Kerusakan Hutan Talang Mamak Ancam Harimau Sumatera

id kerusakan hutan, talang mamak, ancam harimau sumatera

Pekanbaru, 2/12 (ANTARA) - Organisasi pemerhati satwa ("World Wildlife Fund/WWF") Riau menilai kerusakan hutan adat Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, akan mengancam keberadaan harimau Sumatera. Kekhawatiran itu karena lokasi hutan tersebut masuk di dalam daerah jelajah satwa dilindungi yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), kata Juru Bicara WWF Riau, Syamsidar, kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu. "Tentu saja kerusakan hutan adat itu akan mempengaruhi kelestarian harimau karena daerah itu menjadi salah satu hutan penyangga TNBT," katanya. Syamsidar mengatakan hal itu terkait kerusakan hutan adat Talang Mamak, akrab disapa masyarakat setempat sebagai hutan Panguanan dan Panyabungan serta hutan Sungai Tunu seluas hampir 2.000 hektare. Namun, hutan adat Sungai Tinu, yang luasnya sekitar 10.000 hektare, kini telah berubah jadi kebun sawit milik perusahaan swasta. Selain itu, hutan adat Panguanan dan Panyabungan, yang juga menjadi hutan adat seluas 1.800 hektare, kini dirambah masyarakat pendatang dan hanya tinggal sekitar empat hektare. Syamsidar mengaku sangat menyayangkan karena Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu sebelumnya telah mengeluarkan surat keputusan bahwa kawasan hutan adat itu harus dilindungi kelestariannya. Keputusan tersebut dikeluarkan pemerintah setempat setelah Patih Laman, tokoh masyarakat suku asli Talang Mamak, memperoleh penghargaan Kalpataru dari pemerintah sebagai Perintis Lingkungan karena dinilai gigih menjaga penyelamatan hutan adat pada tanggal 5 Juni 2003. "Pemerintah setempat seharusnya mendukung pelestarian yang sudah dilakukan Suku Talang Mamak melalui kearifan lokal mereka," ujarnya. Sebelumnya, Patih Laman mengatakan berniat untuk mengembalikan penghargaan Kalpataru karena kecewa hutan adat yang telah dijaganya ditebang habis dan tidak ada kepedulian pemerintah mempertahankannya. "Kawasan hutan itu telah diperjualbelikan. Mengadu ke camat dan Dinas Kehutanan tidak ada tanggapan. Saya ingin ke Jakarta untuk mengembalikan Kalpataru," ujar Laman kepada ANTARA di Rengat, Jumat (27/11). Kawasan hutan yang dipertahankan Laman telah berupa hamparan tanah kosong, karena kawasan hutan tersebut telah ditebang habis, baik oleh masyarakat pendatang maupun perusahaan yang mendapat izin dari aparatur pemerintah. Hilangnya kawasan hutan itu menyebabkan Laman jatuh sakit, karena hutan adat tersebut selama ini dipertahankannya. Sedangkan, masyarakat Talang Mamak makin sulit dan terpojok karena mereka hidup bergantung dari hasil hutan tersebut. Hutan adat Panguanan dan Panyabungan berada dalam satu hamparan di dua desa yakni Desa Sungai Ekok, Kecamatan Rakit Kulim dan Desa Durian Cacar, Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu. Bagian hutan adat itu di desa tetangga habis dijual belikan oleh oknum desa dan sisa hutan empat hektare masih dipertahankan Laman bahkan ia menunggui kawasan tersebut dengan membuat pondok. Patih Laman dikenal sebagai pemimpin masyarakat Talang Mamak. Perjuangannya mempertahankan hutan di lingkungan tempat tinggal Talang Mamak tidak hanya memberikannya penghargaan Kalpataru dari pemerintah RI tetapi juga badan konservasi internasional melalui penghargaan "WWF International Award for Conservation Merit 1999".Pekanbaru, 2/12 (ANTARA) - Organisasi pemerhati satwa ("World Wildlife Fund/WWF") Riau menilai kerusakan hutan adat Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, akan mengancam keberadaan harimau Sumatera. Kekhawatiran itu karena lokasi hutan tersebut masuk di dalam daerah jelajah satwa dilindungi yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), kata Juru Bicara WWF Riau, Syamsidar, kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu. "Tentu saja kerusakan hutan adat itu akan mempengaruhi kelestarian harimau karena daerah itu menjadi salah satu hutan penyangga TNBT," katanya. Syamsidar mengatakan hal itu terkait kerusakan hutan adat Talang Mamak, akrab disapa masyarakat setempat sebagai hutan Panguanan dan Panyabungan serta hutan Sungai Tunu seluas hampir 2.000 hektare. Namun, hutan adat Sungai Tinu, yang luasnya sekitar 10.000 hektare, kini telah berubah jadi kebun sawit milik perusahaan swasta. Selain itu, hutan adat Panguanan dan Panyabungan, yang juga menjadi hutan adat seluas 1.800 hektare, kini dirambah masyarakat pendatang dan hanya tinggal sekitar empat hektare. Syamsidar mengaku sangat menyayangkan karena Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu sebelumnya telah mengeluarkan surat keputusan bahwa kawasan hutan adat itu harus dilindungi kelestariannya. Keputusan tersebut dikeluarkan pemerintah setempat setelah Patih Laman, tokoh masyarakat suku asli Talang Mamak, memperoleh penghargaan Kalpataru dari pemerintah sebagai Perintis Lingkungan karena dinilai gigih menjaga penyelamatan hutan adat pada tanggal 5 Juni 2003. "Pemerintah setempat seharusnya mendukung pelestarian yang sudah dilakukan Suku Talang Mamak melalui kearifan lokal mereka," ujarnya. Sebelumnya, Patih Laman mengatakan berniat untuk mengembalikan penghargaan Kalpataru karena kecewa hutan adat yang telah dijaganya ditebang habis dan tidak ada kepedulian pemerintah mempertahankannya. "Kawasan hutan itu telah diperjualbelikan. Mengadu ke camat dan Dinas Kehutanan tidak ada tanggapan. Saya ingin ke Jakarta untuk mengembalikan Kalpataru," ujar Laman kepada ANTARA di Rengat, Jumat (27/11). Kawasan hutan yang dipertahankan Laman telah berupa hamparan tanah kosong, karena kawasan hutan tersebut telah ditebang habis, baik oleh masyarakat pendatang maupun perusahaan yang mendapat izin dari aparatur pemerintah. Hilangnya kawasan hutan itu menyebabkan Laman jatuh sakit, karena hutan adat tersebut selama ini dipertahankannya. Sedangkan, masyarakat Talang Mamak makin sulit dan terpojok karena mereka hidup bergantung dari hasil hutan tersebut. Hutan adat Panguanan dan Panyabungan berada dalam satu hamparan di dua desa yakni Desa Sungai Ekok, Kecamatan Rakit Kulim dan Desa Durian Cacar, Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu. Bagian hutan adat itu di desa tetangga habis dijual belikan oleh oknum desa dan sisa hutan empat hektare masih dipertahankan Laman bahkan ia menunggui kawasan tersebut dengan membuat pondok. Patih Laman dikenal sebagai pemimpin masyarakat Talang Mamak. Perjuangannya mempertahankan hutan di lingkungan tempat tinggal Talang Mamak tidak hanya memberikannya penghargaan Kalpataru dari pemerintah RI tetapi juga badan konservasi internasional melalui penghargaan "WWF International Award for Conservation Merit 1999".