Kerusakan hutan picu konflik manusia dan satwa

id DPRD Riau, kerusahan hutan, satwa liar, konflik

Kerusakan hutan picu konflik manusia dan satwa

Balai Taman Nasional (TN) Tesso Nilo bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riauupaya petugas mengatasi konflik gajah dengan masyarakat. (ANTARA/HO-BBKSDA Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Anggota Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidimengatakan kerusakan hutan yang semakin masif terjadi telah mengganggu kelangsungan ekosistem yang ada di dalam hutan.

Salah satu dampak dari praktek pembabatan hutan dan alihfungsi lahan yakni terjadinya konflik antara satwa liar dengan manusia. Seperti gajah yang merusak kebun masyarakat, kawanan monyet yang masuk perkampungan hingga konflik dengan harimau sumatera.

"Wajar mereka seperti itu. Karena memang lahan untuk hidup itu digarap oleh orang. Kalau gajah itu masuk perkampungan, sah-sah saja karena tempatnya tidak ada lagi. Tidak itu saja, kemaren saya pulang ke Rohil. Di kampung kami itu bahkan kawanan monyet saja sudah masuk pemukiman. Kami mendesak agar ada perbaikan ekosistem hutan," ujar Husaimi.

Dia meminta peran serta instansi terkait agar dapat mengembalikan ekosistem satwa liar kepada yang seharusnya. Sebagai contoh. Kawasan hutan lindung yang ada di berbagai daerah di Riau, agar dapat dihijaukan kembali. Bila memang sebelumnya marak aksi deforestasi berupa illegal logging, dia meminta pemda agar melakukan penghijauan kembali.

"Jadi kalau memang kemaren itu ada yang garap hutan lindung itu kembalikan ke ekosistemnya. Tapi kalau dibiarkan hutan lindung itu digarap, ya habis. Kepastian hukum tentang hutan lindung itu juga harus ditegakkan. Ada yang garap itu dikembalikan ke habitat sebagai hutan kalau kita mau selamatkan negeri ini," imbuhnya.

Ditambahkan Husaimi, persoalan tersebut memang tidak bisa menitik beratkan terhadap pemerintah saja. Karena faktor dukungan masyarakat juga sangat diperlukan. Seperti pelaporan kepada pihak terkait apabila melihat ada aksi pembalakan liat terjadi di kawasan hutan. Dia tidak ingin masyarakat diam ketika melihat ada alat berat yang bekerja pada wilayah hutan.

"Banyak yang bilang, enggak tau mana yang hutan, mana yang enggak. Kan semua sudah jelas peruntukannya. Nanti bilang, Udah jadi kebun baru tau. Kita lewat saja ekskavator garap hutan kok kita diam saja," katanya heran.

Selain persoalan kerusakan hutan, dirinya juga mendorong agar ada peraturan daerah yang mengatur perihal daerah aliran sungai. Karena sungai juga menjadi salah satu sumber penghidupan bagi keanekaragaman satwa di hutan Riau. Persoalan yang terjadi belakangan sudah banyak aliran sungai yang rusak akibat aktivitas perkebunan maupun pertambangan.

"Sekarang DAS sudah tidak ada lagi. Sungai sudah ditutup tapi kok kita diam. Ini harus ada Perdanya DAS itu. Sedih kita hari ini, sungai yang dulu indah sudah tidak indah lagi. Wajar saja bila satwa liar itu seolah marah dan masuk pemukiman masyarakat. Kawasan dia kita ganggu," sebutnya