Oleh Tri Vivi Suryani
Senandung suara alat tenun bukan mesin (ATBM) bergema mendayu, di mana puluhan perempuan dewasa duduk tanpa suara dengan ketekunan sempurna melewati hari demi hari, hingga tercipta selembar kain tradisional dengan motif bersimbolkan guratan sejarah lalu.
Ketekunan para perempuan penenun di sentra tenun wilayah Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali, ini menarik perhatian sejumlah tokoh dari Pemerintah Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung.
Mereka antara lain istri Wali Kota Pangkalpinang Dessy Ayu Trisna, Asisten III Administrasi Umum Kota Pangkalpinang Radmida Dawam, Kepala Bagian Humas dan Protokol Kota Pangkalpinang Zaitri Andiko, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Pangkalpinang Akhmad Elvian, Kepala Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM Kota Pangkalpinang Ramli Zarkasi, sejumlah anggota Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) dan pelaku industri kecil menengah (IKM).
Mereka sengaja bertandang secara khusus dalam rangkaian kegiatan kunjungan kerja, salah satunya untuk melihat langsung proses produksi kain tenun ikat.
"Kunjungan kerja langsung menyaksikan proses pembuatan tenun ikat ini, memiliki banyak nilai positif sebagai ajang belajar yang efektif. Di Pangkalpinang, kami juga memiliki tenun ikat, tapi memang belum maksimal pengerjaannya. Motif-motif tenun ikat di Pangkalpinang belum banyak dieksplorasi," kata Asisten III Administrasi Umum Kota Pangkalpinang Radmida Dawam, seraya berkali-kali mengamati beberapa kain tenun ikat yang dipajang di sebuah "workshop" di Blahbatuh.
Menurut dia, hasil kunjungan kerja di sentra tenun Blahbatuh ini bisa diterapkan untuk pengembangan kain tenun cual di Pangkalpinang. Keunggulan kain tenun cual adalah celupan benangnya bertahan lama, tekstur kain sangat halus dan jika dipandang dari kejauhan motif tenun cual seperti timbul.
Motif tenun cual yang populer adalah janda bekecak (motifnya didominasi ruang kosong) dan penganten bekecak (bermotif corak penuh).
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Pangkalpinang Akhmad Elvian menyebutkan pada zaman Belanda tenun cual dikenal sebagai kain terbaik di dunia, terkait beberapa keistimewaan pada tampilan kain tradisional. Dahulu kala, menenun cual dikerjakan para perempuan bangsawan Muntok, Bangka Barat.