Suardi dan Misriah benar mengambil madu asli, langsung dari petani madu yang berada di Pelalawan dan Siak. Madu itu pun mereka kemas sedemikian rupa.
Usaha madu Suardi terdiri atas dua bagian. Pertama bagian produksi yang terdapat di Kabupaten-Kabupaten penghasil madu, dan bagian distribusi yang berlokasi di kota Bangkinang, Kampar.
Kini, tak kurang 600 kilogram madu ia hasilkan setiap bulannya. Suardi dan Misriah mempunyai mimpi besar agar suatu saat nanti madunya menjadi komoditas ekspor yang tidak hanya mengangkat perekonomian dirinya, tetapi juga mereka yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi madu.
PKBL PTPN V juga menemukan sosok ulet lainnya Taufik Ismail. Pemuda 33 tahun yang tinggal jauh dari hiruk pikuk ibu kota Provinsi Riau itu berhasil membuat terobosan dengan menghasilkan bibit buah-buahan.
Usaha yang berjalan dan berdampingan dengan hobi itu berkembang begitu pesatnya. Modal awal Rp20 juta yang ia dapat dari PTPN V menjadi pelecut untuk memperbesar pasar. Taufik memulai usaha itu sejak 2013 silam. Tiga tahun berselang, usaha pemuda Kabupaten Kampar juga kian berkibar setelah mendapat pinjaman lunak PKBL PTPN V.
Modal itu dia gunakan untuk memperluas areal pembibitan serta memperkaya bibit yang ia tawarkan. Buah lengkeng, jambu madu, jambu Kristal dan berbagai buah-buahan tropis lainnya tumbuh subur.Taufik mengaku tak kurang dari Rp4 juta per bulan berhasil ia dapatkan dari usahanya tersebut.
Masih dari Kabupaten Kampar. Di wilayah yang kental dengan budaya lokal itu, PKBL PTPN V membantu Arisna mengalahkan beragam hambatan. Arisna, perempuan paruh baya itu dengan ligat mengolah bongkahan nanas menjadi kepingan keripik gurih.
Perempuan berhijab itu berhasil membaca peluang dengan sangat baik. Dia yang tinggal di Rimbo Panjang, perbatasan Kampar-Pekanbaru itu melihat hamparan nanas. Sejauh mata memandang, hanya buah nenas yang menguning terlihat di pelupuk mata. Dia yakin nanas itu tidak akan bisa diterima semuanya oleh konsumen.
Ia pun mulai menguliti ide sederhana itu. Sederhana, tujuan awalnya adalah bagaimana mengolah nanas agar tidak mudah busuk dan diterima masyarakat dengan baik. Keripik menjadi pilihannya. Kini, dia memiliki tiga toko yang seluruhnya menjual olahan keripik nanas dengan beragam varian rasa. Tak kurang Rp12 juta berhasil ia kantongi dari usahanya itu.
Ada banyak kisah sukses berkat PKBL PTPN V. Usaha penjualan tas dan sepatu yang dijalankan Rini Safitri di Kabupaten Siak misalnya. Berhasil mengantongi modal hingga Rp55 juta di tahun 2015 hingga 2017, Rini kini berhasil meraup omzet hingga Rp35 juta setiap bulannya.
Kemudian usaha budidaya ikan yang dilakoni bekas honorer Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, Magfur. Pengalaman 10 tahun sebagai honorer di Dinas Perikanan membuat pria paruh baya itu sarat ilmu seluk beluk budidaya ikan.
Usai berhenti sebagai honorer, ilmunya dia aplikasikan sepenuhnya membudidayakan ikan. Giat, kiat dan usaha kerasnya mendapat respon positif PKBL PTPN V. Kini, tak kurang dari Rp50 juta omzet yang ia hasilkan setiap bulan dari usahanya itu.
Budidaya ikan Magfur berkembang dengan cepat usai mendapat bantuan modal sebesar Rp40 juta pada 2015 hingga 2016 silam. Berbagai jenis ikan mulai dari patin, koi, hingga gurami kini berhasil ia pasarkan hingga ke provinsi tetangga.
Dari ikan ke kecantikan. PKBL PTPN V turut berhasil mengangkat derajat ekonomi Sri Purwaningisih yang menjalankan usaha produk kecantikan SPA di Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru. Melalui program PKBL PTPN V, usaha yang dijalankan Sri (45) sejak 2014 silam itu kinitelah memiliki lima karyawan berikut omzet hingga Rp30 juta per bulan.
Istia Ayu, wanita Pekanbaru ini juga merasakan manfaat besar bantuan serupa. Usaha keripik yang ia jalankan sejak 1995 itu semakin menggurita dengan program PKBL PTPN V. Bermodal Rp500 ribu pada 1995 silam, Ayu menjadi keluarga besar PKBL PTPN V pada 2016.
Usaha keripik keju, keripik baying, ubi, pulut dan beragam kue kering merambah berbagai toko di Pekanbaru sejak saat itu. Modal sebesar Rp40 juta yang berhasil dia dapatkan juga mendongkrak produksi dan penjualan. Saat ini Ayu memiliki omset berkisar 5-8 juta rupiah per bulan. Ia juga sudah memiliki karyawan 4 orang.
PKBL PTPN V juga berhasil mengangkat kelas para pekerja industri kreatif di Pekanbaru. Erniwati, wanita 44 tahun itu memanfaatkan waktu luang dengan merajut menjadi sumber ekonomi. Beragam hasil olahan tangan seperti tas, topi, dompet, alas meja, sandal dan sepatu dikerjakan tangan-tangan terampil Erniwati dan ibu-ibu komplek perumahan.
Berkat bantuan dan pembinaan dari PKBL PTPN V modal usaha sebesar Rp25 juta pada 2016, membuat usaha Erniwati dari sekedar mengisi waktu luang menjadi sumber pendapatan.
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sendiri merupakan salah satu sektor yang terbukti mampu bertahan cukup kuat saat badai krisis melanda Indonesia. Termasuk di saat pandemi seperti ini, para pengusaha kecil dengan mimpi besar itu mengaku mampu terus bergeliat.
Meski sulit, dengan pendampingan yang tepat dan teknik pemasaran yang berjalan berkelanjutan membuat mereka mampu bertahan. Program PKBL PTPN V jelas menjadi salah satu upaya untuk mendorong tumbuh dan kembangnya UMKM baru di Provinsi Riau dan membantu Ibu Pertiwi lebih kuat di masa mendatang.
Selain program kemitraan sektor UMKM, PKBL PTPN V juga menyasar program bina lingkungan. Hingga 2020 ini, tak kurang Rp71,8 miliar telah disalurkan untuk masyarakat melalui program bina lingkungan. Program itu meliputi sektor pendidikan dan pelatihan, bencana alam, peningkatan kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, tempat ibadah, pengentasan kemiskinan hingga bencana alam. Tujuan utamanya jelas, agar kehadiran perusahaan dirasakan masyarakat sekitar.