Mencari Jejak Si Genit Bonita, Harimau yang Menerkam Warga Inhil Hingga Tewas

id mencari jejak, si genit, bonita harimau, yang menerkam, warga inhil, hingga tewas

Mencari Jejak Si Genit Bonita, Harimau yang Menerkam Warga Inhil Hingga Tewas

Pekanbaru, (Antarariau.com) - "Bonita itu yang paling 'genit'. Dia sering tertangkap kamera kita," kata Kepala Bidang Wilayah I Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Mulyo Hutomo kepada Antara di Pekanbaru, akhir pekan ini.

Bonita merupakan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina berusia sekitar empat hingga lima tahun. Saat ini, Bonita menjadi tersangka utama yang menyebabkan seorang karyawan perusahaan perkebunan sawit, PT Tabung Haji Indo Plantantion (THIP) di Kabupaten Indragiri Hilir, meninggal dunia.

Karyawan bernama Jumiati itu tewas dengan kondisi mengenaskan awal Januari 2018. Perempuan berusia 33 tahun tersebut diserang Bonita saat bekerja di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni State, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.

Pasca-kejadian, tim gabungan dari BBKSDA Riau, Polres Indragiri Hilir dan pegiat satwa dilindungi langsung turun ke lokasi yang berjarak sekitar delapan jam perjalanan darat dari Kota Pekanbaru.

Langkah pertama yang dilakukan tim adalah meredam konflik masyarakat. Tim berusaha keras meyakinkan 48 kepala keluarga yang tinggal di areal perkebunan sawit tersebut, agar tidak muncul konflik satwa dan manusia.

Hutomo mengakui, butuh waktu setidaknya dua pekan lamanya untuk meyakinkan masyarakat untuk tidak melakukan tindakan "balas dendam". Selain meredam konflik, tim turut berupaya memulihkan psikologis warga yang bekerja di perkebunan sawit swasta tersebut.

Hingga hari Senin (12/2) ini, sudah lebih 37 hari tim terus mencari jejak Bonita. Sebenarnya, Hutomo mengatakan Bonita masih berada di sekitar lokasi tewasnya Jumiati.

Bahkan beberapa kali Bonita percaya diri "narsis" di depan delapan kamera pengintai yang dipasang BBKSDA Riau.

Padahal, kamera-kamera pengintai itu dipasang di sekitar enam perangkap berbentuk kotak besi berisi kambing dan babi hutan.

Dari video yang diperoleh Antara, Bonita terlihat santai melewati perangkap berisi makanan kesukaannya itu. Dia terlihat tidak bergeming dengan kambing jantan serta babi hutan di dalam perangkap.

Selain video dari kamera pengintai, sejumlah video lainnya juga beredar luas di media sosial. Video itu direkam oleh warga, yang menunjukkan Bonita berjalan santai di jalan poros. Beruntung, warga yang bertepatan melintas dan merekam Bonita sedang di dalam mobil.

Lantas, apa yang sebenarnya menjadi alasan petugas kesulitan menangkap Bonita?

Hutomo mengatakan, timnya tidak serta merta bisa menangkap Bonita, meski beberapa kali terlihat di areal perkebunan. Alasannya, lokasi tersebut sangat terpencil dan tidak ada sinyal ponsel untuk saling berkomunikasi.

"Ketika warga melihat dan melapor ke kami, dia sudah pergi. Itu kesulitannya, komunikasi terhambat," kata Hutomo.

Selain itu, ia juga menjelaskan BBKSDA Riau sangat menghindari penggunaan tembak bius. Dia menuturkan, bius dinilai sangat tidak efektif karena efeknya tidak langsung berdampak pada si kucing besar itu.

"Bayangkan, ketika tim kita melihat harimau dan langsung menembak bius, itu 30 menit baru akan ada efeknya. 30 menit itu kalau harimau larinya sudah jauh sekali," ujarnya.

Untuk itu, dia mengatakan tim penyelamat hanya akan mengandalkan perangkap-perangkap yang dipasang di sekitar area jelajah si raja rimba tersebut.

Berpacu Dengan Pemburu

Selama 37 hari pencarian, Hutomo yang didapuk sebagai ketua tim pencari dan penyelamat Harimau Sumatera itu mengatakan pihaknya menemukan sedikitnya 20 jerat.

Jerat-jerat mematikan itu sengaja dipasang oleh para pemburu untuk melukai, bahkan membunuh Harimau. Pasar gelap satwa dilindungi itu masih sangat menggiurkan untuk menarik minat pemburu.

Hutomo mengatakan, beberapa dari pemburu tersebut sempat ia jumpai. Bahkan, seorang di antaranya pernah berperkara hukum dengan BBKSDA Riau. Menurut dia, para pemburu mulai berdatangan setelah kabar keberadaan harimau mulai menghiasi sejumlah media massa beberapa waktu terakhir.

Guna mengatasi para pemburu tersebut, dia mengatakan pihaknya terus meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian. Dirinya juga mengancam tidak akan sungkan langsung menangkap dan memproses hukum kepada para pelaku yang sengaja berniat melukai satwa langka tersebut.

Terlebih lagi, Hutomo mengatakan dari proses pencarian selama 37 hari itu, tim mengungkap fakta lain, yakni Bonita tidak sendirian. Berdasarkan sejumlah rekaman video keberadaan harimau itu, dia menuturkan dapat dipastikan ada dua ekor harimau di sekitar lokasi kejadian. Hal itu ditunjukkan dengan berbedanya pola belang serta wilayah jelajah.

Dia mengatakan keduanya sama-sama harimau betina dan berusia remaja. Bedanya adalah pola belang pada tubuh harimau tersebut. Untuk mempermudah identifikasi, tim memberi nama keduanya dengan Bonita dan Boni.

Saat ini, pekerjaan rumah tim penyelamat Harimau akan sedikit bertambah. Mereka harus dapat segera menangkap dan menyelamatkan harimau itu ke tempat lebih aman, sebelum ditikung oleh para pemburu ilegal.

Harimau Suaka Margasatwa Kerumutan

Kepala BBKSDA Riau, Haryono mengatakan bahwa harimau yang menerkam Jumiati dan hingga kini masih berkeliaran di perkebunan sawit tersebut berasal dari Suaka Margasatwa Kerumutan.

Kawasan konservasi itu berjarak sekitar 40 kilometer dari perkebunan PT THIP. Dia membantah jika keluarnya harimau itu akibat kerusakan hutan. Ia menjelaskan bahwa daya jelajah harimau yang mencapai 100-300 kilometer tersebut menyebabkan Boni dan Bonita ke perkebunan sawit. Secara umum, Haryono mengatakan kawasan konservasi tersebut masih dalam kondisi baik.

Humas WWF Indonesia Program Riau, Syamsidar membenarkan bahwa Suaka Margasatwa Kerumutan merupakan salah satu kantong harimau di Provinsi Riau. Namun, belum ada penelitian lebih mendalam terkait jumlah populasi di daerah itu.

"Belum ada studi detail. Tapi memang pernah dilakukan studi cepat, ada keberadaan harimau disitu (SM Kerumutan). Angka pastinya belum," ujarnya.

Dia menganalisa, keluarnya harimau dari habitatnya tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya adalah daya jangkau yang tinggi serta berubahnya fungsi hutan.

Ia menjabarkan, 75 persen daya jelajah harimau memang di luar habitatnya. Artinya, harimau menghabiskan waktunya di kawasan perkebunan, HTI atau peruntukan lainnya seperti yang terjadi saat ini.

"Dulunya satu kesatuan, sekarang mereka terfragmentasi di habitat kecil. Jadi intinya jangkauan harimau 75 persen di luar kawasa konservasi. Memang alaminya seperti itu," urainya. ***4***