Sambungan dari hal 1 ...
Mengenai faktor eksternal, Mirza menyebutkan bahwa angka-angka dari ekonomi Amerika Serikat yang memang mengalami sedikit pelemahan, terutama pada sektor tenaga kerja.
Hal lainnya adalah konsekuensi dari kenaikan suku bunga yang mulai bergeser. "Awalnya banyak pelaku pasar yang memprediksi suku bunga The Fed naik di Oktober atau Desember tapi ternyata prediksinya berubah hingga ke triwulan ke-1 atau ke-2 tahun depan," kata Mirza.
Pergeseran ini, kata dia, menyebabkan terjadinya pembalikan, sehingga para spekulan yang beberapa bulan sebelumnya sudah membeli dolar lebih awal, kini melakukan "cut loss".
Untuk faktor internal, pasar memberikan respon positif kepada paket kebijakan ekonomi kesatu, kedua, dan ketiga.
Paket-paket ini menunjukkan keseriusan pemerintah melakukan reformasi ekonomi. "Dalam jangka panjang, paket kebijakan itu akan bisa menurunkan inflasi," ujar Mirza.
Mulai "Nendang"
Penguatan rupiah tak bisa dipungkiri telah melahirkan optimisme baru di bursa saham yang menunjukkan kecenderungan naik tajam.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menaggapi positif dengan mulai terasanya aura kesibukan luar biasa di pasar saham.
Para investor yang semula khawatir, kini mulai berbalik langkah masuk dan optimistis terhadap masa depan ekonomi Indonesia.
Efek paket kebijakan ekonomi tiga jilid yang diluncurkan pemerintah tampaknya mulai "nendang" dan memberikan efek yang signifikan bagi dunia usaha.
Apalagi Jokowi bertekad akan terus menelurkan paket kebijakan secara bertahap ketika awal pekan ini baru saja mengumumkan paket kebijakan ekonomi ketiga pada Rabu, 7 Oktober 2015 di Kantor Presiden.
Pemerintah memang akan terus meluncurkan serangkaian paket kebijakan ekonomi untuk mengatasi perlambatan ekonomi akibat dampak pelemahan ekonomi global, sekaligus memperkuat daya saing dan struktur ekonomi Indonesia.
"Kami yakin paket kebijakan ketiga ini tingkatnya "nendang". Momentum yang kita rasakan hari ini, di mana rupiah mengalami penguatan signifikan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada pengumuman paket kebijakan ekonomi ketiga.
Pada kesempatan yang sama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan bahwa pemerintah secara berkelanjutan terus memperbaiki iklim usaha, terus mempermudah memperjelas pengurusan perizinan, dan syarat berusaha di Indonesia.
"Untuk kali ini pemerintah menambahkan satu lagi, yaitu menekan biaya," ujar Darmin.
Paket kebijakan ekonomi tahap ketiga meliputi penurunan harga BBM, listrik dan gas. Perluasan penerima KUR, dan penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.
Meroket
Fakta sempat melemahnya rupiah memang menciptakan efek domino terhadap perekonomian di Tanah Air.
Sebelum menguat seperti sekarang, rupiah yang terpuruk menjadi kabar buruk bagi dunia usaha sehingga banyak pabrik terpaksa gulung tikar, pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin meluas, dan daya beli masyarakat turun tajam.
Namun puncak badai ekonomi yang menerpa Indonesia perlahan mereda ketika sentimen positif mendongkrak nilai tukar rupiah semakin kuat.
Selain karena faktor eksternal, berbagai upaya pemerintah mulai menunjukkan hasil sehingga kecenderungan rupiah kian meroket semakin dirasakan aura positifnya.
Berkat deregulasi dan debirokratisasi, misalnya, arus investasi di Indonesia diyakini semakin lancar masuk.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad tak tinggal diam bahkan merespon paket kebijakan ekonomi ketiga dengan menelurkan enam inisiatif.
OJK secara resmi menyampaikan enam insiatif beberapa kebijakan di sektor keuangan yakni pertama, terkait dengan relaksasi ketentuan persyaratan kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan valuta asing oleh bank atau disebut sebagai "bussiness trust".
"Bank bertindak sebagai "trusty" dalam hal ini," kata Muliaman.
Upaya ini untuk mendukung stimulus lanjutan dan meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola valas terutama sebagai kelanjutan dari kebijakan tahap kedua.
"Terutama yang terkait dengan pengelolaan valas hasil ekspor," katanya.
Oleh karena itu, OJK melakukan relaksasi ketentuan persyaratan umum dan kantor cabang bank asing agar dapat melakukan aktivitas usaha penitipan dan pengelolaan atau yang biasa disebut "bussiness trust" di perbankan nasional.
"Secara umum ada beberapa insiatif yang terkait dengan ini, terutama item perubahan-perubahannya," katanya.
Dengan persyaratan yang lebih mudah, kata Muliaman, diharapkan jumlah bank yang bisa melakukan pengelolaan dana valas ini semakin bertambah.
"Sehingga tidak perlu menggunakan kantor bank asing yang ada di luar negeri, tapi bisa menggunakan kantor bank yang ada di Indonesia," katanya.
Inisiatif kedua adalah skema asuransi pertanian melalui kerja sama OJK dengan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, dan konsorsium berbagai macam perusahaan asuransi.
"Sekitar 80 persen preminya dibayar pemerintah, anggarannya sudah disediakan di APBN yang sekarang. Sebanyak 20 persen dibayar petani," ucap Muliaman.
Dengan adanya skema asuransi ini, maka para petani akan menjadi "bankable" atau layak mendapatkan pinjaman dari bank.
Keempat adalah pembentukan konsorsium. Penggabungan ini untuk mengidentifikasi potensi yang ada di industri kreatif.
Kelima merupakan kerja sama OJK dengan Kementerian Keuangan untuk memberdayakan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) agar dapat memaksimalkan pengembangan pembiayaan ekspor, diantaranya dengan mengubah dasar peraturan operasional agar LPEI selayaknya menjadi perusahaan pembiayaan.
Inisiatif keenam, implementasi "one project concept" melalui upaya OJK menilai kualitas aset bank umum yang kemudian akan terjadi pemisahan arus kas dengan dasarnya "based on project".
Upaya-upaya itu ke depan diharapkan mampu menanamkan optimisme yang tinggi sehingga sentimen positif pun terus tumbuh mendorong mata uang rupiah dan perekonomian Indonesia semakin cerah.