Pekanbaru (Antarariau.com) - Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) mencatat hutan di kawasan konservasi di Provinsi Riau dengan total luasan mencapai 81.000 hektare tersebut, kini hanya tersisa 19.000-20.000 hektare.
"Kawasan hutan saat ini berkisar 19.000 hingga 20.000 hektare. Tugas besar kami adalah menyelamatkan hutan tersisa," kata Kepala Seksi Pengelolaan Wilayah I Balai TNTN, Taufiq Haryadi di Pekanbaru, Jumat.
Taufiq menjelaskan kondisi TNTN saat ini cukup memprihatinkan dengan sebagian besar kawasan konservasi itu telah disulap menjadi lahan terbuka serta perkebunan sawit.
Sementara ribuan kepala keluarga menetap dan berkebun di kawasan hutan lindung itu. Mereka tinggal, berkebun dengan seluruh fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, hingga pasar tersedia di kawasan tersebut.
Meski begitu, Taufiq memastikan bahwa dalam dua tahun terakhir, tidak ada lagi aktivitas pengrusakan kawasan hutan atau pembukaan areal perkebunan baru di TNTN.
Selain itu, guna menangkal aktivitas perambahan hutan tersisa serta perluasan kawasan perkebunan di TNTN, dia mengatakan pihaknya melakukan upaya revitalisasi dengan melibatkan seluruh pihak.
Upaya revitalisasi dimulai dengan melakukan pendataan pada 12 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNTN. Pendataan juga dilakukan untuk mengetahui angka populasi warga yang mendiami TNTN.
"Dari 12 Desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan pendataan sudah mencapai 40 persen dari luasan seluruh desa tersebut," tuturnya.
Taufiq menyebutkan, saat ini pihaknya juga masih menungu kelanjutan dari kebijakan yang dikeluarkan menteri dan presiden dalam upaya mengatasi perambahan yang terjadi.
Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNTN juga dinilai sebagai langkah tepat untuk mengatasi angka perambahan kawasan hutan.
Direktur Yayasan TNTN, Yuliantoni menuturkan terdapat empat poin untuk mengatasi aksi perambahan kawasan hutan.
Pimpinan Yayasan TNTN yang merupakan konsorsium Pundi Sumatera sebagai Fasilitator Wilayah Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Regional Sumatera Bagian Tengah dan Selatan merincikan empat poin itu adalah pengamanan kawasan melibatkan masyarakat.
"Selanjutnya perlindungan satwa, kegiatan restorasi dan peningkatan ekonomi masyaraka yang melibatkan perempuan," jelasnya.
Tony menyebutkan saat ini Desa Lubuk Kembang Bunga, satu-satunya desa yang berada dalam kawasan telah melakukan pengamanan kawasan dengan dibentuknya Masyarakat Mitra Polhut yang berhasil mengatasi upaya perambahan yang dilakukan oleh masyarakat luar.
Melengkapi Tony, Fasilitator Wilayah TFCA Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, Damsir Chaniago mengatakan perlu adanya dukungan dalam upaya pengamanan kawasan dan pemberdayaan masyarakat.
"Sudah ada pemberdayaan perempuan dalam peningkatan perekonomian keluarga melalui anyaman dan ekowisata berbasis budaya dan kearifan lokal. Harusnya bisa didukung oleh pemerintah dalam upaya pemasaran," jelasnya.
Berita Lainnya
Tak banyak titik panas, lahan terbakar di Meranti capai 115 hektare
27 March 2024 16:21 WIB
34,33 hektare lahan di Bengkalis habis akibat karhutla
25 March 2024 19:47 WIB
Dua hektare lahan di Kampar terbakar
21 March 2024 4:39 WIB
Disdamkar Natuna berhasil padamkan kebakaran lahan seluas lima hektare
15 March 2024 10:58 WIB
China catat upaya penanaman hutan di hampir 4 juta hektare lahan pada 2023
12 March 2024 12:55 WIB
PLN jalankan program rehabilitasi mangrove pada 20 hektare lahan di NTT
07 March 2024 13:24 WIB
Program bajak sawah gratis Tanah Datar sasar 4.400 hektare lahan pada 2024
27 February 2024 11:01 WIB
BPBD Jambi catat 2.570 hektare lahan pertanian terdampak banjir
24 January 2024 13:25 WIB