Hasan Menangis Ingin Ikut Apel 17 Agustus

id hasan menangis, ingin ikut, apel 17 agustus

Siak, 13/8 (ANTARA) - Majo Hasan (97), mantan pejuang, mengaku rindu untuk ikut upacara 17 Agustus setiap tahun.

Secara tak sengaja ketika menanyakan alamat seorang narasumber, ANTARA bertemu dengan Kopral Majo Hasan di Siak, Riau, Jumat 13/8. Dia bercerita bagaimana perasaan sedih ketika tidak bisa mengikuti upacara setiap tanggal 17 Agustus.

"Saya ingin ikut upacara 17 Agustus," ucapnya sambil menangis menitikkan air mata.

Majo Hasan menuturkan ia menginjakkan kakinya di tanah Siak pada tahun 1949. Ketika itu ia adalah anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama pletonnya yang diutus dari Pekanbaru menuju Siak dengan mendayung sampan selama tiga hari.

Sesampainya di Siak, mereka menuju Pelabuhan Tanjung Layang yang merupakan pelabuhan yang dibangun oleh Belanda. Tugas mereka menjaga pelabuhan agar tentara Belanda tidak berani masuk ke Siak. Saat itu Siak masih dalam kondisi aman.

Selama dua tahun dia berjaga dengan cara mengelabui Belanda. Bersama tentara lainnya, mereka membuat meriam dari buluh yang ditutup dengan kain merah putih, lalu ditaruh sedemikian rupa agar menyamai meriam yang siap ditembakkan jika Belanda berani memasuki kawasan Siak.

"Sebanyak tujuh buah meriam tipuan itu diberi atap kajang," tutur Majo Hasan yang dulu berpangkat kopral ini.

Dia mengisahkan, sebelumnya dia merupakan Heiho pada masa Jepang di Medan, lalu ketika Belanda kembali masuk ke Medan, bersama teman-teman Heiho lainnya yang dipimpin Sersan Ismail Siregar mereka berniat menuju Malaysia.

Namun mereka terdampar di Bengkalis, untuk kemudian ke Pekanbaru masuk menjadi TKR. "Saat itu, saya ingat ada tiga pleton, satu ke Tembilahan, Pasir dan saya ke Siak," ujarnya.

Sampai hari ini, Majo Hasan tidak pernah meninggalkan Siak. Ia menikah dengan gadis Siak hingga memiliki 8 orang anak.

Di usia senjanya dan berjalan dengan bungkuk ini dia merindukan detik-detik kemerdekaan yang selalu ada pada upacara 17 Agustus.

Kepada Pemerintah Daerah Siak secara khusus ia meminta untuk dapat hadir di sana. "Jemputlah kami," ujarnya penuh harap.