Jerit hati petani terancam eksekusi kepada Presiden Jokowi

id Eksekusi lahan, pertanian, sawit, Riau

Jerit hati petani terancam eksekusi kepada Presiden Jokowi

Eksekusi perkebunan sawit di Pelalawan mendapat penolakan saat upaya peninjauan kembali tengah dilakukan. (ANTARA/Anggi Romadhoni)

Pekanbaru (ANTARA) - Ratusan petani sawit di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan dirundung ketidakpastian. Pohon sawitmereka terancam ditumbangkan paksa oleh puluhan ekskavator dengan mengatasnamakan sebuah keputusan lembaga peradilan.

Sawit yang menjadi sumber kehidupan selama puluhan tahun berpotensi berganti paksa dengan bibit akasia milik PT Nusa Wana Raya (NWR). Padahal puluhan tahun lamanya ratusan petani hidup bahagia dengan bapak angkat mereka PT Peputra Supra Jaya (PSJ).

“Sebentar lagi ratusan petani akan kehilangan mata pencaharian. Masing-masing kepala keluarga yang memiliki kebun sawit dua hektare berpola plasma akan ditebangi,” kata kuasa hukum para petani, Asep Ruhiat di Pekanbaru, Jumat.

Sejatinya, Asep menghormati keputusan Mahkamah Agung RI No 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tertanggal 17 Desember 2018 terhadap PT Peputra Supra Jaya, untuk dieksekusi oleh negara bersama PT NWR.

Namun dia juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut : ayat (1) berbunyi; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Ayat (2), cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

“Lalu dalam ayat (3) menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di sini ditegaskan demi kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran perusahaan raksasa,” tegasnya.

Kemudian Asep melanjutkan, dalam ayat (4), perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

“Dalam Pasal 33 ayat (3), UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam di tangan orang ataupun seorang. Dengan kata lain monopoli, tidak dapat dibenarkan. Tapi faktanya, saat ini terjadi monopoli dalam praktik-praktik usaha, bisnis dan investasi dalam bidang pengelolaan sumber daya alam sedikit banyak bertentangan denganpasal 33,” jelasnya.

“Sudah saatnya negara hadir untuk kepentingan dan demi masa depan rakyat. Mereka menunggu kehadiran negara dalam konflik lahan di Desa Gondai,” lanjutnya.

Asep berharap pemerintah memberikan solusi terbaik dalam konflik antara PT Peputra Supra Jaya (PSJ) dengan PT Nusa Wana Raya (NWR), yang mengorbankan petani kecil.

Asep yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mendengarkan jeritan petani perkebunan kelapa sawit di Desa Gondaiitu. Ada ribuan anak manusia, kata Asep, yang terancam kelaparan dan anak-anak berpotensi putus sekolah.

“Bapak Presiden Jokowi sangat mendukung industri perkebunan sawit sebagai sektor paling produktif untuk meningkatkan perekonomian negara dan masyarakat. Terlebih beliau adalah pemimpin yang lahir dari masyarakat sehingga diyakini kebijakannya akan berpihak ke rakyat,” ucap Asep.

Sementara itu, rumah Nawacita yang merupakan bagian dari Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) menyatakan siap untuk mengawal perjuangan ratusan petani sawit Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau.

Founder Rumah Nawacita - Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto mengatakan petani sawit Gondai yang terancam kehilangan nafkah menjadi persoalan yang harus diselesaikan oleh negara.

"Kami ingin membuka jendela baru dalam menyikapi persoalan ini. kami temukan adanya jendela untuk hasilkan 'win-win solution', dan ini berdasarkan Perpres," kata Raya.

Secara umum, Raya mengatakan bahwa para petani Gondai tidak harus menjadi korban atas kesalahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) sebagai bapak angkat mereka yang melaksanakan usaha perkebunan tanpa izin hingga berakhir pada penyitaan dan eksekusi lahan.