Pekanbaru (Antarariau.com) - Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman mendorong kepada daerah di kabupaten/kota setempat membuat regulasi untuk mempertahankan peruntukan lahan pertanian tidak dialih fungsikan.
"Masing-masing bupati/walikota harus buat perencanaan wilayah peruntukan bagi tanaman padi, kelapa, peternakan sapi, dan sebagainya agar jangan ada peralihan-peralihan lahan ke sawit," kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman di Pekanbaru, usai mengikuti rapat bersama 12 bupati/wako se-Riau di kantor Bank Indonesia setempat, Selasa.
Gubernur mengaku prihatin saat ini penggunaan dan perlindungan lahan pertanian milik rakyat diwilayah setempat tidak konsisten baik oleh pemilik maupun pemerintah daerah. Sehingga setiap tahun luasan tanah yang beralih fungsi menjadi sawit dan bangunan terus bertambah. Sehingga memperkecil kemampuan Riau bisa menjadi wilayah yang swasembada.
Sementara disisi lain Riau sangat tergantung kepada hasil pertanian dan peternakan dari provinsi tetangga seperti Sumbar, Sumut, Palembang dan Pulau Jawa.
"Kalau tidak ada kebijakan perlindungan terhadap lahan ini maka kita akan selalu tergantung dengan daerah lain dan ini ekonomi biaya tinggi," tegas Andi sapaan akrab awak media.
Andi menegaskan untuk lahan yang diperuntukkan bagi kawasan pertanian kebutuhan dasar harus betul-betul dibuat mapingnya oleh masing-masing kabupaten/kota di Riau.
Andi menilai Riau selama ini beberapa wilayah kabupatennya sudah memiliki kekhususan dalam potensi pertanian. Misalkan Indragiri Hilir yang kini terkenal dengan kelapa sayurnya. Itu sudah turun temurun menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat dan terbukti sukses.
"Masakan kita akan alihkan dari yang sudah ada dan jelas menjadi yang lain yang belum tentu ada jaminannya," tegas Andi.
Demikian juga dengan Meranti dengan lahan sagunya dan Siak pertanian padinya serta Kampar ada peternakan dan berbagai kabupaten lainnya.
Makanya kata Andi lagi mengimbau agar semua wilayah membuat aturan sendiri buat mempertahankan lahan milik rakyat tidak beralih fungsi.
"Saya rasa cukup dengan peraturan daerah saja," katanya lagi.
Selanjutnya ia menambahkan pemerintah tinggal lagi mencarikan solusi membuat industri hilirnya dan mencarikan pasar bagi produk-produk pertanian Riau.
Sehingga apa yang menjadi harapan bersama dengan Bank Indonesia sambung dia ke utuhan beberapa komoditas penyumbang inflasi seperti beras, cabai merah, ayam bisa dikendalikan dan tidak selalu tergantung kepada pasokan daerah lain.
Gubernur juga sudah meminta dalam rapat tersebut agar pembahasan masalah potensi pertanian dan kawasan ini dibahas lebih lanjut dalam rapat selanjutnya. Sehingga bisa dicarikan solusinya.
Gubernur meminta agar dicarikan celah bagaimana produksi beras Riau tidak lari keluar dan bisa dijadikan memenuhi kebutuhan sendiri.
"Karena kalau mendengar laporan Bupati Siak potensi penghasil beras ada di Riau tetapi kenyataannya gabah dijual keluar lalu kembali dalam bentuk beras yang sudah mahal, ada biaya tinggi disana. Makanya masalah iniakan dibuat perencanaan, harus ada pembicaraan khusus lagi kalau perlu ada kebijakan pusat akan kita bicarakan," kata Andi menambahkan.
Ditempat yang sama Bupati Siak Samsuar yang ikut dalam rapat diawal menjelaskan saat ini wilayahnya sedang memasuki masa panen gabah pada beberapa kawasan pertanian antaranya di Desa Bunga Raya, Sei Mandau, Suangai Apit, dan sebagainya.
"Masalah beras panen kami itu dibeli oleh cukong dari luar Riau, Medan dan Padang, lalu setelah jadi beras nantinya kembali dijual ke Siak dengan harga mahal," katanya mengeluhkan.
Samsuar juga mengaku saat ini masyarakat petani diwilayahnya saat ini sudah lebih suka bercocok tanam padi pada lahannya ketimbang menjadikan sawit. Makanya ada rencana akan bertambah luasan lahan pertanian untuk bahan kebutuhan pokok tersebut dimasa datang.
"Kini masyarakat gencar nanam padi yang dulunya sawit. Ada usulan menambahan luas lahan pertanian 1.500-2.000 hektare lagi di wilayah Sungai Mandau," kata Samsuar menambahkan.