Aktivis lingkungan soroti dua kali penundaan vonis perkara Karhutla PT SSS. Ada apa?

id Riau, Karhutla, PT SSS, Vonis

Aktivis lingkungan soroti dua kali penundaan vonis perkara Karhutla PT SSS. Ada apa?

Petugas melakukan pembasahan di sepanjang pinggir jalan koridor di tengah pekatnya kabut asap ketika terjadi kebakaran lahan di Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis (19/9/2019). Pembasahan tepi jalan dilakukan guna untuk menyekat atau membatasi agar api kebakaran lahan tidak semakin meluas. (ANTARA/Rony Muharrman)

Pekanbaru (ANTARA) - Aktivis lingkungan Provinsi Riau, Senarai menyoroti dua kali penundaan pembacaan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan terhadap PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) dalam perkara pembakaran hutan dan lahan.

"Jangan sampai penundaan ini terkesan mengulur-ulur waktu apalagi menimbulkan praktik mafia peradilan," kata perwakilan Senarai, Suryadi M Nur kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.

Proses peradilan yang menyeret perusahaan sawit di Kabupaten Pelalawan itu sejatinya telah masuk tahap final sejak dua pekan lalu. Pada 7 Mei 2020 lalu, majelis hakim telah mengagendakan pembacaan putusan terkait kasus kebakaran lahan seluas 155 hektare di perusahaan tersebut.

Namun, saat itu pembacaan putusan terhadap terdakwa korporasi PT SSS yang diwakilkan Direktur Umum (Dirut) Eben Ezer Lingga ditunda dengan alasan berkas putusan belum rampung.

Sepekan kemudian atau pada Kamis kemarin (14/5), sidang kembali ditunda. Kali ini, majelis hakim yang dipimpin Bambang Setyawan SH MH didampingi Rahmat Hidayat Batubara SH MH dan Nurrahmi SH MH sebagai hakim anggota kembali menunda dengan alasan Eben Ezer Lingga sakit.

Untuk itu, Suryadi meminta betul agar penundaan ini haruslah dimanfaatkan Majelis hakim untuk lebih memahami kasus tersebut dengan mempertimbangkan dampak dari kebakaran dan dorongan publik.

"Majelis hakim harus betul-betul memanfaatkan waktu panjang ini untuk memahami kasus dengan mempertimbangkan dampak dari kebakaran dan dorongan publik untuk menghukum PT SSS semaksimal mungkin atau sengaja menginginkan lahannya terbakar," paparnya.

Jaringan kerja penyelamat hutan Riau (Jikalahari) dan Senarai sebelumnya juga mencatat sejumlah fakta menarik jelang putusan Pengadilan Negeri Pelalawan terhadap PT SSS dalam perkara pembakaran hutan dan lahan.

Peneliti Senarai, Jefry Sianturi dalam keterangan tertulisnya mengatakan areal terbakar masuk dalam Peta Rawan Kebakaran sementara tanaman sawit produktif tidak terbakar.

Kemudian Senarai juga mencatat minimnya sarana dan prasarana untuk mengantisipasi kebakaran serta kawasan terbakar masuk dalam restorasi Badan Restorasi Gambut. Selanjutnya regu pemadam kebakaran yang dimiliki PT SSS tidak terlatih.

“Perusahaan seperti menginginkan lahannya terbakar. Mereka membentuk Tim Satgas Karhutla yang diketuai langsung oleh Alwi, namun tidak patroli. Buktinya, ketika seorang penjaga pos kebun melihat kepulan asap dari jauh, seorang asisten pemetaan harus menerbang drone untuk mencari titik kebakaran. Padahal, saat itu ada penjaga menara api di atas namun tidak dapat mengetahui lokasi terbakar,” kata Jefri.

Jeffry mengatakan pada saat sidang lapangan terbukti, majelis hakim dan para pihak jaksa maupun terdakwa dan penasihat hukumnya tidak dapat mencapai lokasi karena tidak ada akses menuju blok-blok yang terbakar tersebut.

Padahal, perusahaan diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) 5.604 hektare tapi tidak menjaga areal dengan sepenuhnya. Kesulitan menempuh lokasi terbakar juga dialami regu pemadam kebakaran kala itu. Mereka kerepotan mengangkut peralatan terutama alat berat karena tidak ada akses ke lokasi.

Pada 2016 hingga 2018, blok-blok yang telah ditanami sawit itu juga pernah terbakar dan ditanami sawit kembali oleh perusahaan. Direktur Utama Eben Ezer Djadiman Haloman Lingga menyadari, tiap tahun atau sejak 2013 lahannya sering terbakar.

Lebih rincinya seperti keterangan Asep, Asisten Pengukuran dan Pemetaan PT SSS.

Dia mengatakan perusahaan paham dan mengetahui aktivitas tiap blok perusahaan sehingga buat peta rawan kebakaran sejak 2015. Namun tidak ada embung di lokasi terbakar. Sebelum terbakar, areal itu sempat dibuat batas dan blok. Tapi belum ada perintah tanam. Blok I 39-43 tak ada parit kanal meski lahannya telah dibuka. Blok L 35 tempat pembenihan sawit sempadan dengan blok L lain yang terbakar.

“Kuat dugaan, perusahaan memang sengaja membiarkan blok-blok yang telah dibuka itu terbakar dan setelahnya akan ditanami sawit. Buktinya, areal yang sudah tertanam atau produktif tidak tersentuh api padahal bersempadan dengan blok yang belum ditanam. Tidak mungkin api pandai memilih lahannya yang mau dia bakar,” ucap Jeffri.

PT SSS adalah perusahaan perkebunan sawit yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan. Polda Riau menyatakan lahan perusahaan itu terbakar pada Februari 2019 lalu. Kebakaran diduga kuat akibat kesengajaan untuk memperluas perkebunan.

Kebakaran di lahan gambut perusahaan itu terjadi selama satu bulan lamanya hingga menghanguskan 155 hektare lahan. Polisi kemudian melakukan serangkaian penyelidikan, termasuk menggali keterangan 11 saksi ahli dari berbagai universitas.

Pada Agustus 2019, Polisi menetapkan PT SSS sebagai tersangka secara korporasi. Selanjutnya, penyidik melakukan gelar perkara dan menetapkan Direktur Utama PT SSS Ezer Djadiman Haloman Lingga sebagai tersangka secara korporasi. Tak hanya itu, polisi kemudian menetapkan penjabat sementara manajer operasional PT SSS Alwi Omar Harahap sebagai tersangka.

Baca juga: Karhutla Riau meluas, Kapolres Pelalawan terpaksa menginap di lokasi kebakaran

Baca juga: Polres Pelalawan hadiahkan Rp5 juta bagi penangkap pembakar lahan