Jakarta (Antarariau.com) - Pameran Seni Rupa Kontemporer Indonesia "LALU, KINI (Budaya Bendawi/Material Culture)" diboyong ke Brussels dan Antwerp, Belgia oleh Galeri Nasional Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Pameran ini adalah partisipasi Galeri Nasional Indonesia dalam Europalia Arts Festival Indonesia 2017, festival seni budaya dua tahunan terbesar dan bergengsi di Eropa yang diselenggarakan di beberapa kota di Belgia dan sekitarnya sejak 1969.
Tahun ini Indonesia mendapat kehormatan sebagai negara tamu (Guest Country) pertama dari Asia Tenggara juga yang keempat dari Asia setelah sebelumnya China, Jepang, dan India.
Dalam pagelaran yang akan berlangsung selama tiga bulan sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018 tersebut, Indonesia menampilkan teater, tari, musik, sastra literasi, film, seni rupa, dan gastronomi.
Untuk pameran di Belgia kali ini, Galeri Nasional Indonesia mengusung karya dua perupa tanah air, Faisal Habibi (Bandung) dan Eko Prawoto (Yogyakarta).
Para kurator pameran ini, Asikin Hasan dan Rizki A. Zaelani, dalam siaran pers mengungkapkan karya Faisal dan Eko tidak hanya merepresentasikan pengetahuan seni rupa kontemporer yang semakin berkembang di Indonesia, tapi juga pemahaman dan penggunaan material industri yang makin meluas dari waktu ke waktu.
Karya Faisal Habibi dari Bandung yang bertajuk "Gunungan" akan dipamerkan pada 17 September 2017-21 Januari 2018 di Festival Centre Gedung Dynasty, Brussels.
Faisal menampilkan pola-pola geometris, berwarna-warni, dan menjulang. Sekilas mendekati bentuk logo pada Europalia 2017 yang kurang lebih menggambarkan atau menyimbolkan gugusan gunung-gemunung, pulau-pulau dan spiritualitas.
Karya ini menggunakan material sehari-hari yaitu kayu, besi, akrilik, dan lain sebagainya. Material industri yang umum kita kenali pada karya-karya bebas Faisal Habibi ini merupakan gambaran perkembangan cepat budaya material dalam kehidupan dunia modern.
Sedangkan karya Eko Prawoto (Yogyakarta) berjudul "Bale Kambang" dipamerkan selama 28 Oktober 2017 21 Januari 2018 di Bonapartedok dan Museum aan de Stroom (MAS), Antwerp. Profesinya sebagai arsitek dan perupa menjadikan Eko banyak mengembangkan karya-karya dengan material bambu.
Bale Kambang adalah karya di ruang terbuka, semacam tempat peristirahatan dalam tradisi kerajaan di masa lalu. Bambu adalah material alam yang khususnya dipakai oleh masyarakat di Asia untuk pelbagai keperluan hidup, mulai dari peralatan dapur, rumah dan kesenian.
Saat ini ketika perhatian mulai terpusat pada lingkungan dan keberlangsungan bumi yang lebih baik, bambu mulai dipikirkan kembali sebagai material alternatif di dunia modern. Dalam pameran ini, Eko mengembangkan karya interaktif, di mana masyarakat Eropa yang jauh dari material bambu dapat merasakan dan melihat dari dekat, serta bermain dengan material bambu yang ramah lingkungan.