Oleh Sri Muryono
Jakarta, (Antarariau.com) - Membicarakan potensi minyak bumi dan gas (migas) di negeri ini seolah tak ada akhirnya, namun ujung dari semua bahasan itu acapkali adalah sebuah kekhawatiran mengenai ketiadaan pembagian hasil yang berkeadilan.
Hal itu pula yang dirasakan masyarakat Maluku terkait pengelolaan potensi migas dari Blok Masela. Blok migas ini merupakan yang terbesar dan masyarakat menuntut agar pengelolaannya bisa menyejahterakan.
Namun masyarakat Maluku masih menunggu keputusan pemerintah mengenai eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan Blok Masela yang ada di daerah itu. Padahal mereka begitu merindukan arahan dan kepastian mengenai manfaat dari pengelolaan kandungan migas di wilayahnya.
Menurut pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis, pengelolaan blok migas ini telah dibahas dalam seminar regional yang berlangsung di Aula Kampus Universitas Darusalam (Unidar) Ambon pada Rabu (2/12).
Banyak tokoh Maluku yang hadir dan menjadi narasumber dalam seminar itu. Mereka adalah tokoh yang lahir di Maluku dan berkomitmen memajukan masyarakat di tanah kelahirannya.
Misalnya, Direktur Archipelago Solidarity Foundation (Arso) Dipl-Oek Engelina Pattiasina, Ketua Forum Perjuangan Kebangsaan Maluku (FKPM) Amir Hamzah, Pembantu Rektor II Universitas Pattimura Ambon Prof Dr MJ Sapteno dan anggota DPR RI Dharma Oratmangun.
Kegiatan ini juga dihadiri Rektor Unidar Ibrahim Ohorela, Gubernur Maluku yang diwakili Staf Ahli bidang SDM Bram Tomasoa, jajaran Pemkot Ambon dan Polda Maluku serta ratusan mahasiswa.
Dalam seminar itu belum diketahui apakah akan dibangun kilang terapung di laut atau di darat. Namun yang pasti masyarakat Maluku menginginkan agar pengelolaan Blok Masela ini harus dapat menyejahterakan daerah penghasil yang saat ini berada di peringkat empat termiskin di Indonesia.