Pekanbaru, (Antarariau.com) - Praktisi Hukum Riau, Erawati Z SH mengajak orang tua untuk mengajari anak-anak mereka mengeluarkan suara keras atau berteriak sekuat-kuatnya ketika seorang pria mulai melakukan kejahatan seksual terhadap dirinya sehingga mereka akan cepat terlepas dari ancaman kejahatan tersebut.
"Selain mengagetkan pelaku, untuk berhenti melakukan kejahatannya, selanjutnya anak berlari maka anak juga bisa segera mendapatkan pertolongan atau perlindungan dari orang dewasa lainnya, ini sebagai upaya preventif menekan kasus-kasus kejahatan pedofilia," kata Erawati di Pekanbaru, Senin.
Ajakan tersebut disampaikannya terkait aparat kepolisian berhasil mengungkap jaringan pedofil di facebook Official Candy s Group yang beranggotakan sekitar 7.000 orang, oleh aparat penegak hukum menjadi bukti bahwa internet menjadi sarana memudahkan para pedofil mencari mangsa.
Menurut Era yang juga advokat dan konsultan hukum dari kantor Hukum Rhafamous itu setelah berteriak sekuat-kuatnya, anak harus berlari untuk mencari perlindungan ketika pelaku melakukan aksi kejahatannya.
Namun demikian, katanya juga diperlukan pembekalan pada anak tentang pengetahuan kejahatan seksual yang bisa dilakukan seorang laki-laki dewasa pada anak-anak.
"Kejahatan pedofilia adalah gangguan seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah usia 14 tahun. Pelaku memiliki ciri -ciri sifat atau prilaku yakni terlalu obsesif, bersifat layaknya pemangsa, dan introvert.
Ia menjelaskan, seorang pedofil cenderung memiliki sifat obsesif yang berlebihan dan akan terus mengejar sasaran yang telah ditentukannya dan tidak akan berhenti sebelum mangsanya tercapai. Yakni anak-anak yang memang dijadikan sebagai objek pelampiasan hasrat seksualnya.
Selain itu, pedopil bersifat layaknya "pemangsa" yang memangsa siapapun anak yang ada di depan matanya. Dan bersifat introvert artinya suka menyendiri dan terkesan tertutup dari kehidupan sosial. Akan tetapi memang tidak semua orang yang memiliki sifat introvert bisa dikatakan sebagai pedofil, namun seorang pedofil umumnya memiliki sifat introvert.
Ia berharap orang tua tidak memberikan HP pada pelajar SD, SMP atau anak dibawah usi 15 tahun untuk menghindari agar konten-konten prono di internet tidak mereka tonton.
Pendidikan tentang ancaman kejahatan pedopilia penting diberikan pada anak sebab korban pedofil secara psikologis, akan membuat anak mengalami tekanan mental yang sangat berat dan akan selalu dihantui ketakutan. Mereka tidak bisa tumbuhkembang secara normal seperti anak-anak lainnya, dan setelah dewasa cenderung bersifat tertutup dan pendendam.
Akibatnya korban pedofil juga akan menjadi pelaku pedofil nantinya. Jika korban anak laki-laki dan perempuan maka setelah dewasa cenderung bersikap anti pada laki-laki, sekaligus menjadi efek psikologis yang memberatkan bagi anak-anak korban pedopil.
Anak korban pedofil harus didampingi oleh seorang psikolog dan keluarganya untuk memulihkan trauma fsikisnya sebab dampak gangguan kesehatan jiwa terhadap anak korban pedofil akan terlihat setelah korban pedopil menjadi dewasa.
Berita Lainnya
Praktisi: Sistem peradilan pidana anak wajib utamakan keadilan restoratif
27 July 2023 14:21 WIB
Praktisi: Kerugian akibat bencana perlu dihitung
16 November 2022 15:08 WIB
Praktisi latih public speaking 50 pengajar sekolah Islam Terpadu Pekanbaru
06 June 2022 16:30 WIB
Nadiem Makarim ajak praktisi masuk ke dunia kampus melalui Praktisi Mengajar
03 June 2022 16:10 WIB
Praktisi hukum: Perubahan konstitusi bisa berdampak negatif pada minat investasi
17 March 2022 12:59 WIB
Praktisi: Hukuman kekerasan seksual harus utamakan keadilan
10 February 2022 19:47 WIB
Praktisi Hukum Yosep Parera sebut legisme jadi kendala atasi kasus kekerasan seksual
25 November 2021 15:08 WIB
Terkait pelecehan di kampus, ini kata praktisi psikologi
12 November 2021 16:33 WIB