Gadis jurnalis dari daerah kumuh Uganda wujudkan mimpi meliput Euro U-21

id Program Young Reporters,AIPS,jurnalis Uganda, Gloria nicole aipo, Aipo, Gloria Nicole

Gadis jurnalis dari daerah kumuh Uganda wujudkan mimpi meliput Euro U-21

Gloria Nicole Apio (kiri) memeluk Ritah Aliguma, pendiri Yayasan Aliguma , setelah diberitahu bahwa ia terpilih untuk mengikuti program liputan Kejuaraan Sepak Bola Euro U-21 di Itala dan San Marino pada Juni mendatang. (Foto: Aipsmedia)

Jakarta (ANTARA) - Ada pepatah kuno yang sudah sangat sering didengar di keluarga Afrika: "Jangan sesali hidup, jika Engkau masih hidup". Melalui sosok seorang Gloria Nicole Apio, pepatah itu menjelma jadi nyata.

Dibesarkan oleh orang tua tunggal Fortunate Acayo di sebuah komplek kumuh disebut Acholi Quarters di pinggiran Kota Kampala, Uganda, Apio tidak pernah bermimpi sekali pun akan mendapat kesempatan untuk menyaksikan sebuah peristiwa besar dalam hidupnya, meliput pesta sepak bola Euro U-21 di Italia dan San Marino pada Juni mendatang.

Acholi Quarters adalah kawasan yang menampung mereka yang tercerai dari keluarga, terutama akibat perang yang mengoyak wilayah utara Uganda.

Bagi Apio, kemampuan ibunya untuk memperoleh makanan untuk kehidupan sehari-hari sudah merupakan sebuah keajaiban, oleh karena itu ia mengubur dalam-dalam cita-citanya menjadi jurnalis. Meski terpendam, cita-cita tersebut masih tetap ada dan terus berkembang berkat peranan Yayasan Aliguma yang membantu anak-anak muda di daerah kumuh dengan beraktivitas di bidang olahraga.

Apio kemudian terpilih untuk mengikuti program prestisius, yaitu Program Reporter Muda dari AIPS (Asosiasi Wartawan International) di Kejuaraan Sepak Bola Euro U-21 di Italia dan San Marino pada Juni mendatang, di mana ia akan bergabung dengan peserta di dari seluruh dunia. Pada program tersebut, Apio akan mendapat kesempatan meliput turnamen sepak bola internasional dan belajar dari jurnalis senior.

Pimpinan Yayasan Aliguma telah merekomendasikan Apio ke pihak AIPS sebagai wartawan muda yang menjanjikan dan diyakini akan mendapatkan banyak manfaatkan dengan mengikuti program tersebut. Pihak Yayasan Aliguma kemudian mengunjungi kawasan kumuh Acholi Quaters minggu lalu untuk menyampaikan berita gembira kepada Apio dan ibunya Acayo. Tangis kebahagiaan pun tidak bisa dibentung ketika Apio dan ibunya berpelukan sambil berurai air mata.

Apio, gadis yang periang tersebut putus sekolah karena ibunya tidak mampu lagi membayar uang sekolah, dan harapannya untuk menyelesaikan pendidikan demi meraih cita-cita menjadi jurnalis, untuk sementara kandas. Ketika berita rencana keberangkatan Apio ke Italia beredar, ibunya beranggapan bahwa semuanya berkat intervensi Tuhan. Acayo selama ini memang memiliki keterkaitan secara personal dengan Italia.

"Saya pernah menjadi relawan selama sepuluh tahun dengan para misionaris Italia di Uganda," kata ibu Apio.

"Saya memasak membantu bersih-bersih untuk mereka. Saya selalu bekerja dengan sepenuh hati dan tidak pernah terlintas kalau anak saya akan ke Italia suatu hari nanti," kata Acayo dengan berlinang air mata.

Kepribadian yang baik hati, ceria, dan ramah memainkan peran besar dalam mengubah kehidupannya dan keluarganya. Ketika Yayasan Aliguma memulai pekerjaan sukarela Acholi Quarters, Apio adalah salah satu dari orang yang pertama kali menerima dan membuat petugas relawan merasa nyaman. Sejak saat itu, Apio selalu dipercaya untuk mengkoordinir kegiatan yang dilakukan Yayasan Aliguma di daerah kumuh itu.

Melihat kesungguhannya, yayasan pun bersedia membantu kelanjutan pendidikan Apio. Semua bisa terlaksana berkat dukungan rekan-rekannya. Apio kemudian dijuluki "Ratu Mikrofon" oleh rekan-rekannya karena kemampuan berbicara tanda rasa takut tentang kejahatan yang dialami anak perempuan di perkampungan kumuh tersebut. Berbekal kemampuan tersebut, Apio sekarang sedang mengejar sertifikat komunikasi massa.

Ia kemudian melangkah lebih jauh ketika dalam tugas lapangan, sudah berani tampil siaran nasional seperti Magic FM dan stasiun televisi Uganda Broadcasting Corporation (UBC).

Ditinggal Ayah

Apio sebenarnya memiliki saudara kembar laki-laki, tapi meninggal tidak lama setelah ditinggal ayah mereka. "Ibu saya masih ingat peristiwa itu seperti kemarin saja. Ia kembali ke rumah untuk menyampaikan berita gembira kepada ayah bahwa ia melahirkan anak kembar. Bukannya gembira, ayah malah menendang kami keluar rumah saat cuaca hujan dan dingin, sehingga saudara saya meninggal," kenang Apio.

"Tapi sejak itu, ibu saya menjadi wanita yang kuat dan berusaha sekuat tenaga untuk membesarkan saya dan saudara saya yang lain di tengah segala tantangan dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga," katanya.

"Saya sangat berterima kasih kepada Ritah Aliguma yang melalu Yayasan Aliguma membangkitkan kembali harapan saya. Ia mempercayai saya dan seluruh komunitas Acholi Quarters dan saya tidak akan mengecewakan mereka. Saya bisa kembali mengejar karir sebagai jurnalis dan sekarang datang keajaiban ketika saya bisa ke Italia," katanya.