Jakarta (ANTARA) - Pemerintah akan memperlebar defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp1.039,2 triliun pada Rancangan APBN-Perubahan 2020, dari asumsi sebelumnya sebesar 5,07 persen PDB atau Rp852,9 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, mengatakan pemerintah membutuhkan belanja yang lebih besar untuk menangani COVID-19 dan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Maka dari itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 mengenai Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (APBN) 2020
Baca juga: Kemenkeu: Harga minyak dunia yang terus turun sebabkan defisit anggaran capai Rp12,2 triliun
"Dengan demikian Perpres 54/2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari PDB meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun. Atau menjadi 6,34 persen dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam ratas secara telekonferensi mengenai "Penetapan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Perubahan Postur APBN Tahun 2020".
Dengan adanya revisi Perpres tersebut, maka pemerintah memproyeksikan penurunan pendapatan negara menjadi Rp1.699,1 triliun dari sebelumnya Rp1.760,9 triliun. Dalam pagu pendapatan negara itu, penerimaan perpajakan diproyeksikan menurun menjadi Rp1.404,5 triliun, dari Rp1.462,6 triliun.
Di tengah pendapatan negara yang menurun, pemerintah harus meningkatkan belanja negara menjadi Rp2.738,4 triliun dari Rp2.613,8 trilun, untuk menangani pandemi virus Corona baru atau COVID-19, dan memulihkan kegiatan ekonomi.
"Untuk menampung berbagai belanja pemulihan ekonomi dan penanganan COVID-19 termasuk untuk daerah dan sektoral,” ujar Menkeu.
Dengan perubahan postur instrumen fiskal tersebut, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 masih mampu mencapai 2,3 persen. Namun terdapat skenario jika tekanan ekonomi terus terjadi, pertumbuhan ekonomi domestik bisa terkontraksi jaug lebih dalam dibanding kuartal I 2020 yang hanya tumbuh 2,97 persen (yoy).
"Untuk prediksi pertumbuhan 2020, seperti saya sampaikan, pemerintah menggunakan tetap ‘baseline’ antara 2,3 persen hingga -0,4 persen, namun dari sisi kuartal, kemungkinan kuartal II akan lebih berat,” ujarnya. (*)
Baca juga: Bulog distribusi beras ke tujuh provinsi yang mengalami defisit termasuk Riau, begini penjelasannya
Baca juga: Riau defisit beras, Waka DPRD Riau sarankan lirik sagu sebagai alternatif
Pewarta : Indra Arief Pribadi