Pekanbaru (Antaranews Riau) - PT Bukit Asam Tbk. menyatakan kandungan batu bara di tambang Peranap Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, sedikitnya mencapai 600 juta ton yang siap untuk menjadi bahan baku pabrik gasifikasi batu bara pertama di Indonesia.
"Kita mendapat izin tambang di Peranap seluas 18 ribu hektare dengan prediksi kandungan 600 juta ton. Itu hitungan teknis sejauh ini," kata Pimpinan Pengembangan Gasifikasi Batubara Peranap PT Bukit Asam (BA), Dodi Arsadian, dalam pernyataan pers yang diterima Antara di Pekanbaru, Jumat.
Dodi menjelaskan hal tersebut terkait rencana tiga perusahaan besar, yakni PT BA Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT Air Products Indonesia, yang mencanangkan pembangunan pabrik hilirisasi batubara menjadi dimetil eter (DME) di tambang PT BA di Peranap.
Dodi mengatakan, investasi pabrik gasifikasi batu bara pertama di Indonesia sedikitnya mencapai 2 miliar dolar AS. Ketiga perusahaan membentuk entitas bisnis baru, namun Dodi mengatakan namanya masih dirahasiakan.
Baca juga: Gasifikasi Batubara Bisa Kurangi Beban Negara dari Impor Elpiji, begini penjelasannya
Ia menyatakan lokasi tambang Peranap cukup strategis karena dekat dengan sungai besar, jauh dari keramaian sehingga cocok untuk dijadikan pabrik. Kapasitas pabrik tersebut bisa memproduksi gas DME 1,4 juta ton per tahun, dan mampu menyerap batu bara berkisar 9-10 juta ton tiap tahun.
"Biaya-biaya (investas) masih tanggung bersama. Nanti bisa berubah setelah perusahaan patungan ini secara ekuitas menghitung modal apabila membutuhkan modal pinjaman dari luar," katanya.
Ketiga perusahaan kini masih melakukan "feasibility study" tentang rencana investasi tersebut, terutama untuk menentukan nilai keekonomian DME karena kandungan kalori batu bara di Peranap tergolong rendah, yaitu di bawah 3.000 kilokalori. Pembangunan pabrik direncanakan pada 2020 dan ditargetkan rampung dalam tiga tahun.
"Karena itu kenapa kita bikin dalam (skala) besar supaya nilai ekonomi produksi kecil. Harga keekonomian sedang dikaji, belum boleh disampaikan. Intinya dalam penentuannya tidak seperti mengikuti harga pasar batubara di pasar internasional karena fluktuatif, yang dikontrol ongkos produksinya," ujar Dodi.
Sementara itu, Direktur Utama PT Air Products Indonesia Triwidio Pramono mengatakan sudah ada teknologi yang bisa menghasilkan DME dengan ongkos produksi yang bisa ditekan. Hal tersebut bukan hal baru karena produksi DME sudah ada di negara lain, paling besar di China.
Triwidio menjelaskan, proses gasifikasi secara sederhana penjelasannya adalah penggunaan proses oksidasi batubara yang padat menjadi gas sintesis (syngas). Kemudian memalui proses perlakuan kimia syngas itu dijadikan DME yang dikemas dalam tabung elpiji.
"Tentang kategori batubara nilai kalori rendah, kita Air Products punya teknologinya," ujar Triwidio.
DME inilah yang akan digunakan Pertamina sebagai substitusi elpiji, yang hingga kini sebagian besar masih impor.
Baca juga: Tiga Perusahaan Besar Berkongsi Bangun Pabrik di Tambang Batubara Peranap
Baca juga: Telah Hilang Ribuan Detonator Peninggalan Perusahaan Tambang Batubara di Riau
Berita Lainnya
Gasifikasi Batubara Bisa Kurangi Beban Negara dari Impor Elpiji, begini penjelasannya
08 February 2019 8:36 WIB
Kementerian ESDM bahas percepatan hilirisasi timah dan batu bara di Bangka Belitung
17 September 2022 10:28 WIB
Erick Thohir tegaskan BUMN komit lakukan hilirisasi batu bara
24 January 2022 17:03 WIB
Presiden Jokowi secara resmi memulai pembangunan proyek hilirisasi batu bara jadi DME
24 January 2022 12:26 WIB
Ridwan Djamaluddin sebut aspek keekonomian hilirisasi batu bara tantangan besar RI
09 March 2021 13:13 WIB
FPAN kesal, ratusan truk angkutan batu bara bertonase tinggi rusak jalan provinsi di Inhu
02 August 2024 17:46 WIB
Truk pengangkut batu bara di Inhu ganggu kenyamanan lalu lintas
04 May 2024 17:57 WIB
Basarnas berupaya evakuasi dua warga Lebak yang tertimbun galian batu bara
29 April 2024 12:01 WIB